12

107 3 0
                                    

Ingatkan dirinya untuk berhenti menatap awan yang dengan tenang bergerak mengikutinya, ia merasa awan di langit adalah mata-mata dari Muhammad Awan Arjuna. Tapi sayangnya ia tak bisa menahan diri untuk tidak memandang awan, begitu pula dengan Awan. Semarah dan sebenci apa pun ia pada Ketua Umum Paskib itu, ia tetap tak bisa bersikap acuh padanya.

Itu sebabnya setelah semenit sebelumnya ia berniat untuk tidak membaca pesan dari Awan, lalu sibuk menatap awan yang berarak di langit, ia segera mengambil iPhone miliknya dan membaca pesan Awan.

Muhammad Awan Arjuna

Pinjam pulpen Hi-Techmu, lupa bawa.

Kemala menatap layar iPhone nya dengan tajam, seakan tatapan tajam itu bisa terkirim melalui satelit dan sampai pada Awan. Sejak kapan Awan mengiriminya pesan untuk meminjam pulpen, saat semua orang tahu Awan tidak akan pernah lupa untuk hal-hal seperti itu. Kemala yakin ini hanya cara Awan untuk berbicara kepadanya.

Ia memilih untuk tidak membalas pesan tersebut, terlalu tidak ikhas untuk membiarkan pulsanya keluar sekedar untuk membalas pesan tidak penting Awan. Kemala memilih menyimpan iPhone nya ke dalam tas, lalu kembali memandang langit. Bukan awan, tapi langit biru yang bercampur dengan pancaran warna sinar matahari.

Sungguh, ia tidak mengerti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ia tak mengerti bagaimana kesedihan yang dimilikinya menjadikannya menjadi tidak profesional, lalu menyalahkan orang-orang disekitarnya. Dia tak ingin memikirkan masalah yang dimilikinya secara berlebihan, itu bisa membuat harinya menjadi berantakan. Tapi sikap Awan yang tidak jelas dan berubah-ubah membuatnya terpaksa harus memikirkan semua ini.

Oh, sekarang ia ingin sekali membenci dirinya sendiri. Membenci dirinya yang terlalu takut untuk memberi tahu apa yang terjadi padanya dan malah mengharapkan orang lain tahu, tanpa ia memberi tahu. Ia dengan bodohnya membuat dirinya tenggalam sendiri dalam kesedihan, berharap untuk diselamatkan, tetapi tak mencoba untuk meminta tolong dan menikmati kesakitannya.

Cukup. Kemala menggeleng, cukup untuk hari ini. Mobilnya sudah berada di depan Kodam dan sebentar lagi akan sampai di sekolah, ia tak perlu memikirkan hal ini lagi. Ia kembali mengeluarkan iPhone nya dan melakukan selfie sok candid, menatap keluar jendela dengan kedua sudut bibir membentuk sebuah senyuman. Tak perlu di edit, karena sinar matahari pagi sudah memberikan efek yang alami. Ia segera menguploadnya di Instagram dan kembali meletakkan iPhonenya ke dalam tas.

AhreumK

My face already tells what I want to say. Morning, everibadeh~

***

"Semalam Awan habis darimana?" tanya Ayah.

Mama baru saja menghidangkan semangkuk nasi merah bercampur kacang polong dengan telur mata sapi di atasnya, kuningnya setengah matang dan ditaburi parutan keju. Kreasi baru Mama seminggu yang lalu dan mereka bertiga belum berniat untuk mengganti menu sarapan mereka.

Awan pura-pura sibuk memperbaiki letak sendok makan dan gelas berisi coklat panas miliknya, sebelum menoleh pada Ayah dan menjawab dengan tenang, "Jemput Kemala terus antar dia ke rumahnya."

Sekilas ia bisa melihat Ayah dan Mamanya saling melirik satu sama lain, kemudian tersenyum dengan ekspresi yang dimengerti Awan sebagai Awan-putra-tunggal-kita-sudah-besar yang selalu mereka perlihatkan setiap kali Awan melakukan sesuatu yang membuat mereka senang. Seperti saat Awan menjadi Ranking Umum di semester pertamanya, lalu bertahan hingga sekarang.

"Kenapa?" tanya Ayah lagi, lebih terdengar sedang menggoda Awan daripada menginterogasinya.

"Karna... karna pengen aja," jawabnya dengan kening mengerut.

"Ohhh, pengen aja," seru Mama dan Ayah serempak. Mereka kembali melirik satu sama lain sebelum akhirnya terdiam dan membiarkan Awan memimpin doa sebelum makan.

***

Tepat pukul 06.35 begitu Awan memarkirkan motornya, disampirkannya tas hitam miliknya yang hanya berisi laptop, cas laptop, dan jaket. Baru ada Dobi yang berada di dalam basecamp, sibuk meniup-niup bakwan yang dipegangnya.

"Asik banget makan bakwan pagi-pagi, beli di Kak Lia?" tanya Awan sambil melepaskan sepatu dan duduk di sebelah Dobi, mencomot satu bakwan hangat milik Dobi.

Awan memakan bakwan bersama Dobi dalam diam, Awan dengan pikirannya dan Dobi dengan iPhone miliknya. Ia mengingat-ingat apa yang akan dikerjakannya hari ini begitu sadar masih ada satu tugas menggambar pesanan Dina yang belum di gambarnya, tapi ia lupa membawa Hi-Tech.

Ia segera mengirim pesan pada Kemala, terlalu malas untuk mengaktifkan data selular miliknya. Setelah itu ia kembali sibuk dengan memakan bakwannya bersama Dobi. Awan memiliki bakat menggambar yang juga dimiliki Ayahnya, semua tugasnya tentu saja sudah selesai. Ia paling malas harus mengurus nilai dan mengejar-ngejar guru setelah ulangan semester berakhir karena tugas yang terlambat dikumpul.

Anggap saja ia membuka jasa secara ikhlas kepada teman-temannya, ikhlas jika ditraktir makan, ikhlas ditraktir minum, ikhlas dibayarkan uang angkatan selama sebulan, ikhlas dibayarkan uang bensin. Baginya, yang gratisan itu tidak pernah baik untuk ditolak.

"Kau setuju Outbound kita di Kostrad?" tanya Dobi, memecah keheningan.

"Setuju, angkatannya Mamaku juga Outbound di situ. Kata Ayah fasilitasnya jauh lebih keren daripada jamannya Mama."

"Tentara dong yang ambil alih?"

"Takut nih bukan kita yang atur?" ledek Awan .

Dobi memutar kedua matanya dengan malas, mengunyah dengan nyaring bakwan terakhir yang dimilikinya. Ia menatap Awan, "I'm not and I would never. Cuma penasaran aja gimana acaranya berjalan dengan mereka yang ambil alih, menantang."

"Santai aja lagi, kayak ngga pernah dapat hal yang menantang aja disini."

"Opale," Dobi menenggak beberapa teguk air putih dari Tupperware berukuran 1 liter miliknya, "mendingan nonton Prison School."

Awan tidak menanggapi ucapan Dobi dan memilih meminum air putih dari Tupperware milik sahabatnya itu. Ia hampir tersedak begitu Dobi mengatakan hal yang tak ingin dipikirkan olehnya. "Dan mendingan kau urusi Kemala, kurasa kau membuatnya menjadi begitu sibuk setelah berfoto dengan si Marsya itu."

***

Sorry –again and again- for the long update, something happen with my laptop and Alhamdulillah sekarang sudah baik. Doakan supaya urusan saya sukses biar bisa update cepat mwhehe:3

Btw, I know ceritanya makin lama makin gajelas dan boring. So let me see what dou you think about this;)

Perhaps.Where stories live. Discover now