18

92 4 0
                                    

Jika ada yang tahu tentang apa yang dirasakan Awan sekarang, mungkin tak akan ada yang percaya. Doby bisa saja mengata-ngatainya, mengatakan dirinya sudah berubah menjadi tokoh utama pria di Drama Korea yang sering ditonton oleh Mama.

Awan memang bisa tersenyum, menatap tepat di iris hitam Kemala yang gelap lekat-lekat. Tapi tak ada yang tahu ada apa di balik senyumnya, jantungnya memompa darah dengan kecepatan yang lebih daripada seharusnya. Dengan tenang dibalasnya ucapan Kemala, poin 1 sama untuk mereka berdua yang mengungkapkan cinta kepada satu sama lain seperti mengatakan "aku lapar, kau mau makan bersama?"

Awan tahu saat ini Kemala hanya bercanda, ia tahu gadis itu tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Karena butuh hitungan hingga dua puluh tujuh detik hingga akhirnya Kemala cengengesan dan tertawa terbahak-bahak, memukul bahu Awan berkali-kali. Sungguh, ini lelucon aneh mereka yang sama sekali tak lucu bagi Awan. Tapi ia juga ikut tertawa demi mendengar tawa lepas gadis itu, meski baru disadarinya bagaimana iris hitam gelap itu terlihat habis menangis.

Tapi, biarkan saja mereka tertawa untuk saat ini. Biarkan saja ungkapan cinta itu hanya lelucon. Le-lu-con.

"Darimana saja kau?" tanya Awan. Mereka berdua berjalan bersisian menuju basecamp.

Kemala memperlihatkan kantongan berisi roti bakar. "Membeli ini," Kemala cengengesan mendapat tatapan tak percaya dari Awan, "dan ada urusan sebentar di Perpustakaan."

Awan mengangguk saja, diam. Dari ujung mata ia bisa melihat senyuman Kemala tak pernah hilang dari wajahnya, jenis senyuman aku-baik-baik-saja yang membuat Awan khawatir. Gadis yang berjalan bersamanya ini perlu dikorek dalam-dalam kalau ingin ditahu apa masalahnya, meski itu seorang Awan yang bertanya "Ada apa?" padanya. Meski selama ini Kemala lah yang selalu mengatakan kepada teman-temannya untuk terbuka jika ada masalah, yang berkemungkinan besar untuk mempengaruhi kinerja di kepengurusan.

Kemala menoleh begitu merasakan tak lagi ada Awan disisinya. "Kenapa?"

Empat langkah dari Kemala, Awan berdiri dan menatap lurus-lurus pada Kemala. Ia menghela napas panjang dan tersenyum pada gadis itu. "Kau duluan saja, ada yang harus kukerjakan," jelasnya.

Kemala baru saja akan membuka mulut begitu Awan sudah berbalik, berjalan dengan langkah-langkah besar menjauhinya. Ia mengendikkan kedua bahunya, berjalan menuju basecamp.

Sudah banyak teman-temannya yang datang, basecamp yang tadinya sangat lengang kini mulai dipadati manusia-manusia yang berkumpul dan memperhatikan sesuatu yang membuat Kemala penasaran. Ia berjalan mendekat dan mendapati foto-foto mereka saat Oubound di Kostrad, beberapa hari setelah Ulangan Semester berlangsung.

Ia memaksakan diri berdesak-desakan agar bisa melihat dengan lebih jelas, ia ikut-ikutan tertawa begitu layar laptop menampakkan wajah-wajah yang tidak sadar kamera. Wajah yang coreng moreng akibat sesuatu yang sering digunakan para tentara, warnanya hijau dan hitam.

"Ini udah dari semua kamera?" tanya Kemala.

Dua atau tiga orang langsung menyahut, sama-sama tidak ada yang memandang untuk memastikan siapa yang bertanya ataupun menjawab. Semuanya fokus pada layar laptop, beberapa foto dari alumni dan DPO juga ada.

Durasi dilihatnya sebuah foto hanya sekitaran tiga detik, hingga tangan Gia kembali menekan keyboard laptop dan layar menampakkan foto selanjutnya -jika tak ada yang sesuatu dengan foto tersebut. Hanya wiih, wets, asik, yang terdengar jika dari beberapa temannya jika foto itu menarik perhatian mereka.

Dan entah berapa lama waktu yang diperlukan jika foto itu menarik perhatian hampir semua dari mereka, semuanya ribut. Dalam konotasi yang baik. Sudah ada begitu banyak foto yang dihadiahi koor cie, suit suit, dan teriakan histeris setiap kali foto tersebut berobjek pasangan yang ada di Paskib, termasuk Awan-Kemala yang selalu menjadi incaran mereka.

Perhaps.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang