"Bodoh! Kenapa aku harus menangis seperti ini?"

Raisa membersihkan bekas air matanya yang mulai mengering. Dia mulai bangun dari tidurnya. Dia tau dia kuat.

Kenapa dia harus cemburu? Peter itu sudah tua. Bahkan umurnya sudah kepala tidak, sedangkan dia? Dia masih muda.

Yah, Raisa kuat. "Aku harus kuat. Persetan dengan dia. Biarkan dia menjilat ludahnya sendiri."

•••••

Raisa menatap layar TV yang ada di depannya. Matanya terfokus dengan salah satu program acara yang menarik perhatiannya. Program berita. Mungkin dia dapat menambah wawasannya tentang berita yang ada di luar sana.

Karena dia tau, disini dia tidak mendapatkan berita apa-apa.

Waktu sudah menunjukan pukul sembilam malam. Tapi mereka belum pulang.

Raisa sangat tidak peduli, itu menurut logikanya, tapi tidak dengan perasaannya. Perasaannya terus memberontak seakan dia sangat peduli. Lebih tepatnya sangat sakit hati.

Hatinya terus berteriak bahwa dia tidak kuat. Dia tau jika Peter jalan dengan perempuan lain selain dirinya. Itulah yang membuatnya semakin sesak di dada.

"Luna!" panggil seseorang.

Raisa menengok. Melihat Omega di depannya yang tersenyum hormat kepada Peter.

"Oh kau Syifa. Silakan duduk!"

Syifa menggeleng. Dia tidak ingin duduk di samping Lunanya. Itu dilarang oleh hukum yang ada di pack ini.

Lagi pun derajat Omega jauh di bawah derajat Luna yang ada di hadapannya. "Tidak Luna. Saya berdiri saja," ucapnya di sertai senyuman.

"Kenapa?"

"Sudah aturannya Luna. Saya ini hanya Omega. Dan tidak mungkin saja duduk di samping Luna."

Raisa tersenyum kepada wanita yang ada di hadapannya. Wanita yang Raisa taksir berumur 22-23 tahun. Gadis cantik yang mengunakan pakaian sama dengan Omega lainnya.

"Tidak apa. Aku yang bertanggung jawab, Syifa. Aku hanya ingin kau menjadi teman ngobrolku."

"Tapi Luna sa—"

"Ini perintah Syifa!"

Syifa hanya mengangguk saja. Dia langsung duduk di sofa.

Semenjak Lunanya keluar dari kamarnya, ekspresinya berubah 180 derajat. Seakan tidak terjadi apa-apa.

Lunanya sungguh aneh. Tapi Syifa melihat matanya. Matanya masih menujukan kekecewaan yang tertutupi dengan senyum gadis manis yang ada dihadapannya.

"Kenapa Luna memanggil saya?" tanya Syifa.

Raisa tersenyum melihat wanita yang umurnya lebih tua darinya. "Tidak. Aku hanya ingin bertanya, kenapa mengkhawatirkanku tadi?" tanya Raisa.

Dia bingung kenapa Syifa mengkhawatirkannya. Dan lagi kenapa Syifa bisa tau jika Raisa sedang menangis?

Padahal dia tidak memberi tau siapapun. Dia hany mengunci pintu. Udah itu aja. Apa Syifa memperhatikannya dari tadi?

Entahlah.

Syifa bingung harus menjawab apa. Matanya mengisyaratkan hal yang mengerikan. Hal yang sangat hancur di masa lalunya.

"Hmmm, Luna. Sa-saya hanya me-melihat wajah Lu-luna yang sedih. Itu saja," jawab Syifa gugup.

"Melihat? Oh tunggu, kau harus memanggilku Raisa. Jangan Luna. Aku merasa lebih tua dari mu."

"Tapi Luna—"

[5] I'm Alpha's Mate! ✔Where stories live. Discover now