one

153K 9.7K 847
                                    

Raisa's Pov

Aku menatap tumpukan buku yang aku rapihkan. Sekarang pukul lima pagi, tapi aku sudah rapih untuk kesekolah.

Jujur hari ini aku tidak bersemangat untuk kesekolah. Bukan aku malas. Aku hanya bosen mendapatkan hinaan dari teman sekolah.

Aku langsung keluar kamar. "Sialan kamu Alex. Kenapa kamu selingkuh lagi!" teriak seseorang. Aku mengenalnya.

Itu suara ibuku. Jelas aku melihat ayah dan ibuku sedang berdebat. Aku emang sudah biasa melihat seperti ini.

Jadi jangan kaget!

Aku terus memperhatikan mereka. Jujur aku ingin sekali mempunyai keluarga bahagia, tanpa broken home.

Ini sangat menyiksaku. Aku sedih. Aku kacau. Hidupku hancur. Tanpa adanya kebahagian.

"Della, kamu dengar ya 'dia' hanya teman aku! Kamu itu curiga mulu jadi istri." Aku hanya bisa menangis melihat ibu dibentak.

Aku bisa apa? Membuat mereka tidak bertengkar. Memisahkan mereka? Rasanya sangat mustahil bagi aku.

"BRENGSEK!!! JANGAN BOHONG KAMU! AKU TAU DIA SELINGKUHAN KAMU!" teriak ibu di wajah ayah.

Seketika tamparan menempel diwajah ibu. Aku hanya menutup wajahku. Sudah berapa aku melihat adegan kekerasan dikeluargaku.

Air mataku tak terbendung lagi. Aku muak dengan semua ini. "CUKUP AYAH, IBU!!!" teriakku disertai isak tangis.

Ingin rasanya aku marah. Tapi aku harus marah kepada siapa? Aku hanya seorang anak yang membutuhkan kedamaian. Itu saja cukup.

Tapi saat mereka berantem dan aku memisahkan mereka, mereka selalu berkata kamu tuh masih kecil, jangan ikut campur urusan orang dewasa!

Kata itu terus yang dilontarkan oleh ayah dan ibu. Bosen aku selalu mendengar ucapan mereka.

"Kamu ngapain disini? Kamu tuh masih kecil, jangan ikut..."

"Apa? Aku masih kecil? Aku tidak boleh ikut campur urusan kalian? Aku ini anak kalian! Kalian itu orangtuaku," isak tangisku. Aku menangis.

Tapi aku melihat mereka boda amat melihatku. Apa harus begini hidup? Tidak pernah bahagia.

"Dasar anak durhaka!" Seketika pipiku perih. Aku hanya menangis sambil memegang pipiku. Sakit.

Sudah berapa kali ayah menamparku? 10? 15? Entahlah aku bahkan tak menghitungnya. Aku hanya bisa menangis tanpa ada perlawanan.

Bukankah aku sudah bilang, kalau aku tidak berdaya. Aku hanya anak yang berharap adanya keajaiban. Anak gadis yang menghayal nantinya ada seorang pangeran berkuda putih datang dan menjemputku keistana.

Hah, mungkin aku terlalu berharap yang tidak mungkin terjadi, kenyataannya aku hanya gadis broken home. Cukup.

"Kamu tuh makanya jangan ikut campur urusan kami!" ucap ibu setelah ayah pergi entah kemana.

Aku tak tahu ayah kemana dan kapan perginya. Aku masih saja menangis. Aku tidak kuat dengan semua ini, tapi aku hanya bisa pasrah. Meratapi keajaiban yang akan datang nantinya.

"Sudah kamu pergi kesekolah sana!" Ibu langsung masuk ke kamar. Aku langsung mempersiapkan diri untuk sekolah.

Sebelumnya aku kekamar dulu untuk memakai foundation untuk menyamarkan bekas tamparan ayah dan bekas air mataku.

Aku harus kuat. Bukankah aku sudah seperti ini selama 10 tahun. Menjalani hidup yang sudah membuatku rapuh. Yah, kamu harus kuat Raisa.

•••••

[5] I'm Alpha's Mate! ✔Where stories live. Discover now