"Ayok, Kiara. Make a wish terus tiup lilinnya," ucap Mama dengan semangat. Bahkan, ia terlihat lebih bersemangat daripada aku yang berulang tahun.
Aku mengangguk dan memejamkan mataku untuk mengucapkan permintaanku. Lalu, aku membuka mata dan meniup lilin angka 17 di hadapanku. Suara tepuk tangan langsung terdengar lebih heboh dari sebelumnya.
"Happy birthday, sayang!" ucap Mama sambil mengecup pipiku.
"Thankyou, Ma."
"Happy birthday, Kiara sayang! Kurangin bawelnya ya," ucap Papa dengan jahil sambil memelukku.
Aku tertawa dan membalas, "akan diusahakan ya, Pa."
"Happy birthday, Kak! Makin jelek ya!" ucap Brandon, adik laki-lakiku, dengan jahil.
Tanganku terulur untuk mencubit sebelah pipinya dengan gemas. "Makasih ya, adikku yang lucu ini," sindirku.
Brandon meringis kesakitan. "Kak! Sakit tau gak?" ucapnya sambil mengelus-elus pipinya.
Aku menjulurkan lidahku ke arahnya. "Biarin!"
"Udah, udah. Kiara, potong kue ya," ucap Mama untuk melerai kami sebelum kami benar-benar bertengkar di hadapan banyak orang.
Baru saat itu juga, aku menangkap sosok laki-laki yang kutunggu-tunggu sejak tadi. Akhirnya ia sampai juga. Bibirku langsung tertarik ke atas begitu melihatnya yang begitu tampan malam ini dengan kemeja berwarna biru dongker. Aku pun berjalan menghampirinya. Tapi, langkahku terhenti saat melihat seorang perempuan yang melingkari tangannya di lengan pacarku dengan mesra. Ini hanya sebuah lelucon, bukan?
"Hai, Kiara. Happy birthday ya, sorry gue telat, soalnya gue kena macet," ucapnya dengan santai.
Aku tidak menjawab ucapannya karena pandanganku terfokus pada perempuan di sampingnya. Senyum lebarku sudah hilang dari wajahku.
"Oh, ya, Ra, ini Abel, cewek gue. Bel, ini Kiara," ucap dia lagi sambil tersenyum ke arah 'pacarnya'.
Abel tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arahku. "Hai, happy birthday ya!" ucapnya dengan ramah.
Aku lagi-lagi tidak membalas ucapannya. Siapapun tolong bilang kalau ini semua hanya lelucon. Tolong bilang kalau habis ini ia akan meneriaki kata 'surprise' dan memelukku dengan erat. Tapi, yang kuharapkan tidak kunjung terjadi. Ini benar-benar terjadi.
Ia malah menatapku dengan biasa. Seakan-akan dia tidak melakukan kesalahan apapun. Seakan-akan dia tidak menyakiti perasaanku. Dan sialnya, kenapa dia harus melakukan ini di hari ulang tahunku? Kenapa?
"Kenapa?" tanyaku pelan. "Kenapa lo giniin gue?"
Ia mengangkat sebelah alisnya. "Maksud lo apa, Kiara?"
"Gak usah pura-pura bego. Lo yang bilang gak mau anak-anak lain tau kita pacaran. Tapi, kenapa sekarang lo ngenalin dia sebagai pacar lo? KENAPA?!" Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak berteriak padanya sekarang juga. Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal ini padaku. Aku kira ia tulus menyayangi aku.
"Tunggu, sejak kapan kita pacaran? Kayaknya lo salah ambil kesimpulan atas hubungan kita selama ini, Ra," balasnya. "Kita gak pernah pacaran. Dan ini Abel, pacar gue."
Rasanya hatiku hancur menjadi kepingan-kepingan kecil begitu mendengar balasannya. Aku menatapnya dengan tidak percaya. Aku tidak percaya dia akan mengatakan hal itu padaku. Kenapa aku bodoh sekali bisa percaya padanya selama ini? Kenapa aku tidak sadar bahwa selama ini ia hanya mempermainkan aku? Kenapa aku percaya padanya saat ia berkata tidak mau ada orang lain yang tahu mengenai hubungan kami?
"Lo jahat banget, sumpah. Kenapa mesti hari ini? Kenapa harus di hari ulang tahun gue?" Entah sudah berapa kali aku mengucapkan kata 'kenapa'. Tapi, aku sudah tidak perduli lagi. Aku sudah tidak perduli dengan pandangan orang-orang yang sekarang terfokus padaku. Yang aku ingin tahu adalah apa arti aku selama ini untuknya.
"Jadi, selama ini lo anggep gue apa?" tanyaku lagi sambil berusaha menahan air mataku.
Ia menghembuskan nafasnya dengan berat. "Gue selama ini cuma anggep lo temen gue, Ra. Lo salah nangkep maksud gue kayaknya."
Sudah cukup. Aku sudah cukup mendengar penjelasannya. Semua ini sudah lebih dari cukup untuk hadiah ulang tahunku. Aku tidak mau mempermalukan diriku lebih jauh lagi. Tanpa berpikir dua kali, aku melayangkan tanganku ke pipi kanannya.
"Thankyou udah kasih gue contoh cowok brengsek. Gue bakal inget terus," ucapku sambil berusaha tersenyum manis ke arahnya. Lalu, aku berjalan menuju rumahku. Aku sudah tidak ingin lagi berada di sini.
"Sayang," panggil Mama yang berjalan menyusuliku.
Aku berhenti berjalan. "Kalian lanjutin acaranya aja, Ma. Aku udah capek dan mau istirahat," ucapku sebelum kembali berjalan ke dalam rumah.
Begitu aku sampai ke dalam rumah, aku melepaskan high heelsku dan berlari ke kamarku. Begitu aku mengunci pintu kamarku, tubuhku langsung merosot ke lantai. Air mataku sudah mengalir dengan bebas, merusak makeup yang kupakai.
"Argh!" teriakku sambil memegangi dadaku yang terasa sangat sakit. Aku tidak tahu kenapa sakit hati harus sesakit ini rasanya. Rasanya sakit sekali ketika mengetahui aku dipermalukan oleh laki-laki yang sangat berarti dalam hidupku.
Aku terus menangis dan berharap rasa sakit ini bisa menghilang. Tapi, harapan hanyalah harapan. Rasa sakit itu masih ada. Malah semakin terasa menyakitkan sehingga membuatku sulit untuk bernafas dengan normal.
"Kiara?" panggil Amy dengan pelan. Aku tidak menjawab panggilannya.
"Kiara, buka pintunya dong. Lo boleh bagi rasa sakit lo sama kita. Jadi, kita bisa ngelewatin ini sama-sama," ucap Kate dengan suara hampir menangis.
Aku terdiam cukup lama, menimbang-nimbang apakah aku harus membukakan pintu atau tidak. Akhirnya, aku bangkit dan membuka pintu kamarku. Mereka langsung memelukku dengan erat begitu melihatku.
"Gak papa. Nangis aja, nangis supaya lo bisa lega. Kita bakal temenin lo di sini," ucap Kate yang sudah ikut menangis.
Tangisanku kembali deras. "Sakit. Rasanya sakit, kayak hati gue itu diambil paksa dari tubuh gue."
Mereka tidak berkata apa-apa dan memelukku dengan erat. Kami berpelukan sambil menangis karena satu laki-laki. Ya, hanya karena satu laki-laki yang tidak punya hati.
***
Hi, guys! I am back with a new story. Sorry soal cerita sebelumnya yang gue apus. Ternyata itu cuma ide sekilas yang muncul di otak. Gue emang kadang-kadang suka labil. Tapi, untuk menghindari hal itu terjadi lagi, gue udah make sure kalau gue bakal tamatin cerita ini. Makanya, gue udah berani post. Wish me luck and enjoy! X
YOU ARE READING
Hidden Truth
Teen Fiction"We all have secrets we'll never tell anyone." ••• Kiara trauma akan acara ulang tahun. Ada sebuah kejadian di masa lalu yang membuatnya begitu takut untuk berhubungan dengan acara ulang tahun. Kejadian ini juga yang membuatnya begitu membenci Axel...
• prolog •
Start from the beginning
