DUA

18.9K 538 14
                                    

Daniel meremas kertas yang dipegangnya dengan sebelah tangannya dan menangis dalam diam. Ia tak menyangka bahwa semuanya akan terjadi begitu cepat. Bahkan dengan melakukan itu, Daniel harus membayar semua biayanya apalagi sekarang ini keadaan ekonomi keluarganya sedang tidak baik.

Daniel terduduk lemas diatas ranjangnya dan melipat kertas tersebut. Ia memukul kepalanya berkali-kali. "Dasar bodoh!"

"Kamu terus saja merepotkan kak Desiska, Daniel bodoh!" Geramnya masih setia memukul kepalanya dengan keras.

Desiska yang mengernyitkan dahinya membuka pintu kamar Daniel. Ia melotot dan langsung menghentikan Daniel.

"Berhenti Daniel! Apa yang kamu lakukan?!" Seru Desiska menahan tangan Daniel untuk tidak menyakiti diri sendiri.

"Kak.." Daniel langsung memeluk Desiska dan menangis sejadi-jadinya.

Desiska menjadi bingung, tak mengerti apa yang terjadi dengan adiknya itu. Ia hanya menepuk punggung Daniel berulang-ulang kali untuk menenangkannya.

"Kamu kenapa Daniel? Apa kepalamu masih sakit?" Tanya Desiska lembut setelah tangisan Daniel mereda dan melepaskan pelukannya.

"Kak.. maafin Daniel kak," Daniel memegang kedua tangan Desiska dan menciumnya.

"Kenapa kamu meminta maaf? Kamu gak salah kok," balas Desiska menatap Daniel bingung.

"Daniel terus saja merepotkan kakak, maafin Daniel kak.."

Desiska bertambah bingung, ia melepaskan pegangan Daniel pada tangannya dan mengelus wajah Daniel pelan. "Kamu kenapa sih Daniel? Kakak jadi bingung nih,"

Daniel memberikan kertas tadi kepada Desiska dan tersenyum pahit, "ini kak, hasil check up Daniel."

Desiska mengambil kertas tersebut dan membaca isinya, ia melebarkan matanya betapa terkejut saat membaca isinya. Bahkan ia membaca isi tersebut berkali-kali untuk memastikan.

"Daniel.. i-ini gak mungkin kan?" Desiska masih tidak percaya.

"Itu semua benar kak," sahut Daniel pelan dan tersenyum miris. "Kasihan kakak, harus menjaga Daniel dari kecil sampai besar tapi akhirnya Daniel malah tak berguna."

Desiska menggelengkan kepalanya, "tidak! Tidak Daniel, jangan bicara seperti itu. Kakak gak papa kok, mungkin ini adalah cobaan dari Tuhan. Kamu juga jangan putus asa, pasti ada jalan keluarnya. Percaya sama kakak, kamu pasti bisa sembuh." Ujar Desiska, berusaha memberikan Daniel senyuman walaupun ia ingin menangis.

"Bagaimana kalau semuanya sia-sia saja?" Tanya Daniel ragu-ragu.

"Tidak Daniel, tidak ada yang sia-sia dimata Tuhan. Yang terpenting ialah apakah kita sudah melakukan yang terbaik. Kenapa? Apa kamu takut?" Desiska mengusap pipi Daniel menggunakan ibu jarinya.

Daniel mengangguk pelan dan merasa kagum dengan jawaban sang kakak yang sama sekali tidak mengeluh.

"Tidak apa-apa Daniel," Desiska tersenyum dan mencium kening Daniel. "Kakak akan selalu ada untuk kamu,"

Daniel langsung memeluk kakaknya dan bersyukur kepada Tuhan karena telah memberikannya seorang yang bisa menjadi sandarannya saat ia sedang merasa sedih ataupun kesepian.

"Kamu jangan pikirkan lagi ya," titah Desiska. "Kamu sudah makan?"

Daniel menggelengkan kepalanya dan menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, "kak, tumben pulangnya cepat."

Desiska memutar bola matanya malas, "jadi, maumu kakak pulang telat?" Tanya Desiska berpura-pura menatap Daniel garang.

"Enggak kok," sergah Daniel langsung dan menyengir.

Desiska tertawa lepas mendengar jawaban Daniel dan mengacak rambut Daniel dengan gemas. Daniel terseyum senang mendengar kakaknya tertawa lepas setelah sekian lamanya.

---
Anthony melempar asal ranselnya dan duduk diatas sofa kamarnya. Ia mengambil buku yang ada diatas meja dan membacanya.

"Anthony," seru seseorang dari bawah rumahnya.

Namun, sama sekali dihiraukannya seruan itu. Anthony memilih membaca buku dibandingkan harus menjawab seruan orang tersebut.

"Anthony," seruan itu semakin keras, terdengar sangat berwibawa dan tegas.

Orang tersebut membuka pintu kanar Anthony dan berjalan ke arah Anthony dengan langkah besar. Ia melempar buku yang dipegang Anthony ke sembarang tempat dan menampar pipi Anthony dengan keras.

Rahang Anthony mengatup dan menggepalkan kedua tangannya. Ia berdiri dan menatap orang yang ada dihadapannya dengan tatapan bermusuhan.

"Sudah papa peringati Anthony! Dimana sopan santun kamu?!" Rihan, ayah dari Anthony memarahi putranya.

"Cepat turun kebawah. Sapa nenek kamu!" Tegas Rihan, ia menarik lengan Anthony untuk mengikuti perintahnya.

"Gak!" Sahut Anthony dan menatap Rihan dengan tajam. "Kenapa aku harus melakukannya?"

Rihan melotot dan menarik lengan Anthony untuk ikut turun ke bawah. Namun, namanya Anthony, pria dingin dan keras kepala. Memiliki pendirian yang kuat. Sekali tidak ya tidak!

"Gak!"

"Papa bilang turun ke bawah!" Ulang Rihan yang sudah berhasil menarik Anthony didepan pintu kamar Anthony.

Ya.. walaupun Rihan sudah berumur 40-an, ia masih memiliki tubuh yang bugar.

"Aish," Anthony menepis tangan Rihan dari lengannya dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia mengambil kunci motor beserta ranselnya.

"Anthony, kamu mau kemana?!" Anthony hanya melewati Rihan, ia berlari kecil turun ke bawah dan keluar dari rumahnya. Ia menaiki motor besarnya yang diparkir di teras rumah mewahnya, tak lupa memakai helm dan mengendarainya.

Namun, memang dasar satpam sialan. Kedua satpam yang biasanya menjaga dipos yang dekat dengan gerbang rumahnya menghalangi jalannya. Anthony menggas dengan ancang-ancang hendak menabrak kedua satpam tersebut.

"Aduh den Anthony, jangan keluar den, tuan lagi marah." Bujuk salah seorang satpam tersebut.

Anthony mendecak kesal, ia sekarang sudah tak peduli. Mau mati kedua orang tersebut, bukan masalahnya lagi. Toh, siapa suruh menghalangi jalannya.

Anthony langsung mengendarai motornya dan tepat sekali, pada saat itu kedua satpam tersebut panik dan langsung minggir ke samping. Itu saatnya Anthony keluar dari rumah terkutuknya dan mengebut dengan kecepatan tinggi.

Tapi, selama perjalanan ia sama sekali tidak memiliki tujuan. Mau kemanakah dia? Pulang kerumah? Sungguh bukan pilihan yang tepat. Ada kemungkinan besar bahwa neneknya bakal nginap disana dikarenakan rumah utama keluarganya berada di Amerika.

Anthony menepikan motornya ditepi jalan, ia membuka helm lalu menyibakkan rambutnya. Ia menaruh helmnya diatas jok motor. Anthony meronggoh kantung dan mengeluarkan ponsel. Ia menekan sebuah nomor dan menaruh ponselnya dekat dengan telinga.

Tut

Tut

"Halo," suara seorang pria yang terdengar seperti suara anak-anak itu terdengar dari seberang.

"Lo ada dirumah?" Tanya Anthony langsung.

"Ya, kenapa?" Pria tersebut heran, tidak seperti biasanya Anthony akan menelponnya.

Tit

Anthony tidak banyak berkata, ia memutuskan sambungan teleponnya dan memasukkan ponsel ke dalam ransel. Anthony menaikki motornya dan mengendarai menuju ke tujuan akhirnya.

---
Tbc

Oh My Boy!Where stories live. Discover now