-Thirtieth Rain-

8.4K 960 222
                                    

Pernah merasa sangat lelah seakan-akan seluruh tubuhmu berhenti berfungsi, tetapi kau masih bernapas?

Aku tidak dapat merasakan sesuatu, seakan-akan melayang di atas udara. Pandanganku buram. Hanya beberapa lingkaran cahaya lewat perlahan, dan kelihatannya ada sesuatu yang... mengikat tubuhku.

Mungkin ini semua hanya halusinasi... karena beberapa saat kemudian, aku terjatuh. Gravitasi menarikku dalam kecepatan luar biasa. Dunia menghitam. Aku terjatuh di dalam kehampaan, dan aku masih tidak dapat menggerakkan tubuhku. Angin menerpa wajahku, meniup-niup rambutku dengan ganas. Sebuah jatuh yang lama... air mataku mulai menetes, lalu meninggalkanku terjatuh makin dalam.

Dan aku terbangun.

Kepalaku terasa sangat sakit. Sulit bagiku untuk membuka mata, atau secara tak sadar aku hanya sedang malas. Yah, badanku masih terasa lumpuh tetapi dapat kugerakkan apabila kupaksa. Tidak sakit, tapi sangat melelahkan.

"Kau mau susunya?"

Aku mengerang pelan. Suara itu, suara pemuda yang telah membunuh ayah dan ibuku. Si sialan itu....

"Kalau kau tidak mau, lebih baik buatku saja. Susu itu berharga," sambungnya.

Perutku tiba-tiba melontarkan suara keras. Memalukan. Aku membuka mataku perlahan, sedikit menyipitkannya karena cahaya lampu langsung mengeringkan keduanya, lalu secara tidak sengaja menatap rambut gelap Tom dan wajah murung Gash di seberang kasur.

"Ayolah Erlyn, kau harus bangun," ujar Gash pelan. Rambutnya terlihat lebih acak-acakan dari biasanya. Ia menyenderkan bahunya ke Tom yang membelakangiku. "Jangan terlalu lama tidur. Setidaknya makan dulu, nanti kau lemas. Setelahnya kau boleh tidur lagi. Kasihan perutmu...."

Aku mengubah posisiku, duduk menyandar. "Di mana... susunya?" tanyaku lirih, dan agak berbeda dengan biasanya. Apakah suaraku habis?

"Di rak sebelah kirimu, tempat lampu duduk," jawab Tom datar. Ia belum lagi menoleh ke arahku.

"Oh, Erlyn sudah bangun?!" Sebuah senyum lega terukir di wajah Gash, mengajakku untuk tersenyum pula.

"Iya, sudah...." Aku mengusap-usap wajahku, mengumpulkan semua kesadaranku yang telah tercecer entah ke mana. "Tapi rasanya masih sangat lemas."

"Kau tadi merasa tidak kakimu digelitiki?" tanya Gash.

Aku mengerutkan dahi. "Tidak, tidak sama sekali." Aku menggelengkan kepala. "Tidak, malah aku sepertinya... baru saja mengalami mimpi buruk."

Gash mengangkat kedua alisnya kaget. Tom mendengus, "Sudah kubilang itu ide yang buruk. Mana mungkin seseorang terbangun dari pingsan hanya dengan digelitiki kakinya?"

"Itu karena aku belum mencoba di ketiaknya."

Gash tertawa. Samar-samar, aku dapat mendengar suara halaman dibalik. Ah, apakah Tom sedang membaca buku? Aku teringat akan perpustakaan mininya. Ternyata dia memang kutu buku ya.... Tidak, aku tidak mengatakan menjadi sosok yang rajin membaca alias kutu buku itu buruk. Justru aku menghormatinya. Namun di sekolahku, sosok seperti mereka biasanya ditindas. Tidak secara fisik, tetapi... mereka menganggapnya tidak ada.

Kurang lebih sama sepertiku.

"Itu sama saja, Gash," komentar Tom, dingin seperti biasa.

"Kalau begitu, seharusnya aku mempraktikan apa yang ada di cerita Snow White ya?"

"Snow White?" tanyaku pelan. Lagi-lagi, sesuatu yang asing dari telingaku. Namun sepertinya aku pernah mendengarnya... sekitar, saat aku melewati masa-masa sekolah dasarku. "Apa itu... Snow White?"

PetrichorWhere stories live. Discover now