kedua

7.7K 256 5
                                    


Asallamuallaikum, Oh Sehun :)

°°°




Seperti yang diinfokan ibu soal tiket promo dari jakarta ke jogja. Aku pun memesan tiket yang jumlah bangkunya terbatas. Untung masih bisa beli kalau enggak, aku terpaksa beli kelas lain dengan harga 3 kali lipat dari harga promo.

Namanya tiket promo, kita nggak bisa milih jam keberangkatan. Dari stasiun pasar senen aku berangkat sekitar jam 10 malam. Membuatku yang memang sedang dateline kerjaan menyempatkan diri untuk kerja dulu setengah hari lalu izin pulang kampung.

Sesampainya distasiun jogja, aku melanjutkan perjalanan menuju rumah ibuku dengan bantuan transportasi roda tiga. Bukan bajaj atau bemo tapi becak. Salah satu transportasi yang sudah mulai langka peminatnya.

Jarak rumah antara stasiun kerumah tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 30 menit, becak yang dikayuh oleh pak le Sutarjo tiba dipelataran rumah sederhana milik bapakku.

Diteras rumah bercat putih tua itu, nampak bapakku tengah menyeruput kopi panasnya sambil membaca koran ketika aku turun dari becak dan membayar harga kepada pak le Sutarjo.

"Asalamuallaikum." Salamku didepan pintu gerbang yang tingginya hanya sebatas pinggulku.

Bapakku menurunkan korannya sebatas dadanya ketika mendengar salam dariku.

"Lha, beneran muleh kamu nduk?." Setengah percaya dan tidak bapak menghampiriku dan membukakan pintu gerbang untukku.

"Kalau Hanif nggak pulang nanti yang ada ibu ngambek." Gurau ku yang dibalas bapak dengan tawanya.

Dari pada ibuku, jujur orang yang paling membuatku selalu rindu rumah adalah beliau, bapakku yang nampak semakin tua dengan kerutan mulai nampak terlihat dibeberapa sudut wajah dan anggota tubuh lainnya.

"Dapat kereta jam piro mu bengi?." Tanya bapak sembari menggiringku masuk kedalam rumah.

"Jam 10 pak." Jawabku.

"Mana ibu? Katanya nyuruh Hanif pulang. Tapi kok nggak nyambut Hanif." Kataku merajuk ketika mendapati kondisi rumah nampak sepi.

Tidak seperti biasanya ketika aku mengabari akan pulang, maka ibuku adalah orang yang paling antusias menanti kedatanganku.

"Sehabis nyeduhin bapak kopi tadi pagi, ibumu langsung pamit kepasar beli sayuran untuk nanti sore." Jelas bapak membuat keningku mengkerut begitu saja.

"Memang nanti sore mau ada apa, pak?." Tanyaku penasaran.

Masalahnya adalah, ibu tidak pernah seantusias begini. Sampai rela pergi pagi pagi kepasar hanya untuk belanja. Biasanya, ibu pergi kepasar diatas jam 9 pagi.

"Wes. Ndang istirahat. Ngobrolnya nanti saja, ya?." Bapak justru mengantarkanku kekamar tanpa mau menjawab rasa penasaran yang sudah bersarang dikepala.

***

Aku terbangun ketika hari beranjak sore. Matahari berwarna orange langsung menyambutku. Ku toleh jam didinding kamar. Rupanya sudah hampir seharian aku tidur.

"Eh, kirain kamu belum bangun."

Aku menoleh ketika mendengar suara ibuku dari balik pintu kamarku. Ibu tersenyum dengan kepala menyembul. Hal yang jarang ku lihat dari ibu adalah senyumannya. Biasanya, meski aku sudah tinggal jauh dari beliau, ketika aku pulang tetap saja aku akan menjadi santapan hangat untuk dimarahi. Apalagi aku tidur seharian seperti yang ku lakukan hari ini.

"Lho, kamu kok malah pake baju begitu?."

Ibu masuk kedalam kamar. Melihat penampilan ku sehabis mandi yang hanya mengenakan celana pendek diatas lutut juga kaos ketat melekat ditubuhku.

MARRIED Mr. OhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang