13. Citra Kehilangan Macaroon Mahalnya dan Andy

Start from the beginning
                                    

Keira memegang bahuku, "Hei, tinggalah sebentar. Akan kubuatkan cokelat panas."

"Terima kasih banyak, tetapi saya sudah merepotkan. Sekali lagi, saya minta maaf, Keira."

Aku berjalan keluar rumah kediaman Pambudiega sambil membawa piringan macaroon. Ya, Tuhan, aku bersikap menggelikan di depan Andy. Mungkin si Cantik Citra benar. Aku ini sama sekali kontras dengan Capitol. Memang seharusnya aku tidak menemui Andy.

"MENGAPA AKU SEBODOH ITU?!" teriakku sambil memakan macaroon milik si Cantik Citra. Jika saja macaroon ini tidak enak, mungkin aku sudah gila.

"Hei!"

Aku menoleh ke belakang. Sialan, itu Andy. Mungkin dia akan mengakhiri pertemanan busuk ini. Kenapa aku sebodoh ini? Tidak, aku tidak bodoh dan aku tidak mau mengakhiri apapun yang terjadi antara diriku dan Andy!

"Andisa! Tunggu!"

"Andy? Hai, sudah lama tak bertemu." ucapku dengan muka tanpa dosa. (Dibaca: idiot dan bodoh)

"Kau kan ... baru saja keluar dari rumahku."

"Oh, ya, Tuhan! Bagaimana aku bisa lupa?! Hahaha!" balasku dengan nada terlalu semangat.

Saat aku bilang semangat, lebih seperti anak kecil yang diberi manisan cokelat batangan. Sungguh, ini mengingatkan pada tumpukan lemak Reno.

Ya, Tuhan. Apa yang salah denganku?!

Andy menatapku dengan tatapan aneh, tatapan yang lebih mirip dengan apa-kau-baik-baik-saja, "Apa aku barusan mendengar seorang Andisa berbicara seperti remaja perempuan pada umumnya?"

Disa, kuatkanlah dirimu. Disa, kau bisa berhadapan dengan si senyum kuda ini. Jangan tatap matanya, makan macaroonmu–secara teknis macaroon punya si Cantik Citra–berpalinglah.

"Terserah." ucapku.

Hore, Disa yang asli kembali!

"Nah, ini baru Andisa yang aku kenal." komentar Andy sambil tertawa pelan.

"Kau ini kenapa sih? Datang ke rumahku, memberikanku cupcake, mengambil macaroonku–"

Aku memotong kalimatnya, "Secara teknis, itu milik si Cantik Citra."

"Iya, iya, punya Citra. Nah, kan. Itu punya Citra, kenapa kau mengambilnya?"

"Enak." kataku sambil mengambil macaroon berwarna mint yang masih ada di piring yang ada di tanganku.

"Jadi, kau memberiku cupcake cokelat dan mengambil macaroonku–"

"si Cantik Citra." potongku dengan tidak peduli.

Andy memutar bola matanya, lalu tersenyum seolah dia berhadapan dengan anak kecil, "Macaroon milik Citra. Andisa, kau harus berhenti memotong kalimatku."

Aku menatapnya dengan tidak peduli. Dia pun melanjutkan kalimatnya, "Jadi, kau memberiku cupcake cokelat dan mengambil macaroon milik ..."

Andy menatapku yang memberi penekanan pada kata, "... Citra?"

"Ya, maaf saja. Aku tahu cupcake cokelat murahanku yang memuaklan tidak sebanding dengan macaroon super mahal milik si Cantik Citra–"

"Tunggu, tunggu, tunggu. Ini saatnya untuk memotong kalimatmu."

"Apalagi?"

"Kenapa kau selalu memanggilnya si Cantik Citra?" tanya Andy dengan mukanya yang, ugh, menjengkelkan. (Dibaca: menawan)

"Karena dia cantik dan ... mampu membeli macaroon yang mahal dan super enak ini! Ya, Tuhan, Andy, kau sungguh menyebalkan!" Aku berjalan dengan cepat, menghindari celotehan yang akan membela Citra. Awalnya saja, dia bilang dia tidak suka dengan si Cantik Citra tapi lama-lama, cih. Amit-amit.

Andy berteriak, "Hei."

"Apa lagi?!"

Andy memamerkan senyum kudanya, "Kau terlihat sangat lucu kalau sedang cemburu."

"Aku tidak cemburu!"

"Iya, kau tidak cemburu. Tapi kau manis." ucapnya dengan penuh tatapan menyeringai.

"Kau gila."

"Seharusnya, kau mengucapkan 'kau gila', lalu aku mengucapkan 'kau manis' seperti biasanya. Sepertinya kali ini aku terlalu cepat." ucapnya dengan muka tanpa dosa. (Dibaca: kali ini benar-benar terlihat tanpa dosa)

Aku tertawa pelan. Dia juga. Pelan-pelan, senyum mengembang di bibirku. Dia juga.

"Aku harus pulang." kataku sambil berjalan ke arah yang berlawanan.

"Hati-hati, Andisa." ucapnya, aku merasakan senyumannya tanpa harus melihat ke arahnya.

"Oh, ya, Andisa!" teriak Andy, membuatku menoleh kearahnya.

Aku membalas, "Apalagi?"

"Terima kasih atas usahamu membuat ibuku membenci Citra dan cupcake cokelat murahan buatanmu yang sama sekali tidak murahan."

Aku mengangguk sambil memeluk piring kosong yang macaroon-nya tidak aku sadari sudah kumakan sampai habis.

Aku masih mengingat setiap kata-katanya yang membuatku tersenyum seharian.

Terima kasih kembali, Andy si senyum kuda ditambah muka tanpa dosa yang terkadang terlihat bodoh dan idiot.

<3

nah loh. andy bisa gitu ya.
ah so kyut ga si? apa so cheesy?

tauk.

s a l a m  – s q u a c k

Andi dan AndyWhere stories live. Discover now