10. Aster tapi Bukan Bunga

3.1K 318 14
                                    

selamat membaca, sayang.

<3

Apa kau masih ingat saat aku pernah bilang kalau Andy itu orang yang pemaksa? Ya, tentu saja. Itu adalah poin penting untuk mengidentifikasikannya sebagai total jerk.

"Andisa, apa kau suka disini?"

"Hm."

"Ayolah, Prawira. Kau sangat–"

"Apa?"

Andy menoleh kearahku, "Apanya yang apa?"

"Aku sangat apa?"

Apa maksudnya aku payah? Aku tahu apa arti kata payah, dan aku paham betul kalau diriku ini super payah. Aku paham, belum berarti mau kan? Ingin aku melarang orang-orang macam Andy–orang terkenal tetapi tidak punya hati–untuk tidak mengatai diriku.

Wow, aku baru sadar, itu adalah salah satu alasan mengapa Andy adalah orang yang menyebalkan.

"Lupakan."

Jalan-jalan di tengah aspal perumahan rumah ini benar-benar aneh. Sunyi. Diam. Sepi. Dingin. Kasur di rumah lebih terlihat nyaman. Dan ditemani Andy, kegiatan ini benar-benar akan menyia-nyiakan kesabaran dan energiku.

"Kenapa sih, kau jarang tersenyum?" Andy memasukan tangannya ke kantong jaket baseball-nya. Lihatkan, pemain basket tetapi memakai jaket baseball. Idiot.

"Bukan urusanmu."

Ini kemauanku untuk tersenyum atau tidak. Dasar aneh.

"Aku punya adik, sebelum Cecilia. Dulu. Kayak Reno, tapi perempuan. Namanya Aster." Ia tersenyum seperti melihat benda indah di depannya, "Lucu sekali, pendiam, selalu menemaniku saat aku bermain basket, walau dia cuma duduk sambil baca novel."

"Sepertimu."

Aku cuma memainkan ujung sweaterku. Tidak ingin menganggu ceritanya.

"Tapi, Tuhan memang baik. Tidak membiarkannya kesakitan terus. Aku bersyukur karna itu."

Aku melirik kearahnya, "Kehilangannya bukan berarti kau tidak lagi memilikinya."

"Hari ini, hari ulang tahunnya." Lagi-lagi ia tersenyum.

Secara otomatis, aku bertanya, "Kau bawa kado untuknya?"

Kau bodoh, Dis. Sangat bodoh. Kau bertanya tentang kado kepada kakak seorang perempuan yang sudah meninggal.

"Ini." Dia mengeluarkan 3 tangkai bunga Lily, "Ibuku menamainya Aster karna dia suka bunga Aster. Alih-alih, dia malah menyukai bunga Lily. Sangat lucu, bukan?" Dia tertawa yang terlihat super palsu.

"Sebaiknya, kau pulang saja." ucapnya.

Aku memasang muka bingung.

Dia menatap mukaku hingga memahami paras kebingungan perempuan payah di depannya, yaitu aku, "Tenang saja, Prawira. Aku tidak akan merusak pintumu lagi. Tidak akan ada warna lilac maupun maroon. Tenang." Dia terkikih, kenapa tiba-tiba kikihannya enak untuk didengar?

Aku mengangguk, " Sini. Aku antar." ucap Andy sambil berjalan di sebelahku.

"Oke."

Andy berjalan dengan cepat, membuatku mengikuti jalannya yang cepat. Kuingkatkan, aku ini bukan orang yang atletis. Nafasku tersengal-sengal walaupun ini hanya jalan dengan kira-kira kecepatan 2km/jam.

Ini efek dari baguette dan blue cheese sauce yang kemarin malam ibu buat untuk midnight snackku dan Reno. Makan malamku masih tersisa di perutku.

Halo, ini masih jam 2 lebih 36 menit 49 detik, jam tanganku itu sangat akurat. Tentu saja baguette yang super enak itu masih belum tercerna di perutku. Kau butuh minimal 30 menit setelah makan sebelum beraktivitas berat. Dan menurutku, jalan di tengah malam ini merupakan aktivitas yang super duper berat sekali untukku.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Andy yang sadar dengan nafasku yang berat, "Apa kau butuh istirahat?"

Dia juga punya hati. Plot twist yang hebat. Kuurungkan niatku untuk memasukkannya ke daftar orang brengsek.

"Bagaimana kau tahu?"

"Tentu saja aku tahu. Kau bernafas seperti gajah yang bertelur."

"Gajah itu mamalia, vivipar. Mana mungkin–"

"Aku tahu itu. Tutup mulut pintarmu dan bernafaslah dengan tenang."

Aku memutar bola mataku dan mengatur nafasku. Baru saja aku memujinya, dia sudah berubah kembali normal. Andy menyuruhku untuk duduk. Dia juga.

"Dimana Aster?" Ada miliyaran pertanyaan dan aku menanyakan tentang adiknya, kau sangat pintar, Andisa. Dia akan berubah berubah menjadi melankolis lagi.

Andy menoleh kearahku, "Kau ini aneh ya? Tentu saja kuburan." Dia tertawa.

"Aku ikut."

<3

Aku terbaring di kasurku. Terpikir apa yang terjadi di kuburan tadi. Aku tahu, kata kuburan merusak momen itu, tetapi biarkan menjelaskannya secara singkat.

Andy menjadi terbuka tentang adiknya, Aster. Aku dan Andy berjalan ke kuburan. Aku muntah dan Andy malah memakaikan jaketnya kepadaku. Andy menaruh buket bunga itu di tempat Aster dimakamkan. Andy menangis sedikit dan menggandeng tanganku.

Ini pertama kalinya seorang Andy Pambudiega terbuka tentang kehidupannya dan memakaikan jaket untukku dan menggandeng tanganku. Oh, Aster, entah aku harus bersyukur tentang perubahan kakakmu atau tidak.

Kuburan terasa seperti taman bunga penuh cinta.

<3

ughh baper. andisa alay ah kayak gak pernah disepik.

s a l a m – s q u a c k

Andi dan AndyWhere stories live. Discover now