Enam Belas

2.7K 438 1
                                    

Zac mulai memutar botol plastik bekas minuman soda di atas meja. Botol plastik itu terus berputar, dan perlahan mulai melambat. Botol plastik itu akhirnya berhenti berputar, dan bagian ujung tutup botolnya mengarah ke arahku. Oh, sial.

"Oh, kebetulan sekali." ucap Zac.

Kedua teman pengikutnya--Flint dan Danny--terlihat senang saat tutup botol plastik itu mengarah ke arahku. Entah mengapa aku mulai merasa agak gugup sekarang. Ingatlah, Luke, ini hanya sebuah permainan.

Zac mulai melihat sekitar kafetaria. Aku tidak tahu Dare apa yang akan dia berikan padaku. Yang jelas, sekarang, sebisa mungkin aku harus menyembunyikan rasa gugupku.

Zac kembali menatapku dengan seringaiannya. "Baiklah, aku mau kau menginap di rumah gadis yang sedang bersama laki-laki berambut warna-warni itu."

Dia mengangguk mengisyaratkan ke arah gadis itu. Aku mengarahkan mataku ke arah gadis yang dia maksud.

Oh, baiklah, dia Lana.

Entah mengapa aku sedikit bernapas lega saat mengetahui gadis yang dimaksud Zac adalah Lana. Tapi tetap saja itu hal yang gila. Aku sudah jarang berbicara dengan Lana. Dan, BOOM! Aku tiba-tiba datang ke rumahnya meminta untuk menginap di sana. Bukankah itu aneh?

Tapi, jujur, aku memang suka pada Lana. Mungkin ini cara terbaik untuk mendekatinya kembali.

"Tiga hari," tambah Zac.

"Aku juga mau kau berkencan dengannya." tambah Flint.

"Dan menciumnya." tambah Danny.

"Apa?" tanyaku terkejut. "Tapi aku kira aku hanya mendapat Dare dari kau saja, Zac."

"Mereka ikut permainan ini juga, kan? Jadi mereka berhak memberimu Dare juga." ucap Zac.

Sial.

"Kalau kau tidak melakukannya, aku dan kedua temanku ini akan melakukan sesuatu yang tak pernah kau pikirkan sebelumnya." ucap Zac menatapku serius dan begitu juga kedua teman pengikutnya.

Aku berpikir sejenak sambil melihat mereka bertiga secara bergantian. "Baiklah. Aku akan lakukan semua Dare yang kalian bertiga berikan."

Mereka tersenyum, lalu Zac menepuk pundakku. "Baiklah, Luke, aku berharap kau benar-benar melakukannya. Jika tidak, kau tahu konsekuensinya."

***

Michael's POV

Setelah mendengar cerita Luke tentang permainan Dare itu, jujur, aku agak terkejut. Aku--atau mungkin hampir semua orang di sekolah--memang sangat benci pada Zac karena sikapnya yang suka mem-bully murid-murid biasa di sekolah. Untungnya, Zac belum pernah mem-bully-ku. Kau tahu, aku sangat bersyukur akan itu.

Aku melihat ke arah langit yang mulai mendung. Aku baru ingat jika aku harus pulang cepat hari ini. Pamanku akan datang ke rumah sore ini, dan keadaan rumah memang sedang kosong hari ini. Biasanya Ibuku ada di rumah. Tapi hari ini Ibuku harus bertemu dengan teman lamanya dan mungkin akan pulang terlambat. Jadi Ibuku memintaku untuk pulang cepat sebelum pamanku sampai di rumah.

"Aku baru ingat aku harus pulang cepat hari ini." ucapku sambil berdiri.

Luke menoleh ke arahku, lalu dia berdiri juga. "Baiklah. Aku rasa aku juga harus pulang."

"Jadi... apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanyaku sebelum melangkah pergi.

Luke menghela napas dan menggeleng. "Aku belum tahu."

"Baiklah, kalau begitu," ucapku menepuk pundaknya, "sampai ketemu besok, Luke."

"Um, Michael," panggil Luke, "apa kau tahu dimana Lana? Apa mungkin dia sudah pulang, ya?"

"Aku tidak tahu. Aku sudah tidak melihatnya sejak bel pulang berbunyi tadi," ucapku. "Kau tahu, kau bisa hubungi dia. Itulah gunanya ponselmu."

Luke tertawa kecil. "Kau benar. Baiklah, sampai ketemu besok."

Aku menggangguk kecil dan mulai melangkah meninggalkan Luke. Baiklah, mungkin aku harus memberitahu soal ini pada Lana besok.

***

Author's POV

Hari ini Lana terlihat sendirian di depan lokernya. Dia sesekali melihat ke arah loker Luke sambil mengambil beberapa buku dari dalam lokernya. Luke seharusnya sudah berada di sekolah dan mungkin sedang mengambil buku-bukunya dari dalam loker sekarang. Tapi, sampai detik ini, Luke tidak terlihat melakukan hal itu di sana.

"Kau sedang mencari Luke, ya?" tanya seseorang yang membuat Lana menoleh ke arah sumber suara.

Lana melihat Michael yang sedang membuka pintu lokernya. "Tidak,"

"Jangan bohong padaku." ucap Michael sambil mengambil sebuah buku dari dalam lokernya.

Lana hanya terdiam. Lana sudah berjanji untuk tidak memikirkan Luke lagi sampai Luke membuktikan jika dia benar-benar suka dan sayang padanya. Tapi Lana merasa hal untuk-tidak-memikirkan-Luke gagal dilakukannya.

Michael menutup pintu lokernya dan menatap Lana. "Kemarin aku bertemu dengannya. Dia berkata kalau dia mau serius denganmu."

"Omong kosong."

Michael menghela napas. "Dia terlihat serius saat berbicara hal itu. Apa salahnya kau lupakan saja permainan Dare itu."

Lana menutup pintu lokernya. "Aku akan menganggapnya serius sampai dia membuktikannya."

Tepat setelah Lana berbicara, bel pelajaran pertama berbunyi. Lana langsung melangkah meninggalkan Michael untuk menuju kelas Bahasa. Saat sampai di kelas, Lana melihat ke arah bangku depan--bangku Luke lebih tepatnya. Bangkunya kosong. Tidak ada Luke yang biasanya sudah duduk manis di sana. Lana melewatinya dan duduk di bangku biasa. Perasaannya kini sedang beradu antara khawatir dan tidak peduli terhadap Luke.

****

Kemana tuh si luke? Wqwq

Maap weh slow update :')

3 Days // lrhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang