Sepuluh

3.1K 505 51
                                    

***

Aku melihat jam dinding yang tergantung di dinding di atas TV. Sekarang sudah pukul 10:30. Seharusnya Ashton sudah sampai di rumah.

Saat ini aku sedang duduk sambil menonton TV--aku sendiri tidak yakin sedang menonton apa sekarang. Luke juga duduk di sampingku. Sebenarnya aku agak kesal dengan Luke karena masih merahasiakan alasan kenapa dia menginap di sini.

"Aku bosan." gumam Luke.

Aku tidak menanggapinya dan hanya terdiam. Aku bisa melihatnya sedang merapikan rambutnya dari sudut mataku. Jujur, sebenarnya aku juga bosan.

"Kau marah padaku?" tanya Luke tiba-tiba.

Marah? Tidak. Aku hanya kesal padamu, Luke.

"Tidak," jawabku singkat.

Aku bisa mendengar Luke menghela napas. Dia bangkit dari sofa. Entah mengapa aku menoleh ke arahnya yang kini mulai melangkah. "Kau mau kemana?"

Luke berhenti melangkah dan menoleh ke arahku. "Aku mau ke kamar mandi. Kau mau ikut?"

Benarkah aku boleh ikut, Luke?

Belum sempat aku menjawab, dia sudah melangkah kembali sambil tersenyum menahan tawa. Aku mengalihkan pandanganku dan melihat kembali ke arah TV. Tak lama, terdengar suara pintu terbuka. Aku sudah bisa menebak itu pasti Ashton.

"Untunglah kau menjaga rumah dengan baik." ucap Ashton sambil duduk di sampingku dan bersandar ke sandaran sofa.

"Bagaimana acara perkemahannya?" tanyaku sambil menatapnya.

"Menyenangkan," jawab Ashton, "tapi juga melelahkah."

Aku mengangguk. "Ash, aku mau berbicara sesuatu."

Ashton mengangkat sebelah alisnya dan melirik ke arahku. "Apa?"

"Ada seseorang yang menginap di rumah kita,"

Ashton langsung menoleh ke arahku. "Siapa? Michael?"

Aku menggeleng. "Dia teman sekelasku di kelas Bahasa,"

"Siapa? Aku tidak tahu siapa saja temanmu di sekolah. Aku hanya mengenal Michael." ucap Ashton

"Dia Luke." ucapku.

"Luke? Dia laki-laki?" tanyanya.

"Tentu saj-"

Aku berhenti berbicara saat melihat Luke yang baru saja kembali dari kamar mandi berdiri di samping kanan Ashton yang sedang duduk bersandar. Luke menatapku sejenak dan dia seakan sudah mengerti apa yang sedang terjadi.

Ashton yang menyadari kehadiran Luke langsung menoleh ke arah samping kanannya. Luke tersenyum pada Ashton. "Um, hai. Kau pasti kakaknya Lana."

Ashton mengubah posisi duduknya menjadi duduk tegak sambil masih melihat ke arah Luke. Baiklah, aku berharap Ashton menyukai kehadirannya.

"Oh, hai. Ya, aku kakaknya Lana. Kau pasti temannya Lana, kan?" tanya Ashton.

"Ya. Aku Luke. Aku satu kelas dengan Lana di kelas Bahasa." ucap Luke sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Lana sudah memberitahunya tadi. Omong-omong, aku Ashton." ucap Ashton menjabat tangannya singkat. "Baiklah, sebaiknya aku istirahat dulu. Kau tahu, aku baru saja dari acara perkemahan dan perjalanan dari lokasi perkemahan ke sini lumayan jauh. Apalagi aku yang menyetir mobil."

Luke mengangguk. "Itu pasti sangat melelahkan."

"Kalian berdua pasti mau berbicara lagi, kan?" ucap Ashton sambil kembali menatapku, lalu mengedipkan sebelah matanya.

Baiklah, Ash, apa maksudmu mengedipkan sebelah matamu padaku?

Ashton bangkit dari sofa. Setelah dia sudah berjalan beberapa langkah, dia berbicara, "Aku tidak keberatan kalau temanmu ada di rumah."

Aku dan Luke saling menatap setelah mendengar perkataan Ashton. Kemudian Luke kembali duduk di sampingku. "Dia ramah."

"Tentu saja. Dia kakakku." ucapku.

Luke menatapku. "Jadi kau tidak cemas lagi sekarang?"

"Sebenarnya aku masih cemas,"

"Apalagi yang kau cemaskan?" tanyanya.

"Kau," jawabku singkat.

Luke menghela napas. "Kau tak perlu mencemaskan aku. Aku baik-baik saja."

Ya, dia memang terlihat baik-baik saja. Tapi bisa saja dia pintar menyembunyikan perasaannya. Entah mengapa aku merasa dia agak aneh sekarang.

***

Terdengar tiga kali ketukan di pintu kamarku, lalu seseorang membuka pintunya. Aku menoleh ke arah pintu dan melihat Ashton yang mulai melangkah masuk ke dalam kamarku. "Apa aku mengganggumu?"

"Apa kau tidak lihat aku sedang mengerjakan PR?" tanyaku sambil melihat kembali ke arah rumus-rumus yang terdapat di atas kertas buku Matematika yang sama sekali aku tidak mengerti.

"Baiklah. Aku tahu. Aku tidak buta. Omong-omong, PR apa?" tanyanya sambil menutup pintu kamar, lalu duduk di atas tempat tidurku.

"Matematika,"

"Baiklah. Untuk Matematika, aku tidak bisa membantumu." ucap Ashton.

Aku tahu itu, Ash. Siapa juga yang ingin meminta bantuanmu?

Ashton berdeham. "Kenapa kau tidak meminta bantuan Luke?"

Sial. Benar juga. Luke, kan, pintar Matematika. Pasti dia sedang mengerjakannya juga sekarang. Kenapa aku tidak memikirkan itu?

"Benar juga,"

"Aku tahu kau suka padanya." ucap Ashton tiba-tiba.

Aku menoleh ke arahnya. "Bagaimana kau tahu itu?"

"Sudah jelas. Temanmu itu memang tampan," ucapnya terhenti.

Apa?

Aku tidak menyangka kakakku akan mengatakan itu. Seumur hidupku aku tidak pernah mendengarnya berbicara seperti itu.

"Jangan berpikiran yang aneh dulu. Aku masih normal," lanjutnya buru-buru. "Lagipula aku masih lebih tampan."

Aku memutar bola mataku. Rasanya aku ingin muntah mendengar kata-kata itu. Dia memang selalu terlalu percaya diri.

"Pantas saja kau membiarkannya menginap di rumah," ucapnya. "Sejak kapan dia menginap di sini?"

"Sejak Jum'at malam," jawabku.

Ashton mengangguk. "Omong-omong, kenapa kau tidak pernah berbicara tentang Luke padaku?"

****

Part ini gadanta bat wkwk

Btw, buat cast yang jadi Lana, kalian bayangin aja cewek bule agak mirip Ashton terus rambutnya brunette panjang sebahu.

Kebayang ya?

Ok sip.

3 Days // lrhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang