Sebelas

3.2K 518 75
                                    

"Kau ini penasaran sekali, Ash." ucapku.

"Aku harus tahu laki-laki yang sedang disukai adik perempuanku ini. Jika dia berbuat macam-macam, aku bisa membuat perhitungan padanya." jelas Ashton.

Baiklah, itu baik sekali. Maksudku, seorang kakak--seburuk apapun sikapnya--pasti selalu ingin melindungi adiknya.

Aku menutup buku Matematika dan beranjak dari kursi sambil membawa buku itu dan sebuah pensil. Ya, aku bermaksud untuk mengerjakannya bersama Luke.

"Kau mau kemana?" tanya Ashton.

"Aku mau mengerjakan PR sialan ini dengan temanku yang tampan," jawabku.

"Tapi aku belum selesai berbicara," ucap Ashton yang masih duduk di atas tempat tidurku.

"Tapi PR lebih penting daripada obrolanmu," ucapku sambil berjalan menuju pintu kamar dan membukanya.

Aku meninggalkan Ashton di kamarku sendirian dan menuju kamar tamu. Aku mengetuk pintunya. Tak lama, pintu terbuka dan aku melihat Luke yang menatapku sambil mengangkat kedua alisnya. Aku menunjukkan buku Matematika padanya dan tersenyum. "Aku butuh bantuanmu."

"Baiklah," ucapnya, "masuk."

Aku melangkah masuk, dan, ya, kamar tamu tidak banyak berubah. Dia menaruh barang-barangnya dengan rapi.

Aku duduk di kursi meja dan menaruh buku Matematika di atas meja. Aku melihat Luke memindahkah tas ransel yang berada di atas kursi di samping meja ke lantai, lalu ia mengangkat kursi itu dan menaruhnya di sampingku.

Aku membuka bukunya ke halaman yang sudah aku tandai tadi. "Kau sudah mengerjakan PR ini?"

Luke duduk di kursi yang ia pindahkan tadi. "Ya. Baru saja aku selesaikan."

Aku hanya mengangguk. Dia rajin sekali.

"Jadi yang mana yang kau tidak mengerti?" tanyanya sambil melihat ke arah buku Matematika yang terbuka.

Aku menghela napas. "Yang ini,"

Aku menunjuk beberapa nomor soal di buku itu, lalu Luke mulai menjelaskannya. Aku sesekali menatapnya, dan aku teringat dulu saat kelas satu aku pernah memintanya untuk mengajariku Matematika dan dengan senang hati dia mengajarkanku. Aku tidak akan pernah melupakan itu.

Saat ini aku tidak yakin jika aku sepenuhnya mendengar penjelasannya. Dia terlihat hot saat menjelaskannya. Tapi aku mencoba untuk tetap fokus dan sesekali menulis yang ia jelaskan di buku itu.

"Kau mengerti?" tanya Luke setelah selesai menjelaskan soal terakhir yang aku tidak mengerti.

"Ya, lumayan," jawabku sambil masih menulis jawabannya.

Aku bisa merasakan jika dia menatapku sekarang. Aku tahu itu sudah jadi hal yang biasa bagiku. Tapi entah mengapa kali ini aku merasa agak gugup ditatapnya.

"Lana," panggilnya.

Aku menatapnya, dan, ya, lagi-lagi jarak wajahnya dengan wajahku sangat dekat. "Apa?"

Luke melihat bibirku dan kedua mataku secara bergantian. "Aku suka padamu."

Apa aku tidak salah dengar? Aku seharusnya rajin ke dokter THT untuk memeriksa pendengaranku.

"Kau pasti bercanda." ucapku.

"Tidak. Aku benar-benar suka padamu, Lana." ucapnya.

Ini tidak mungkin.

Belum sempat aku berbicara, Luke mencium bibirku. Luke. Mencium. Bibirku. Aku tersentak dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku bahkan tidak bisa berpikir sekarang. Aku tidak mungkin melepaskan ciumannya. Sial. Apa aku sedang bermimpi lagi?

Aku memejamkan mataku, dan ada sesuatu dalam diriku yang mendorongku untuk membalas ciumannya. Luke membawa ciuman kami ke level yang lebih panas. Aku tidak menduga dia akan melakukan hal ini.

"Bilang saja kau mau bermesraan dengan temanmu yang tampan itu." ucap seseorang dari luar kamar. Aku tahu itu suara Ashton.

Dan sial, sepertinya Luke lupa menutup pintu kamar tadi.

"Wow," ucap Luke setelah aku melepaskan ciumannya.

"Sebaiknya aku kembali ke kamarku." ucapku lalu meraih buku Matematika dan beranjak dari kursi. "Omong-omong, Thanks."

"Thanks? Untuk ciumannya?" tanya Luke sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Untuk bantuan mengerjakan PR sialan ini,"

"Baiklah," ucap Luke sambil tersenyum, "selamat malam, Mrs. Hemmings."

Aku memutar bola mataku dan tersenyum. "Selamat malam juga, Mr. Hemmings."

Aku keluar dari kamar tamu dan masuk ke dalam kamarku. Aku meletakkan buku Matematika dan pensil di atas meja belajar. Lalu aku berbaring di atas tempat tidur. Aku menghela napas, dan, ya, pikiranku terus memutar kejadian Luke menciumku tadi. Aku masih tidak percaya seorang Luke Robert Hemmings--laki-laki yang sejak kelas satu SMA aku sukai--melakukan hal itu padaku.

***

"Hei, Luke! Jaga adikku baik-baik, ya?" ucap Ashton setelah aku dan Luke keluar dari mobil. Ya, kami baru saja sampai di sekolah. Ashton dengan senang hati mengantarkan kami ke tempat menyeramkan dan membosankan ini. Tapi kurasa sekarang tempat ini tidak lagi seperti itu. Dan, ya, hari ini Luke sudah tidak menginap di rumahku lagi--atau dengan kata lain dia akan kembali ke rumahnya. Waktu memang berlalu sangat cepat.

Luke merangkulku dan mengacungkan ibu jari tangan kanannya sambil tersenyum pada Ashton. Dengan canggung, aku hanya memberikan senyuman tipis pada Ashton. Baiklah, Luke merangkulku di lingkungan sekolah.

Ashton mulai melajukan mobilnya, dan aku dan Luke mulai melangkah masuk ke dalam gedung sekolah. Luke berjalan di sampingku, dan itu membuat beberapa orang yang berada di lorong sekolah melihat ke arah kami. Rasanya memang canggung berjalan berdampingan dengan seorang Luke Robert Hemmings di sekolah. Kau tahu, Luke lumayan populer di sekolah.

"Hari ini kau ada kelas Sejarah, kan?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk sambil menatapnya sekilas. Baiklah, dia bahkan tahu itu. Apa dia sudah lama mengetahui jadwal kelasku di sekolah?

Saat sampai di lorong loker, aku melihat Michael sedang mengambil buku dari dalam lokernya. Aku bertaruh dia pasti akan terkejut saat melihat aku bersama Luke berjalan berdampingan sekarang.

"Michael!" panggilku saat aku sudah berada di dekatnya.

Michael menoleh ke arahku, kemudian ke arah Luke yang berada di sampingku. Dia melihat Luke seperti dia baru saja melihat hantu. Kemudian dia menatapku dan memberiku tatapan, "Apa yang telah terjadi?".

****

Cover balu ni :-)

3 Days // lrhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang