Chapter 2

852 35 0
                                    

Gain berjalan mengendap-endap layaknya maling. Suasana koridor sekolah pagi itu yang sangat ramai membuatnya seperti seorang buronan yang sedang dikejar-kejar polisi. Kepalanya celingukan ke sana kemari memastikan kalau dia akan aman.

Aman? Yang benar saja.

Bagaimana bisa aman kalau kemarin dia baru saja menampar seseorang yang sangat populer di sekolah. Pastinya orang itu tidak akan tinggal diam. Apalagi, mengingat begitu banyaknya cewek yang rela melakukan apa saja untuknya. Gain bisa bonyok kalau sampai dikeroyok siswi satu SMA Nasional.

"Nyariin siapa sih?" Gain terlonjak ketika mendengar suara yang tiba-tiba menyapa telinga kanannya.

"Ngagetin aja lo, Man."

Iman hanya nyengir melihat expresi Gain yang kayak habis melihat setan. Kemudian dia mengikuti gerakan Gain, celingak-celinguk tidak jelas.

"Lo ngapain lagi?" heran Gain karena Iman mulai mengikuti gerak-geriknya.

"Lah elo ngapain?"

"Yeee, ditanya malah balik nanya." Gain jadi kesal karena Iman membalikkan pertanyaan.

"Hoe, kalian ngapain di situ?" Suara cempreng bak terompet marching band membuat kedua orang itu menoleh. Namun, mereka tak begitu memedulikan si pemilik suara.

Ifo berjalan cepat menghampiri dua sahabatnya yang sedang berdempet-dempetan di pojokan.

"Heh, kalian budek apa gimana sih, ditanyain bukannya jawab malah sibuk sendiri," omel Ifo pada Gain dan Iman, tapi Gain cuek. Dia diam saja masih dengan memerhatikan sekitar. Sedangkan Iman? Jangan ditanya. Dia bahkan sekarang sedang asyik menatap layar handphonenya. Mereka berdua tidak memedulikan Ifo sama sekali.

***

"Hahaha." Suara tawa menggelegar setelah Conan menceritakan kejadian kemarin. Suasana lapangan basket yang tadinya sepi menjadi ramai gara-gara suara tawa teman-teman Conan.

"Haha seorang CONAN AVERILL ditampar di SMA Nasional? Haha."

"Haha harusnya kemaren gue ikut trus gue foto deh buat kenang-kenangan."

"Kampret lo pada. Malah ngetawain gue. Awas aja tu cewek kalo ketemu."

"Haha abisnya kan ini kejadian langka, Nan. Disaat semua cewek se-SMA Nasional ngejar-ngejar elo, eh, tu cewek malah nampar lo. Kan lucu. Hahaha."

"Ketawa aja terus."

"Lagian ya, fans elo tuh kelewat fanatic. Ngeri sendiri gue."

"Makanya cari cewek, Nan. Cewek di sini kan cantik-cantik, emang nggak ada yang nyantol di hati lo?"

"Ogah banget pacaran sama anak sini. Keganjenan semua. Lihat yang bening dikit ngikut."

"Kan lo bisa cari di sekolah lain." Conan mendengus sebal. Sebal karena setiap berkumpul dengan mereka, dia selalu disuruh mencari pacar.

"Males gue. Emangnya harus punya pacar?"

"Ya, biar mereka nggak ngejar lo kayak orang kesetanan lagi. Kali aja mereka bakal malu kalo ngejar ngejar cowok yang udah punya pacar."

"Itu kalo mereka punya malu. Haha."

"Lo coba aja dulu, Nan." Conan terdiam.

"Emangnya lo gak capek apa kayak gitu setiap hari?"

Capek? Benar. Conan sangat-sangat capek harus selalu berlari dan bersembunyi setiap hari, tapi dia tidak pernah terfikirkan untuk mencari pacar. Conan malas kalau harus mengorbankan kebebasannya. Baginya orang-orang yang memiliki pacar tidak bisa bebas melakukan apapun. Tidak semua orang begitu sih, hanya saja, kebanyakan orang seperti itu.

Dan lagi, dia tidak mau diharuskan memberi kabar 24 jam mengenai apa yang dilakukannya. Cukup mamanya saja yang menanyakan, "kamu dimana?" Atau "kamu kapan pulang?"

Yang benar saja. Itu sangat mengganggu. Lagipula dia masih menunggu seseorang.

Conan menghela nafas panjang. Entah untuk yang keberapa kalinya dia melakukan itu. Tidak. Dia tidak akan mencari pacar. Memikirkannya saja sangat merepotkan apalagi hal itu benar-benar terjadi.

"Nan, ayo!" Conan mendongak. Orang yang duduk di sampingnya sudah berdiri bersiap untuk pergi.

"Kemana?"

"Rapat OSIS." Conan hanya ber-oh ria sambil mengikuti Arga berdiri. Keduanya berjalan beriringan menuju ruang OSIS.

"Bantu gue dong, Ga." Conan membuka mulut setelah dirasa hanya keheningan yang mengiringi mereka berdua.

"Kayaknya emang itu satu-satunya cara deh, Nan."

"Yang bener aja. Pasti ada cara lain. Gue gak mau kebebasan gue terenggut."

"Kalo gitu lo cari pacar yang gak nuntut lo macem-macem lah."

"Emang ada?"

"1% mungkin ada."

"Gila lo 1%. Ibarat nyari jerami dalam tumpukan jarum."

"Kebalik dodol. Nilai bahasa Indonesia lo berapa, sih?" Conan hanya nyengir mendapat tanggapan seperti itu dari Arga.

"Gimana kalo lo cari pacar pura-pura?"

"Hah, Pacar pura-pura?" jerit Conan tanpa sadar yang langsung mendapat hadiah toyoran dari Arga.

"Iya, lo bisa ngasih syarat ke dia supaya nggak ganggu kebebasan lo. Toh, ini cuma pura-pura, jadi dia juga nggak berhak nuntut apapun." Conan diam. Ia tampak sedang memikirkan ide dari Arga. Pacar pura-pura? Tidak buruk.

"Tapi... siapa?"

"Cari cewek yang nggak suka sama lo."

"Lo becanda? Mana ada."

"Kepedean banget lo kalau ngira seluruh cewek di dunia ini naksir lo.
Conan cengengesan mendengar ucapan Arga.

"Ya udah. Kalo gitu lo bantu gue nyari pacar pura-pura."

"Kenapa gue?"

"Karna elo yang punya ide."

"Tapi...."

"Gue nggak terima penolakan!" ucap Conan cepat.

"Lo pikir ini cerita di novel-novel, yang setelah lo bilang gue nggak terima penolakan terus gue bakal nurutin mau lo gitu?"

"Gue yakin lo bakal bantuin gue, Ga. Soalnya lo nggak bisa lihat gue kesulitan." Conan berlalu setelah mengucapkan itu. Dia mempercepat langkahnya meninggalkan Arga.

Arga mendengus. Ia menyesal mengatakan hal itu pada Conan. Sekarang dia yang harus pusing mencari orang untuk dijadikan pacar pura-pura conan.

Tiba-tiba melintas nama seseorang di kepala Arga, membuat senyumnya merekah.

"Baiklah. Semoga dia mau," gumamnya pelan.



TBC

[Ssst Pacar Pura-Pura]
17 februari 2017
©Mindsweet


Ssstt Pacar Pura PuraWhere stories live. Discover now