Satu

9.4K 819 48
                                    

Jika aku bisa, aku ingin keluar saja dari tempat menyeramkan ini--yang entah sejak kapan--bernama sekolah, dan melakukan hal-hal baru dan gila di suatu tempat entah dimana. Mengapa? Jawabannya sangat sederhana; aku bosan. Bosan dengan semua kegiatan yang dilakukan berulang kali setiap hari--sebenarnya tidak setiap hari, mungkin lima hari. Bangun pagi. Mandi. Sarapan. Berangkat ke sekolah. Mendengarkan guru menerangkan. Mengerjakan ulangan. Makan siang. Mendengarkan guru menerangkan (lagi). Pulang sekolah. Mengerjakan PR. Makan malam. Tidur. Dan berulang lagi dari bangun pagi. Ya, aku akui memang ada sela waktu dimana aku istirahat, membaca novel kesukaanku, bermain dengan ponselku, dan kegiatan lain yang bisa ku anggap hanya membuang waktu. Tapi, kembali ke topik awal, aku tidak mungkin melakukannya, dan bisa ku bilang itu hanyalah salah satu dari mimpi besarku. Di sisi lain, aku mempunyai alasan mengapa aku tidak melakukannya; 1. Aku ingin menjadi orang yang berpendidikan; 2. Orang tuaku melarang aku untuk keluar dari sekolah; 3. Ada Luke Robert Hemmings. Mungkin alasan ketiga terdengar tidak nyambung, tapi itulah yang membuat aku bertahan di tempat yang menyeramkan ini.

Aku sudah menyukai Luke dari kelas satu. Saat itu sedang kelas Matematika, dan aku sekelas dengannya. Dia duduk di bangku di depanku. Dulu dia sering berbicara padaku. Tapi kebanyakan berbicara tentang Matematika--dia memang pintar dalam Matematika. Menginjak kelas dua, dia semakin jarang berbicara denganku karena, ya, salah satu alasannya, dia mempunyai kekasih. Alanis Littlewood namanya. Hatiku seperti diremukan oleh sebuah tangan saat mengetahui dia memiliki kekasih seorang Alanis Littlewood yang dikagumi banyak laki-laki di sekolah. Tubuh yang ramping. Kulit yang halus. Rambut lembut seperti sutra. Mata biru mengaggumkan. Kaki yang jenjang. Maksudku, laki-laki mana yang tidak ingin gadis seperti Alanis? Tentu saja seorang Luke Robert Hemmings, yang menurutku menawan dan rupawan, bisa terpesona oleh tubuh menawan Alanis. Mereka seperti pasangan sempurna, karena, sudah jelas, sama-sama menawan dan rupawan.

Menginjak awal kelas tiga, Luke Robert Hemmings dan Alanis Littlewood mengakhiri hubungan mereka. Entah mengapa tapi aku merasa sangat bahagia saat mengetahui berita itu. Sampai saat ini, Luke masih berstatus jomblo. Ya, aku tahu itu peluang yang bagus untuk mendekatinya. Tapi masalahnya adalah aku dan Luke sudah seperti orang asing sekarang. Kami sudah jarang sekali berbicara, walaupun aku dan Luke satu kelas di kelas Bahasa--namun dia duduk berjauhan dari bangkuku. Aku selalu ragu untuk menyapanya saat dia melewati lorong loker. Dan akhirnya aku hanya melihatnya berlalu, lalu menghela napas.

***

Saat aku sampai di lokerku, aku melihat Luke sedang mengambil beberapa buku dari lokernya. Lokernya memang tidak begitu jauh dari lokerku. Ini juga bagian dari kegiatanku di kelas tiga akhir-akhir ini. Melihat Luke di lorong loker dari kejauhan. Entah kebetulan atau apa, saat aku sampai di lokerku, aku selalu melihatnya sedang menyimpan atau mengambil buku di lokernya--terkadang juga di saat yang berbeda.

Aku terus melihatnya hingga dia menutup pintu lokernya. Aku mengalihkan pandanganku saat Luke mulai melangkah menuju ke arah sini. Aku membuka pintu lokerku, dan aku bisa merasakan Luke berjalan melewatiku di belakang. Aku melihat tubuh bagian belakangnya sekarang yang terus melangkah jauh. Aku menghela napas, lalu mengambil beberapa buku dari loker. Andai saja ada buku berjudul Cara Untuk Berbicara Lagi Dengan Luke Robert Hemmings, aku pasti sudah membelinya dan lalu benar-benar memahami isi buku itu melebihi memahami isi buku Matematika.

"Hai, Lana. Siap untuk kelas Sejarah hari ini?" tanya Michael sambil membuka pintu lokernya di sebelah lokerku.

Sebenarnya, aku sudah mengenal Michael sejak kelas satu. Kebetulan aku selalu satu kelas dengannya di beberapa pelajaran. Saat pertama kali mengetahuinya--di kelas Fisika, dia duduk di bangku di depanku dan membalikkan badan sambil memperhatikanku lalu berkata, "Kau Lana, adiknya Ashton Irwin?" Aku mengangguk saat itu, dan aku bertanya bagaimana dia tahu kakakku--Ashton, yang kini sudah kuliah semester empat jurusan Seni Musik. Dia menjawab, "Sebenarnya, tadi aku hanya menebak-nebak. Mukamu agak mirip dengan Ashton. Dia satu jurusan dan satu kelas dengan kakakku. Dia juga sering mampir ke rumah. Dia terkadang menyebutkan namamu." Aku mengangguk lagi. Setelah itu, dia memberitahu namanya padaku. Saat itulah perjalanan pertemanan kami dimulai. Satu hal yang manjadi ciri khas seorang Michael Gordon Clifford. Dia selalu mengganti warna rambutnya sebulan sekali.

Aku menghela napas kembali dan menutup pintu loker. "Ya, aku rasa aku siap. Tapi rasanya aku ingin bolos saja,"

"Gagasan yang bagus." ucap Michael yang mengambil beberapa buku dari loker, setelah itu menutup pintu loker kembali.

Ya, bolos memang gagasan yang bagus. Absenku hampir mendekati sempurna karena aku tidak pernah membolos. Tapi, ya, mungkin pernah sekali saat aku sedang di rumah sendiri selama dua hari dan saat itu hari Senin. Aku terjaga semalaman. Menikmati pesta di-rumah-sendiri-dengan-hanya-diriku-sendiri. Aku baru tidur pukul 03:30 dan bangun pukul 10:00. Sudah jelas aku tidak mungkin berangkat ke sekolah pukul 10:00.

Bel pelajaran pertama berbunyi, aku dan Michael bergegas menuju kelas Sejarah. Saat aku melewati kelas Biologi--yang berada di sebelah kelas Sejarah, aku melihat Luke duduk di bangku depan dari pintu kelas yang terbuka. Entah ini nyata atau tidak, tapi Luke Robert Hemmings menatapku yang kini sedang berjalan melewati pintu kelas itu.

****

Haiiii ff baru nihhh kalau suka vomment yakkkk makasihhhh sekalian juga lirik mulmed ada luke robert hemmings yang menawan dan rupawannnnn

3 Days // lrhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang