[15] Hari Penobatan

1.9K 148 6
                                    

"Anda yakin, akan merahasiakan acara penobatan ini dari Ratu Hadeline dan Puteri Katerina?" tanyaku sambil mengerenyitkan dahi.

"Kamu bisa memanggilku ayah mulai sekarang," ia berdehem sebentar.

"Tidak, aku rasa, mengetahui kamu sudah kembali saja Katerina sampai menyerangmu dua kali. Aku akan memikirkan cara lain untuk memberitahu mereka, selain mengundangnya sekarang ke acara penobatanmu"

Benar. Tetapi merahasiakannya bukan kah akan menambah masalah di kemudian hari? Bagaimana kalau Puteri Katerina justru semakin marah saat kami menyembunyikan ini semua darinya?

"Aku pergi dulu, bersiap-siaplah" Raja Deandels menepuk bahuku pelan, ia tersenyum singkat sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan.

Aku mengangguk pasrah. Kupusatkan kembali pandanganku pada cermin besar di ruangan ini. Kulihat lagi pantulanku mengenakan gaun broken white dengan satin panjang yang berlapis. Penampilanku benar-benar berbeda, tidak lagi seorang petarung kelas C asal-asalan yang hanya mengenakan rompi kulit. Rambutku juga terurai sempurna, dan terima kasih kepada penata rambut kerajaan, Ibu Meriska.

Sejujurnya aku sangat suka dengan penampilanku sekarang. Ini benar-benar seperti mimpi. Aku tidak pernah membayangkan sedikit pun akan memakai gaun indah dan menjadi puteri, ini bagai cerita dongeng di buku adikku.

"Kamu terlihat cantik sayang, berhenti memandangi dirimu sendiri di cermin selama hampir setengah jam" Ibu Melinda tertawa lembut melihat tingkahku.

"Aku....aku gugup" aku berbalik dan duduk dengan resah di sebuah sofa kulit.

"Aku...belum siap" ucapku lagi.

"Aku tahu ini hal yang sulit, dan sangat berat untukmu. Tetapi percayalah, aku yang mengurusmu sedari kecil, kau masihlah gadis manisku yang kuat dan pemberani" Ibu Melinda menghampiriku, dan tersenyum menyemangati.

"Bagaimana kalau aku justru merusak semuanya?"

"Merusak? Aku bahkan sangat terkejut mengetahui berita kembalinya dirimu sudah menyebar ke seluruh wilayah kerajaan dalam hitungan jam,"

"Mereka semua senang kau kembali, Kirana. Kau tidak akan merusak apa pun,"

***

"Tidak bisa, justru itulah tujuan kita sebenarnya bukan?" ucapnya sambil menepuk lawan bicaranya.

"Saya sudah menguntitnya seminggu penuh Tuan. Saya tahu apa rasanya rindu dengan rumah, saya tahu persis Tuan." jelas Lutfi.

"Tapi itu bukanlah rumahnya" orang itu menghela napas sebelum kembali melanjutkan.

"Karena justru ia lah rumah bagi kita semua bukan?" ucap Raja Deandels.

"Dengan kembalinya Kirana, aku harap kerajaan ini akan seperti dahulu lagi, seperti rumah yang sudah lama aku rindukan" ujar Raja Deandels yakin.

***
Aku adalah rumah bagi mereka.

Ya. Aku terus mengulangi kata-kata itu di dalam hati. Berusaha meyakinkan diri bahwa hari ini, semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja. Bahwa aku bisa melewati hari ini, bahkan hari-hari selanjutnya.

Sudah beberapa kali aku menarik napas dalam, menghembuskan, begitu seterusnya. Berusaha menenangkan diriku sendiri.

Bayangkan saja, sorak sorai para penghuni kawasan The Castle bahkan sudah terdengar dari aula kerajaan. Sebahagia itu kah mereka menyambutku kembali?

"Hey, kamu mikirin apa sih?" Lutfi menepuk lenganku pelan.

"Aku takut, aku ngerasa gaenak Fi." jawabku sambil menautkan jemari-jemariku resah.

The CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang