[10] Halusinasi

1.9K 141 4
                                    

Author pov

Seorang Raja berdiri dengan gagahnya, di samping wanita yang paling ia cintai. Ratunya. Yang terlihat anggun mengenakan gaun lebar berwarna pucat yang mengembang sempurna.

Senyum keduanya terukir lebar. Sirat mata mereka memancarkan kebahagiaan serta rasa syukur yang sangat dalam. Keduanya terdiam, seakan membiarkan sejenak doa-doa rasa syukur melingkupi ruangan itu.

Mereka berdua berdiri di samping ranjang bayi yang indah, berwarna putih bersih, yang sudah dipesan jauh-jauh hari pada tukang kayu kerajaan. Pastilah bayi yang menempati ranjang itu sekarang, adalah bayi yang spesial.

Sang Raja membuka jendela besar dari kamar itu, membiarkan sinar matahari menyorot langsung, menyinari hampir seluruh ruangan.

Tepuk tangan riuh bergemuruh langsung menyabut keduanya dari bawah. Semakin berdegup pula jantung keduanya, berdegup bahagia. Semua rakyat bersorak senang, seakan ikut merasakan kebahagiaan yang memancar dari keluarga kerajaan.

Kelahiran seorang bayi cantik, anak kedua dari pasangan Raja Deandels dan Ratu Hadeline.

Beranjak tahun demi tahun, bayi cantik itu tumbuh menjadi gadis kecil nan periang. Yang dicintai oleh seluruh penduduk kerajaan. Semua kasih sayang, pendidikan yang layak, dan tak lupa kemewahan khas keturunan berdarah biru selalu mengalir dalam tubuh gadis itu. Ia kebanggaan semua orang, sekaligus pewaris paten kedudukan ayahnya.

Seorang Ratu di kemudian hari.

Kerajaan tetangga tentu mendengar kabar baik itu. Hubungan antar keduanya yang telah terlajin beratus-ratus tahun, seakan semakin menemukan titik cerah. Mereka akan kembali menyatukan keturunan mereka, untuk membentuk kerja sama yang lebih kuat dan lebih berjaya lagi.

Dan pada tahun 2033 keduanya akan dipertemukan. Itu janji seorang raja dari pihak The Castle. Dan begitulah rencana hebat itu terus dibicarakan di antara keduanya. Tahun demi tahun.

*

"Kamu bersedih sayang?"

Sesosok bayangan hitam itu membelai lembut pundak seorang anak. Ia merangkulnya, seakan ingin meredam isak tangis yang sudah ditahan anak itu sedari tadi, atau bahkan sejak lama.

"Jangan bersedih.." ucap penyihir itu sumbang.

"Aku di sini, aku membantumu sayang"

*

"Ayah! Bunda! Berhenti berteriak satu sama lain! Aku ingin sebentar saja melihat kalian diam!"

Sesudah mengumpulkan keberaniannya untuk berkata seperti itu, anak itu mulai menangis. Wajahnya memerah, meredam amarah. Namun, seakan tidak peduli lelaki itu menyingkirkan badannya dengan kasar. Membuat gadis kecil itu terhuyung dan jatuh membentur dinding.

Seseorang yang dipanggil Ibu itu mulai menangis meraung-raung, mendapati mata gadis kecil itu terpejam dan tubuhnya terlihat kaku tidak bergerak.

Tangannya meraih gelas wine dari kaca, memecahkannya ke dinding, dan mengacungkan pecahan tajamnya ke arah lelaki itu. Ia masih menangis, entah karena amarah atau sedih, semuanya seakan menyatu dan menyulut emosinya.

"Cukup Deandels! Cukup!" teriak wanita itu.

"Aku masih tidak percaya, Hadeline, kamu yang ternyata menjadi dalang dari semua ini!"

"Aku bilang cukup..."

"Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranmu hah?" tanya lelaki itu.

The CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang