[2] Pertemuan Tak Terduga

5K 312 0
                                    

Sialan.

Di mana kami sekarang?

Aku tidak mengingat apa pun, kecuali saat lenganku dicekal oleh seseorang dan aku langsung terkesiap dengan mata orang itu yang menyala terang benderang. Selebihnya tidak ada yang dapat kuingat. Tahu-tahu, kami bertiga sudah berada di..... Sebuah aula besar?

Tempat ini dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai usia kurasa. Semuanya duduk di lantai dengan barisan yang sangat rapih. Sebagian dari mereka banyak yang bercakap-cakap satu sama lain. Tetapi, banyak pula yang memilih diam dan sibuk dengan dirinya masing-masing.

"Loh, aula apa ini? Kok banyak sekali orang di sini? Mereka ini siapa?" Faras terus-menerus menghujamkan pertanyaan kepada kami.

Aku dan Tia serempak menggeleng untuk semua pertanyaan itu.

"Kok kita tiba-tiba memakai seragam ini?" Sontak Tia.

Aku membelalak kaget mendapati baju seragam aneh sudah melekat di tubuh kami. Baju berwarna coklat muda seperti seragam pramuka, dengan celana selutut berwarna senada. Potongannya aneh dengan kerah lebar yang menutupi hingga pundak. Hampir semua orang di sini memakai pakaian yang sama. Hanya saja, ada yang berwarna biru muda, hitam, dan coklat muda seperti yang kami bertiga kenakan.

Yang paling menarik perhatianku dari seragam adalah lambang yang tertera pada saku depannya. Lambang logam berwarna biru dengan nuansa emas bertuliskan 'TC' dengan ukiran daun seperti mahkota para dewa Yunani. Rasanya, aku pernah melihat lambang ini sebelumnya. Mungkin seperti lambang-lambang kerajaan pada buku-buku dongeng.

"TC ini singkatan dari apa ya?" tanyaku sambil mengamati logo itu.

"The Castle" jawab Tia singkat.

"The Castle?" tanyaku semakin bingung.

"Iya, mereka menceritakan tentang ini saat kamu tertidur--eh pingsan maksudku" jawab Faras.

"Mereka juga memberi kita semacam flashdick kecil dengan tombol di tengahnya. Katanya kita bisa memencet tombol hitam ini suatu waktu, kalau memang kita memilih untuk menyerah," tambah Tia sembari menunjukkan benda kecil yang mirip flashdisk itu.

"Iya, kata mereka, jika kita memencet tombol ini kita akan kembali lagi ke 'dunia' kita"

"Ya sudah kita pencet saja sekarang!" jawabku ketus.

"Nah itu dia, tidak bisa secepat itu.Kita harus menunggu seminggu dulu untuk menyatakan menyerah, Ki"

"Seminggu?" Ulangku.

"Mengapa kalian hanya meng-iyakan semuanya, mengambil benda itu, dan membiarkan kita bertiga dibawa ke negeri ini? Aku benar-benar pusing sedari tadi menelan semua informasi ini mentah-mentah. Kalian benar-benar aneh" kataku sembari memijit pelipis.

"Kami benar-benar tidak bisa melakukan apa pun, Kirana. Percayalah, rasanya aku seperti tidak sadar dan mengiyakan semua permintaan mereka" jawab Faras.

Sudahlah, percuma pula aku menyalahkan keadaan. Hanya buang-buang waktu saja. Aku hanya mendengus kesal dan melihat ke sekeliling untuk sekedar mengalihkan kejengkelanku.

Saat sedang melihat-lihat sekeliling, pandanganku terhenti pada seseorang. Terhenti pada seseorang yang duduk persis di sebelahku.Tunggu, aku seperti mengenali orang ini. Seorang anak laki-laki, mungkin usianya sama denganku, ia mengenakan seragam seperti kami namun berwarna biru muda. Aku tidak dapat begitu jelas melihat wajahnya karena ia sedang memalingkan pandangannya ke arah lain. Namun, dari rambutnya yang sedikit ikal dengan potongan pendek tentara membuatku benar-benar penasaran karena aku sepertinya memang mengenal orang ini.

The CastleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang