[43] UNEXPECTED-FORGIVENESS-BREAK UP

2.4K 205 8
                                    

[Jean's POV]

Kami kini, semuanya, duduk di ruang tengah rumah mewah ini. Aku masih membutuhkan penjelasan atas semuanya ini. Aku bahkan tak paham mengapa Nathan memasuki rumah ini dengan begitu santainya.

"Jean, Papa harus kasih tau kamu sesuatu," Lelaki tua yang mengaku sebagai ayahku itu mulai membuka suara.

Tetapi, aku tetap tidak mempedulikannya. Aku hanya menunduk, sambil menjetikkan jariku. Aku tak tau harus berkata apa di dalam kondisi yang seperti ini.

"Nathan....dia...." Orang itu menggantungkan kalimatnya.

Dan aku masih tak siap untuk mendengar kelanjutan kalimatnya.

"...saudara tirimu,"

Deg.

Bolehkah aku menghilang dari muka bumi ini sekarang juga?

Kenyataan itu...terlalu menyakitkan buatku.

Aku merasa seluruh duniaku hancur.

"Ibu dari Nathan—yang seharusnya menjadi ibu tirimu itu.....telah meninggal, dua tahun yang lalu,"

Ah, aku mengerti. Nathan pernah berbicara mengenai ibunya yang teah meninggalkannya. Dan ayahnya yang waktu itu aku temui, ternyata dia adalah,

Ayahku sendiri.

Tetapi, apakah ini benar- benar kenyataan?

Ini terlalu sulit, terlalu berat untukku.

Aku benar- benar tak mampu menghadapi semua ini lagi. Dengan seluruh kekuatan yang aku miliki, aku bangkit berdiri, dan pergi meninggalkan tempat itu—ruang tengah yang sangat besar itu, yang sangat menyesakkan.

Aku membutuhkan oksigen, sekarang juga.

Aku tak peduli dengan mereka yang memanggil- manggil namaku.

Aku terus berjalan, berjalan pergi.

Walaupun di setiap jalanku, aku merasakan ada beribu- ribu kaktus.

Sakit. Aku tak peduli. Aku melangkahkan kakiku, dengan wajah yang seluruhnya basah, karena air mata.

Aku memanggil taksi, yang dari tadi masih menunggu di depan gerbang rumah mewah ini, dan masuk ke dalamnya.

Dan aku bahkan tak mempunyai tujuan.

Aku hanya ingin pergi. Pergi, melarikan diri dari kenyataan yang ada.

Kenyataan yang sudah tak dapat dipungkiri lagi.

Kalau ternyata, penyebab dari masa laluku yang begitu kelam adalah,

Nathan.

Aku tak dapat merasakan perasaan hatiku lagi.

Aku tak mengerti, mengapa hal ini bisa terjadi.

Aku hanya memandang ke luar jendela. Melihat hujan yang turun dengan derasnya membasahi kaca jendela mobil ini. Dan aku tak tau mengapa, tetapi tiba- tiba, aku mengingat sebuah perkataan. Sebuah perkataan yang dulu sering kudengar, ketika aku masih kecil.

...Ampunilah seorang akan yang lain, apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.

Pada saat itu juga, hatiku menjadi....sedikit lega.

Aku berdoa, berdoa meminta hikmat, meminta pengampunan.

Agar aku juga dapat mengampuni ayahku. Mengampuninya yang telah berbuat seperti ini.

Aku buru- buru menyuruh supir taksi untuk segera berbalik ke rumah mewah itu. Dan sesampainya di rumah, aku langsung masuk ke dalam rumah, dan—aku langsung memeluk ayahku.

StarlightWhere stories live. Discover now