[37] VALENTINE'S DAY (2)

3.1K 249 8
                                    

Oke, mungkin ini part ter-absurd yang pernah aku buat wkwkkw. Mau cepet- cepet ending soalnya HHAHA walaupun sebenernya endingnya masih lama .-. Lupakan, Vomment gaes!

---------------------------------------

"Nathan, kak."

Deg.

Aku terdiam seribu bahasa ketika mendengar Anne memanggil nama 'Nathan' di depan seluruh murid Vreden.

Ini....apa maksudnya ini? Aku merasa seperti.....

Dikhianati.

Seribu kenangan bersama Anne tiba- tiba saja terputar di benakku. Ketika kami bermain bersama, memakan bekal kami bersama, bercanda, tertawa, menangis, sampai sleep over di rumahku.

Aku tak pernah menyangka kalau seorang Anne, seorang yang telah membuat hidupku sedikit demi sedikit mulai berubah, orang yang membuatku akhirnya bertemu dengan Vero, orang yang telah membuka mataku dan membuatku menyadari bahwa tak berujungnya dunia ini, dengan teganya melakukan hal ini kepadaku.

Baiklah, aku paham sekarang. Anne menjauhiku karena...

Ia menyukai Nathan.

Ia melakukan ini semua karena tak mau tersakiti bila berteman denganku.

Ya, aku menyadarinya sekarang.

Oh Tuhan, astaga. Kenapa hal seperti ini harus terjadi di hidupku?

Ia....sahabatku sendiri.....

Manakah yang harus kupilih sekarang?

Apakah kau pernah mengalami peristiwa seperti ini? Apakah kau pernah merasakannya? Bagaimanakah rasanya?

Aku bahkan tak tau apa yang kurasakan sekarang. Tubuhku, semuanya mati rasa.

Aku menatap Nathan yang berdiri di samping yang juga sedang menatapku. Tatapan itu....aku tak mengerti. Tatapan yang sangat sulit diartikan. Mungkin, dia sedang mempertimbangkan, akan maju atau tidak. Aku mulai mengerti sekarang. Aku hanya menganggukan kepalaku pelan, lalu ia langsung saja melangkahkan kakinya, menaiki anak tangga menuju ke panggung.

Rasanya, ketika ia mulai melangkah menjauh dariku, hatiku terasa sesak. Sangat sesak. Jean, lo harus tahan. Dia udah jadi cowok lo sekarang, jadi gak ada siapapun yang berani mengambilnya dari lo. Aku mencoba untuk menguatkan diriku sendiri. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu.

Setelah memberikan cokelat itu kepada Nathan, ia akhirnya mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

Bunga. Setangkai bunga mawar merah yang masih segar.

Aku menatapnya tajam. Aku benar- benar tak tahan melihat ini. Aku pun mulai melangkah, menuju ke pintu aula. Ketika aku baru saja membuka kenop pintu itu, tiba- tiba saja,

"Nath, lo mau gak jadi pacar gue?"

Jedarr!

Aku tertahan di ambang pintu. Tak ada yang menahanku untuk pergi, tetapi aku merasa tertahan. Aku terjebak di sini. Terjebak di dalam situasi yang menyakitkan, di dalam situasi yang tak dapat ku deskripsikan. Walaupun aku tak menatap mereka berdua, tetapi suasana itu menyeruak sampai ke dalam hatiku, membuatnya mati seketika.

Aku....benar- benar harus pergi dari tempat ini sekarang juga. Aku tak peduli seberapa banyak air mataku terbuang karena hal ini. Aku tak peduli dengan sepatu high heels yang sedang kupakai sekarang. Aku hanya ingin...pergi dari tempat ini sekarang juga. Aku berlari. Berusah berlari menjauh, walaupun rasanya sangat berat untuk melangkahkan kakiku.

Tubuhku lemas. Jantungku terasa berhenti berdetak. Dengan seluruh kekuatan yang ku miliki sekarang, aku berlari menuju ke taman belakang sekolah, dan aku.......aku menumpahkan seluruh tangisanku, air mataku di sana. Kenapa? Kenapa harus seperti ini pada akhirnya? Aku tak mau dia pergi. Aku tak mau seseorang yang aku sayangi itu menghilang lagi, dan meninggalkanku seorang diri, dengan luka yang dalam

Aku beteriak, menjerit dan—tiba- tiba seseorang memelukku dari belakang. Aku tak menoleh sedikitpun, aku hanya meneruskan tangisanku di sana. Ia lalu memutar badanku, membuatku jatuh ke dalam pelukannya. Aroma musk itu menyeruak masuk ke dalam hidungku. Aroma yang sangat khas. Yang sangat kukenali. Yang sangat—

"Jean, lo gak usah nangis lagi," Ia membuka mulutnya dan mengelus rambutku. "Gue udah milik lo. Mau ada seribu cewek yang nembak gue, yang nyatain perasaannya ke gue, gue gak akan terima mereka. Hati gue sudah terisi sama seorang yang spesial, seorang yang gue sayang, yaitu elo." Ia—Nathan, mengatakan hal yang membuat hatiku tersayat- sayat.

Aku tak tau sudah berapa kali aku menangis karenanya, menitikkan berjuta- juta air mataku karenanya, tetapi, setiap kali, setelah aku menangis karenanya, ia langsung datang menghiburku. Dan itu.....itu membuatku, membuat hatiku semakin sakit.

Mengapa jatuh cinta itu menyakitkan? Karena kau terjatuh. Kenapa patah hati itu menyakitkan? Karena hatimu telah dipatahkan. Perkataan Vero benar. Ketika kau jatuh cinta, kau tak dapat menghindari sama yang namanya patah hati. Karena semua yang telah terjatuh, akan menjadi hancur, berkeping- keping.

Mungkin aku akan mengalami hal itu juga, nanti. Karena semuanya itu perlu proses.

Aku mendongak, lalu menatapnya. Ia membalas tatapanku itu dengan lembut. "Lo jahat!" Aku memukul dadanya. Aku bahkan tak tau mengapa kau mengatakan hal itu, padahal aku tau itu bukan salahnya.

Ia memelukku erat, dan aku dapat merasakan detak jantungku lagi. Aku merasa....hidup kembali. Aku menangis hampir selama satu jam, dan akhirnya aku berhenti, ketika ia mencium keningku.

"Udah nangisnya? Jangan nangis lagi ya. Aku gak mau lihat kamu nangis lagi. Aku paling suka liat kamu ketawa. Karena pada saat kamu ketawa, aku bisa melihat seluruh dunia di dalam matamu. Sekarang, ayo coba, ketawa," Nathan menarik muluku ke atas sambil tersenyum jahil. Tiba- tiba, serangan bertubi- tubi datang ke perutku.

Ia menggelitiki, sampai aku nyaris terjatuh dari bangku taman. Oke, nyaris, karena dia—sekali lagi, dia menangkapku.

"Tuh, tuh kan.....makanya, kalo ketawa itu inget tempatnya dong. Untung aja lo gue tangkep. Kalo enggak udah bocor kali tuh pala," Aku menatap wajahnya yang berjarak hanya sepuluh centi dari wajahku.

"Kan lo yang buat gue ketawa sampe sakit perut! Dasar lo makhluk kurang ajarrr!!!!" Oke, sekarang gantian aku yang menggelitikinya sampai ia sakit perut dan meminta ampun. Punya dendam yang terpendam sama dia. Whuahaa

Peristiwa tadi sudah kulupakan. Ingat, ini Valentine's Day—hari kasih sayang. Dan aku kini tengah berdansa dengannya di taman belakang, yang dipenuhi oleh bunga- bunga dan kunang- kunang.

Tanganku berada di bahunya. Bahu yang sangat mapan. Untuk sekali lagi, langit malam bertaburan dengan bintang- bintang. Permohonanku sebulan yang lalu telah terwujud. Apa kau ingin tahu permohonanku apa?

Aku mohon agar aku menemukan seseorang yang dapat membuatku menangis karenanya.

Oh, dan aku telah menemukan orang itu sekarang.

Dia, berada persis di hadapanku—Nathannael Fritzelus.

Ya, dialah yang selama ini kucari.

----------------------------------------



StarlightWhere stories live. Discover now