Bagian XXI

143 4 0
                                    

Rafael berdiri di depan rumah Leona,dia terlihat sedikit gugup. Sudah 15 menit dia menunggu Leona,tapi Leona belum juga keluar. Sedangkan Leona sebenarnya sudah menyadari kedatangan Rafael sejak tadi. Tapi dia masih ragu untuk bertemu dengan Rafael dengan kondisi kesehatannya yang tidak menentu. Dia takut Rafael menyadari tentang kesehatannya yang memburuk.

Dua puluh menit sudaf Rafael menunggu. Dia mencoba menghubungi ponsel Leona. Beberapa sebelum dia menekan tombol calling. Leona keluar dari rumahnya. Wajah Leona masih terlihat pucat.

"Pagi cerewet."
"Pagi.. kau sudah lama menunggu?"
"Enggak aku baru sampai kok. Gimana kau sudah siap pergi?"

Leona hanya mengangguk. Dengan semangat Rafael menarik tangan Leona ke mobil.

"Ayo masuk."

Leona mengikuti kata-kata Rafael. Kali ini Rafael tidak menggunakan supirnya. Dia hanya ingin berdua dengan Leona. Selama perjalanan Leona tidak banyak bicara. Begitu juga dengan Rafael. Namun sesekali Rafael suka melirik ke wajah Leona lalu tersenyum. Sampai akhirnya Leona yang mulai merasa canggung mulai membuka pembicaraan dengan Rafael

"Raf. Sebenarnya kamu mahasiswa atau siswa SMA sih??"
"Kenapa emangnya?"
"Enggak apa-apa sih."
"Aku mahasiswa."
"Lalu kemarin itu?"
"Ohh. Itu aku hanya menyamar aja."
"Menyamar? Untuk apa?"
"Nanti ku kasih tahu oke. Kita sudah mau sampai."
"Apa yanh akan kita lakukan hari ini?"
"Kau bilang ingin menanam pohon kan?"
"iya."
"Ya sudah. Kebetulan beberapa waktu yang lalu mama ku membeli villa di sini. Lalu mama ku bilang di dekat villanya ada taman kecil. kita akan menanam banyak pohon di tempat itu. Sampai pohonnya tumbuh besar. Kalau perlu seminggu sekali kita ke sini. Gimana??"
"Benarkah?"
"Satu lagi tempat ini dekat dengan gunung. Jadi kita bisa pergi ke gunung kalau kau mau"
"Raf kita istirahat sebentar ya."
"Oke."

Sementara Rafael membuat teh di dapur. Leona duduk di teras belakang. Kebetulan teras belakang langsung mengarah ke taman yang di sebutkan Rafael. Sinar matahari lumayan hangat pagi ini. Leona yang masih lelah duduk sambil bersender dan wajahnya mengarah ke arah sinar matahari. Beberapa menit kemudian datanglah Rafael yang baru menyadari wajah pucat Leona.

"Kau sakit?"
"Rafael?"
"Kau sakit Leona?"
"Ahh. Enggak kok. Hanya capek aja."
"Kau yakin?"
"Iya. Tenang aja. Oya toilet dimana?"

Leona sedikit kaget saat Rafael menyadari wajah pucatnya. Dia enggak mau merusak semua rencana Rafael.

*###*

Setelah Leona kembali dari toilet. Dia melihat Rafael sudah sibuk menyiapkan peralatan menanam. Leona pun menyusulnya ke taman itu.

"Bisa kita mulai sekarang?"
"Dasar kau ini. Kalau ada maunya aja cepat."
"Iya lah. Kalau kamu masih capek kamu duduk aja di sini, terus kamu yang bilang di mana cocoknya di tanam bunga-bunga ini.."
"Baiklah."
"Leona. Menurut kamu kita tanam bunga apa di luan?"
"Gimana kalau mawar?"
"Oke."
Lama Rafael mencari bunga mawar.
"Kenapa Raf?"
"Aneh perasaan tadi aku udah nyuruh orang di rumah untuk masukkim semua bunga. Tapi bunga mawarnya enggak ada.'
"Serius?"
"Iya. Gimana nih?"
"Ya udah lah enggak apa. Bunga yang lain aja dulu. Ayo kita tanam bunga-bunga kita ini."
"Oke."

Leona menyuruh Rafael menggali tanah di beberapa tempat sekitar taman itu. Sedangkan dia mulai menanami bunga-bunganya.

"Dimana lagi Leona?"
"Kayaknya sudah cukup. Sekarang kita tanam bunga nya."
"Oke."

Bunga TerakhirWhere stories live. Discover now