Bagian XV

158 6 0
                                    

Wajah pucat itu masih melekat di wajah Rafael yang terbaring lemah di tempat tidur. Jam sudah menunjukkan jam 8 malam,tapi tidak ada tanda Rafael untuk sadar. Leona duduk di samping tempat tidurnya,sambil terus memandangi wajah Rafael. Leona berpikir kenapa jantungnya masih terus deg-degan setelah dia dipeluk Rafael tadi. Leona menyentuh dahi Rafael dan memeriksa panas Rafael, ternyata panas Rafael sudah mulai turun. Leona menarik napas lega. Leona pun menjauhkan diri dari tempat tidur Rafael dan bermaksud untuk keluar dari kamar Rafael dan pulang. Saat Leona berdiri dan hendak melangkah keluar, Rafael mengigau dan anehnya air mata keluar dari kedua matanya. Leona kembali duduk di tempat tidurnya Rafael dan mengusap air matanya Rafael. Kemudian tangan Rafael mengambil tangan Leona yang masih berada di pipinya. Rafael menggenggam kuat tangan Leona. Leona kaget dan berusaha melepaskan tangannya,tapi semuanya sia-sia. Rafael menggenggam kuat tangannya Leona,kalau dia memaksa menarik tangan Rafael, Rafael pasti akan bangun.
Leona memanggil salah satu pelayan yang ada di luar kamar rafael,dan minta tolong untuk memanggil Darren.

"Ada apa nona memanggil saya?"
"Panggil nama ku saja. Kalau Rafael tidak tahu. Toh usia anda juga lebih tua dari saya."
"Baiklah Leona-chan. Kalau aku panggil giti enggak apa kan?"
"Oke. Aku mau tanya bagaimana menurut anda dengan ini?" (Menunjukkan tangannya yang digenggam oleh Rafael)
"Kamu berada dalam masalah besar Leona-chan. Sudah menjadi kebiasaan Tuan Rafael. Kalau dia sakit atau tidur dan memegang tangan orang lain,dia tidak akan melepaskan genggammannya,kecuali Leona-chan mau membangunkannya. Apa perlu saya membangunkannya?"
"Tidak. Biarkan dia tidur dulu."
"Kalau begitu bisa-bisa Leona-chan akan akan bermalam disini. Apa kamu tidak keberatan?"
"Mau gimana lagi. Lagian besok minggu kan."
"Baiklah. Kalau ada sesuatu yang penting Leona-chan bisa memanggil saya."

Setelah Darren menutup pintu kamarnya Rafael. Pandangan Leona kembali ke wajah pucat Rafael. Rafael adalah laki-laki pertama yang rumahnya lernah diinjak oleh Leona. Biasanya Leona akan membuat seribu alasan agar dia tidakdi ajak ke rumah teman laki-lakinya padahal Leona tidak pergi sendirian. Dan entah kenapa saat dia menginjak rumah Rafael sendirian. Dia merasa nyaman aja. Bahkan saat ini dia berada di kamar laki-laki itu dan dia juga hanya berdua dengan laki-laki itu.
Leona masih melihat Rafael yang terbaring lemas. Leona pun menyadari. Bahwa seorang Rafael yang di kelilingi dengan orang-orang yang menyayanginya,tapi dia tetap menjadi Rafael yang selalu kesepian. Leona melihat jam tangannya yang ternyata sudah menunjukkan jam 01.00 pagi. Leona menarik selimut Rafael agar menutupi sampai dada Rafael. Lalu Leona mengusap-usap kepala Rafael. Seperti yang dia lakukan saat Leona menidurkan anak kecil.

*****

Cahaya matahari masuk melewati celah-celah kecil jendela kamar Rafael. Suara burung yang sedang hinggap di pohon membangunkan Rafael. Rafael membuka matanya, kemudian dia melihat sekeliling kamarnya. Rafael belum menyadari keberadaan Leona yang terlelap di samping tempat tidurnya. Rafael menutup matanya dan mengingat kejadian kemarin. Lalu dia tersenyum saat mengingat Leona yang memainkan piano. Rafael membuka matanya lagi dan hendak memegang kepalanya yang masih sedikit pusing. Saat itu dia baru sadar kalau Leona sedang tidur di samping tempat tidurnya dan masih memakai baju kemarin. Rafael melihat tangan kanannya menggenggam tangan kiri Leona. Rafael melihat Leona dan mengelus kepalanya. Kemudian Leona terbangun. Cepat-cepat Rafael pura-pura tidur dan menggenggam tangan Leona lagi.
Leona bangun dan melihat Rafael yang masih tidur kemudian Leona melihat tangannya masih di pegang erat sama Rafael. Kemudian dengan tangan kanannya dia memegang dahi Rafael.

"Tubuhnya sudah tidak terlalu panas."

Leona bermaksud membangunkan Rafael,tapi sebelum dia membangunkan Rafael. Rafael membuka matanya diluan.

"Kamu sudah bangun?"
"Mmm."
"Kalau gitu apa kamu bisa melepaskan tanganku sekarang."
"Ahh. Mm"

Setelah Rafael melepaskan tangan Leona. Leona berjalan ke arah jendela Rafael dan membuka tirai jendela kaca agar sinar matahari masuk. Lalu dia ke jendela yang lain,yang bisa di buka. Dan Leona membuka jendelanya.

"Kamu itu tinggal sendiri,urusan kesehatan kamu adalah tanggungan kamu. Karena itu usahakan setiap pagi untuk membuka jendela agar cahaya matahari dan udara pagi bisa masuk."
"Mmmm.."
"Nah sudah terang kan. Aku pulang dulu,nanti sore aku balik lagi."
"Maaf. Karena aku sudah nahan kamu tadi malam."
"Ahhh. Oke."

Rafael membuka selimutnya dan bermaksud untuk bangun dari tempat tidurnya. Meski kepalanya semakin pusing.

"Tapi Leona. Kenapa kamj tidak bangunkan aku saja tadi malam?"

Leona berhenti jalan mendengar perkataan Rafael. Jantungnya kembali seperti berdetak kencang.

"Mmm. It.. itu..."

Leona kembali membalikkan tubuhnya menghadap tempat tidur Rafael dan memandang Rafael yang juga sedang berdiri sambil memandanginya. Leona merasa detak jantungnya semakin kencang,bahkan bernapas pun dia sulit saat dia melihat mata Rafael dengan wajah pucatnya. Leona mengalihkan perhatiannya ke arah lain dan menjawab pertanyaan Rafael.

"Aku rasa kamu tidak perlu alasan untuk itu."

Leona kembali membalikkan pintunya dan dia sudah memegang daun pintu. Tapi kemudian,Rafael batuk-batuk dan Leona langsung berlari ke Rafael.

"Kamu enggak apa-apa? Panas kamu tinggi lagi. Kita ke rumah sakit ya. Tunggu di sini aku panggil tuan Darren sebentar. Jangan berdiri lagi."

Sebelum Leona berhasil melangkahkan kakinya. Rafael menarik tangan kirinya lagi.

"Aku tidak apa-apa. Aku tidak perlu rumah sakit. Asal kamu tetap disini."

Leona kembali duduk di tempat tidurnya Rafael lagi. Dia melepaskan tangannya dari Rafael. Tapi Rafael menarik lagi.

"Sebentar aku ambil selimut dulu."

Rafael menggelengkan kepala dan memegang erat tangan Leona. Leona dengan susah payah menyelimuti Rafael dengan tangan kanannya. Setelah itu Leona menepuk nepuk tangannya ke dada Rafael dengan lembut. Selama beberapa menit mereka hanya diam. Kemudian Rafael membuka matanya lagi dan melihat Leona yang masih berada disana.

"Sudah jam segini. Aku buatin kamu sarapan dulu. Sebentar aja."
"Mmm.."

Leona dibantu sama beberapa pelayan membuatkan bubur ikan untuk Rafael. Darren juga berada di dapur. Leona dan Darren semakin dekat. Darren banyak cerita tentang Rafael,kecuali hubungan Darren dengan Shofia dan saudara kembarnya.Setelah selesai Leona kembali ke kamar Rafael dan Rafael masih tidur di tempat tidurnya.

"Ayo bangun sebentar. Sarapan dulu. Terus Tuan Darren kasih obat ini."
"Mmm.."

Leona membantu Rafael duduk. Lalu dia menyulangi Rafael.

"Aku dengar dari Tuan Darren,kalau kamu sakit,kamu selalu menahannya sendiri. Aku juga dengar kamu paling tidak suka ke rumah sakit."
"Apa Darren memberitahu semuanya."
"Iya. Aku punya permainan,namanya 'Satu Darah' mulai sekarang kalau kamu sakit,sedih,senang aku juga akan merasakan hal yang sama. Contohnya kalau kamu sakit kamu bilang sama ku. Jadi kamu tidak perlu lagi menahan rasa sakit sendirian. Bagaimana? Deal?"
"Oke Deal."

Rafael dan Leona tersenyum.

Bunga TerakhirМесто, где живут истории. Откройте их для себя