Bagian XVIII

126 2 0
                                    

Leona berjalan melalui lorong-lorong sekolah. Seperti biasa Leona selalu datang diluan, karena itu masih belum ada orang di sekolahnya kecuali satpam,petugas sekolah dan beberapa guru piket. Kepala Leona masih terasa sakit. Wajahnya pucat, jari-jari tangannya dingin, perutnya terasa mual,pandangannya juga sedikit kabur. Sampai di kelas Leona langsung duduk di mejanya yang dekat dengan jendela. Leona melihat ke arah luar jendela. Bunga-bunga sedang mekar. Ketika dia melihat bunga-bunga itu dia teringat dengan Rafael. Leona mengambil ponselnya dan melihat foto-foto Rafael. Saat Rafael memegang ikan yang masih hidup,saat Rafael berhasil mendapatkan voucher ice cream. Dari semua foto ada satu foto yang sangat di sukai Leona. Yaitu foto saat Rafael tersenyum. Meski hampir semua Rafael tersenyum di foto. Tapi di foto yang ini, Rafael tersenyum benar-benat tulus. Dan ini membuatnya rindu dengan si Monyet keras kepala.
Rafael sudah tiba sekitar 15 menit sebelum pesawat ayahnya landing. Tapi dia masih berada di dalam mobil. Dia masih bingung apa yang akan dia perbuat,setelah yang dilakukan ayahnya terhadap Shofia. Meski ibunya sudah berkata. Sebenci apa pun dia sama ayahnya. Rafael tetap puteranya. Rafael tetap akan menjadi pewaris utama perusahaan ayahnya. Rafael akan tetap menjadi putera dari pemilik perusahaan terbesar. Menyadari itu semua Rafael benar-benar membenci dirinya sendiri. Dia membenci takdirnya.

"Saya rasa pesawat Presdir sudah Landing tuan. Apa anda tidak turun?"

Rafael tidak menjawab pertanyaan supirnya. Dia langsunh turun dari mobil dan menemui ayahnya.

---°°---

Jean Daniel. Laki-laki berdarah Perancis-Inggris, sudah menjadi pemilik Diamond Group selama 19 tahun. Diamond Group sudah menjadi perusahaan terbesar di Eropa.
Jean Daniel Jackson akan mewariskan semua hartanya kepada Rafael sebagai putera tunggalnya. Jean Danie Jackson sendiri memiliki kepribadian yang hangat dimata semua orang,kecuali Rafael yang sudah mengetahui siapa ayahnya sebenarnya. Meski dia membencinha tapi di jauh di dalam hatinya dia masih menyayangi ayahnya. Karena itu sampai sekarang dia belum memberi tahu kejadian beberapa tahun yang lalu.

Kini Rafael sudah duduk satu mobil dengan ayahnya. Tapi dia sama sekali belum mau bicara dengan ayahnya. Rafael lebih memilih diam. Kalau di tanya dia hanya menjawab seperlunya saja.

"Selama ayah disini. Ayah mau kamu tinggal di rumah ayah."
"Tapi aku tidak bisa meninggalkan ibu. Bukannya ayah memiliki banyak pelayan di rumah yang bisa menemani ayah. Aku juga yakin ayah akan jarang di rumah."
"Kalau begitu setiao weekend?"
"Akan ku usahakan."
"Bagaimana dengan sekolah mu nak. Apa kamu belum mau melanjutkannya?"
"Mungkin tahun depan."
"Mau sampai kapan kau terus sedih,hanya karena di tinggal perempuan itu?"

Rafael hanya diam.

Leona tidak kerja paruh waktu hari ini. Dia ingin menghabiskan waktunya di rumah saja. Kali ini Leona duduk di depan komputer. Dia sibuk melihat foto-fotonya dengan Rafael. Leona ingin mencetak foto-fotonya dengan Rafael. Setelah mencetak beberapa foto. Sakit kepala Leona muncul lagi, Leona berusaha jalan dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Leona pun berjalan dengan susah payah, hanya tinggal beberapa langkah lagi sebelum sampai di tempat tidur. Leona tidak bisa merasakan lagi kakinya lalu dia jatuh dan Leona terbaring di samping tempat tidurnya.
Simon sahabat Leona tiba di depan rumah Leona beberapa menit setelah Leona pingsan. Setelah dia memanggil Leona tapi tidak ada jawabang. Simon membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Simon kaget melihat Leona pingsan dan darah keluar dari hidungnya. Dia pun membawa Leona ke rumah sakit terdekat. Simon dengan wajah panik menunggu sahabatnya itu di UGD.

"Hai. Sim."
"Leona. Kau sudah sadar?"
"Mmm."
"kau kenapa sih?"
"Mungkin kecapean aja. Tumben enggak latihan?"
"Aku mau nemeni kau aja hari ini."
"Aku enggak apa-apa kok. Lagian kau kan mau lomba lagi."
"Eng.."

Bunga TerakhirWhere stories live. Discover now