Bagian XVI

139 5 0
                                    

Hari ini Rafael mengajak Leona ke pameran lukisan di pusat kota. Leona yang sebenarnya sudah ada janji dengan Simon terpaksa membatalkan janjinya itu dan menemani Rafael ke pameran itu. Leona dan Rafael sudah mulai dekat. Walaupun mereka lebih banyak diam dari pada berbincang. Tapi setidaknya sudah tidak ada cekcok lagi antara mereka.
  Sampai disana Rafael langsung berjalan ke pintu gedung sedangkan Leona lebih memilih berjalan di belakang Rafael. Suasana di tempat itu sangat ramai. Ada yang hanya melihat sebentar,lalu pindah ke lukisan yang lain, ada yang berdiri lama di depan satu lukisan saja.
  Leona hanya mengikuti langkah Rafael yang belum menemukan lukisan yang menarik perhatiannya. Pandangan Leona tidak lepas dari punggung Rafael. Kemudian tiba-tiba Langkah Rafael terhenti dan membuat Leona harus berhenti medadak,jika dia terlambat sekian detik saja,otomatis kepalanya akan menabrak punggung Rafael.
  Rafael berhenti dan matanya langsung tertuju pada lukisan yang ada di depannya. Leona mengikuti arah mata Rafael. Baru kali ini Leona melihat lukisan paling indah yang pernah di lihatnya.
  Lukisan pohon sakura,yang daunnya mulai gugur. Di bawah pohon itu ada siluet seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berpegang tangan. Rafael dan Leona sama-sama terpana dengan lukisan itu. Sampai akhirnya Rafael mengalihkan perhatiannya ke Leona yang berdiri di sampingnya dengan sejuta senyuman,menatap kagum lukisan di depannya.

"Baru ku sadari aku suka melihat senyumnya. Senyum dari seseorang yang akan membuatku menderita. Karena aku tidak sanggup untuk mencintainya."

Rafael tetap menatap wajah Leona. Kemudian Leona tiba-tiba menatap balik ke arah Rafael dan membuat pandangan mereka bersatu. Rafael sesaast sadar dan langsung membuang wajahnya. Leona yang melihat tingkah Rafael pun mengerutkan dahinya.

"EHHEEMMM."
"Ayo jalan lagi."
"Mm oke." Sahut Rafael yang mengikuti Leona dari belakang.

Rafael menceritakan kalau dia juga menyukai dunia lukis. Rafael menceritakan beberapa pelukis dunia yang ia suka. Sampai lah mereka di lantai paling atas tempat pameran ini. Diluar perkiraan mereka di lantai paling atas ternyata lebih banyak pengunjung. Karena tempat ini di jadilan tempat si pelukis untuk bertemu dengan para fansnya. Kebanyakan dari fansnya adalah anak anak muda perempuan.

"Wahh. Ternyata disini lebih ramai."
"Kita turun saja ya raf."
"Sebentar len. Sudah sampai disini. Aku bertemu dengan sepupu ku dulu."
"Maksudmu pelukis itu sepupumu."
"Mmm. Kakak sepupu ku. Aku juga ingin memperkenalkan dirimu ke dia."
"Aku tunggu di luar saja ya."

Rafaek tidak memerdulikan Leona dan langsung menarik Leona ke gerombolan anak- anak perempuan yang mengantri tanda tangan pelukis itu. Rafael memegang tangan Leona, tapi di tengah keramaian itu tanpa sengaja Rafael melepaskan tangan Leona. Leona yang kebingungan langsung berhenti dan berusaha mencari Rafael. Leona mulai merasa sesak saat gadis-gadis seusianya itu saling berebut untuk memoto pelukis itu. Leona memegang dadanya dan berusaha keluar. Tapu dia tidak tahu mau kemana. Leona merasa dia tidak bisa bernapas lagi Leona menutup matanya yang mulai berat dan hampir jatuh. Tapi seseorang langsung menampungnya. Meski pandangannya kabur,tapi Leona tahu orang itu Rafael. Yang sedang memeluknya adalah Rafael.
  Rafael membawa Leona ke luar gedung. Saat sadar Leona sudah berada di taxi. Lengan Rafael masih memeluknya.

"Kau sudah sadar?"
Mendengar suara Rafael Leona langsung bangun dan melepaskan diri dari pelukannya Rafael.
"Kamu enggak apa apa leona?"
"Ak.. aku enggak apa."
"Kita ke rumah sakit ya."
"Enggk usah, aku bilang aku nggk apa-apa."
"Leona.."
"Pak tolong berhenti di depan saja."
"Leona.!"

Rafael menarik lengan Leona saat dia membuka pintu taxi. Tapi Leona melepaskannya. Leona keluar dari taxi. Dengan terpaksa Rafael juga keluar dari taxi setelah dia membayar taxinya.

"Kamu kenapa keras kepala kali?"
"Siapa yang nyuruh kamu membawa aku ke rumah sakit?"
"Apa aku salah membawa kamu yang sudah pingsan ke rumah sakit."
"Tapi aku enggak suka.."
"Ya sudah terserah. Mau pingsan mau apa pun terserah kamu. Aku pulang diluan."

Rafael berjalan meninggalkan Leona.

"Jangan tinggal kan aku di tempat kerumunan orang. Aku sulit bisa bernapas kalau di tempat itu. Maaf sudah merepotkan mu. Dan terima kasih."

Rafael langsung berhenti dan mengingat kalau dia tadi memang langsung menarik tangan Leona dan membawanya ke kerumunan orang. Dia juga ingat tanpa sengaaja dia melepaskan tangan Leona. Rafael memutar kembali badannya dan melihat Leona berjalan. Rafael yang merasa bersalah,akhirnya mengikuti Leona dari belakang. Leona sebenarnya menyadari Rafael ingin meminta maaf, tapi dia tetap pura-pura tidak mengerti. Sampai di halte bus,Leona melihat Rafael berdiri di sampingnya. Rafael sendiri ingin meminta maaf,tapi dia tidak tahu caranya.

"Kau kenapa suka memaksa?"
"Ehhh.. aku?"
"Iya kamu. Kenapa selalu memaksa?"
"Leona kamu tidak marah?"
"Rafael kamu kira aku anak-anak, hanya karena masalah kecil aja langsung marah."

Karena Leona tidak marah lagi. Rafael mendekat dan mengedipkan matanya dua-dua dan berharap Leona tertawa. Awalnya Leona Tetap tidak tertawa. Bahkan dia malah membuang mukanya untuk menahan tawanya. Tapi Rafael malah mengikuti ke mana wajah Leona. Akhirnya Leona tertawa tapi sebagai balasannya dia mencubit pipi Rafael. Semua orang yang di halte melihat mereka tertawa.
  Rafael mengantar Leona pulang ke rumahnya. setelah mereka makan malam di rumah Rafael.

"Oya. Bagaiman kado ulang tahun ibumu?"
"Aku belum membelikannya."
"Jadi kamu enggak kasih apa-apa di hari ulang tahunnya?"
"Entahlah. Aku belum sempat menghubunginya."
"Mmm."

DIAM SEJENAK....

"Leona. Sejak kapan kamu takut keramaian?"
"Mmm. Aku lupa. Tapi yang pasti sejak kecil aku sudah seperti ini. Jantungku seperti sesak kalau dikelilingi banyak orang."
"Oohhh."
"Raf sebenarnya umurmu berapa?"
"Kita seumuran. Tapi aku sempat masuk kelas aksel. Makannya aku sudah kuliah."
"Kamu sudah mahasiswa?"
"Dulu. Sekarang aku ingin istirahat dulu. Setelah SMA kamu mau lanjut kemana?"
"Sebenarnya aku ingin lanjut ke sekolah kedokteran. Tapi beberapa saat yang lalu, aku bertemu seseorang. Dia menyuruhku untuk melanjutkan sekolah ku ke Bussiness Management. Karena dimasa yang akan datang aku akan memerlukannya."
"Jadi kamu ke Bussiness Management?"
"Iya aku sudah janji kepadanya."

Halo semua my lovely readers.
Maaf kalau ceritanya rada enggak nyambung. (Sebenarnya enggak nyambung kli.).
Terus vote yah.

Bunga TerakhirWhere stories live. Discover now