The Mission: 17

5.2K 341 3
                                    

Aku sudah siap dengan apa yang akan kulakukan hari ini. Semua peralatan sudah berada di tasku yang kian membesar karena barang-barang yang berada di dalamnya. Keraguan, ketakutan dan tidak kepecercayaan diri seperti menghilang dari diriku. Aku merasa lebih... ringan.

          Bebanku ringan, tidak ada lagi yang harus kupikirkan. Sekarang, aku hanya memikirkan bagaimana caranya untuk menghancurkan White Horizon.

          Mr. Nellist memberitahuku kalau jalan cepat untuk menghancurkan sebuah perusahaan besar ialah, dengan cara menghancurkan bagian dalam. Sama seperti makhluk hidup. Hancur didalam, begitu juga hancur diluar.

          "Kau yakin ingin melakukan ini?"

          "Mr. Nellist, aku yakin sekali. Dulu, aku yang selalu menanyakan itu padamu. Sekarang, giliranmu yang menanyakan itu padaku."

          Ketika seseorang berusaha menanyakan yakin atau tidaknya aku, entah mengapa rasa kepercaya dirian itu seperti ada yang menghilang, walaupun sedikit, tapi aku bisa merasakannya. Karena itu, ayahku tidak pernah menanyakan hal  seperti itu. Katanya, itu hanya akan membuat orang tersebut malah kehilangan percaya dirinya dan menjadi ragu karena desakan orang-orang disekitarnya atau pendiriannya.

          "Baiklah. Hati-hati, Hannah."

          Aku siap berangkat menuju White Horizon.

 ***

            Sesampainya disana, aku bisa melihat aktivitas para 'orang muda' ini. Mereka keluar-masuk lewat pintu besar White Horizon yang dijaga ketat. Anehnya, penjaga pintu itu sama sekali tidak di ganti. Salah satu penjaga pintu gerbang itu adalah lansia yang waktu itu aku lihat saat pertama kali aku kesini. Pakaian masih sama. Setelah formal, jas hitam dengan kemeja putih yang rapih.

          Tapi kali ini, aku memasuki White Horizon melewati penjaga pintu yang berada tepat di samping lansia itu. Aku kembali memakai kacamata hitam pemberian Thesa. Tas selempang yang kusampirkan di pundakku agak berat. Isinya hanya peralatan yang mungkin dibutuhkan dan... Pistol. Tepatnya pistol yang berada di bawah lemari Colin.

          Aku baru ingat dengan pistol itu, pistol yang dapat melewati apapun yang berada di depannya. Tiba-tiba aku teringat dengan perkataan Thesa yang bilang kalau bagian belakang kepala Beckley tidak dapat di hancurkan atau semacamnya. Tapi bagaimana dengan kerja pistol ini? Mungkin saja berhasil.

          Ketika aku berhasil memasuki White Horizon untuk yang kesekian kalinyna, aku disambut dengan suara interkom selamat datang yang tidak asing lagi di telingaku. Para lansia ada yang terduduk membaca koran, dan para 'remaja'—aku tidak tau apa itu remaja sungguhan atau tidak—sedang mengobrol di depan lift sambil memainkan ponselnya.

          Saat lift itu terbuka, dengan berjalan cepat aku menghampirinya dan memasukinya. Lift ini cukup ramai, kebanyakan para 'remaja' yang sedang berbincang tentang pekerjaan. Sudah pasti mereka lansia.

          Lift kembali terbuka, dan aku keluar dan mulai berjalan menyusuri lorong serba putih dengan logo WH dimana-mana.

          Aku terus berjalan dan sampai akhirnya aku menemukan dia. Ia sedang duduk dengan kacamata yang ia pakai kalau lagi kerja saja. Rambutnya masih sama seperti waktu itu.

          "Colin," Aku membuka kacamata hitamku.

          Ia menaikkan kepalanya dan menatapku datar. Wajahnya serius, namun keseriusan itu malah membuatnya terlihat seperti orang dewasa.

          "Kau lagi,"

          "Bisakah aku berbicara denganmu? Hanya berdua saja."

The MissionWhere stories live. Discover now