The Mission: 5

7.4K 463 6
                                    

Sekitar satu jam lebih, aku menunggu Thesa yang sedang ditangani di UGD. Perasaanku resah, takut terjadi apa-apa dengan Thesa. Dan aku masih tidak percaya, aku masih bisa mengendarai mobil.

          "Bagaimana?"

          "Anda siapanya?"

          "Keponakannya."

          Dokter itu menurunkan papan yang berada di tangannya, dan menatapku.

          "Nyonya Thesa tidak apa-apa. Memang dia memiliki gangguan pada paru-parunya sudah lama. Hanya butuh istirahat dan oxygen, dia akan bisa pulang."

          "Terima kasih, dok."

          Aku bernafas lega. Dokter itu meninggalkanku, tapi aku tidak boleh memasuki runagan UGD ini. Jadi aku kembali duduk di seberang pintu UGD. Aku memerhatikan sekitar, dan aku menemukan sebuah taman di belakang rumah sakit ini. Terdapat anak kecil laki-laki berumur sekitar 12 tahunan sedang belajar berjalan menggunakan kaki palsunya. Sungguh malang, anak seusianya sudah tidak memiliki kaki.

          Lalu aku teringat dengan Em. Kira-kira dia sedang apa, dengan siapa, dan dimana? Apa dia masih di gedung yang terakhir aku bertemu, atau mereka sudah kembali diusir? Aku harap tidak. Dia masih kecil, dan sendirian. Aku harap Serena mau menjaga adikku itu.

          "Hai."

          Aku tersentak dan membenarkan posisi dudukku. Seorang lelaki berpakaian rumah sakit, dan berjalan memegangi infusnya, sedang berdiri didepanku.

          "Ya?"

          "Kau sendiri?"

          Aku mengangguk, dan menggeser dudukku. Dia duduk disampingku sambil terus memegangi infus yang berwarna kuning itu.

          "Sedang apa kau disini?"

          "Menunggu—tanteku."

          "Dia di UGD?"

          "Ya."

          Harum buah-buahan yang berasal dari rambutnya, semerbak di hidungku. Rambutnya coklat tua, hampir sama sepertiku.

          "Mm... Kau sakit apa?"

          "Paru-paru."

          "Ada apa dengan paru-parumu?"

          "Flek di paru-paru. Itu sudah biasa."

        Lelaki yang terlihat seumuran denganku ini, sedikit menurunkan infusnya, namun kutahan.

          "Jangan diturunkan, nanti darahmu turun keselang infusmu."

          Dia hanya tersenyum, dan senyuman yang sangat menawan. Matanya hijau seperti pepohonan yang tenang dan damai di seliri angin yang lembut.

          "Oh ya, aku Matt. Kau?

          "Hannah."

          Aku menjabat tangannya, dan ketika itu juga, pintu UGD terbuka. Dan terlihatlah Thesa dengan wajah yang masih pucat keluar. Aku langsung melepas salamannya, dan berjalan cepat ke Thesa.

          "Kau tidak apa-apa, tante?" aku harus berpura-pura kali ini.

          "Ya, hanya saja sesak nafasku kambuh."

          Kelihatannya Thesa mengerti. Aku berpamitan pada Matt, dia hanya tersenyum dan mengucapkan sampai jumpa lagi.

          Aku terus memegangi lengan Thesa, kalau dia akan jatuh, aku bisa menopangnya. Thesa duduk di kursi penumpang. Dan sepertinya aku harus kembali menyetir lagi.

The MissionDove le storie prendono vita. Scoprilo ora