The Mission: 1

28.7K 829 17
                                    

Aku terduduk di pinggir jalan, memerhatikan lautan manusia di depanku. Semakin malam, tempat ini semakin ramai. Kebanyakan anak muda seusiaku. Mereka bersama teman-temannya tertawa dan tersenyum lepas. Seperti tidak ada beban dalam hidupnya. Tidak memperdulikan kalau disini ada yang iri melihat mereka.

Ya, aku.

Aku iri pada mereka. Semenjak perang satu setengah tahun yang lalu, hidupku berubah drastis. Aku hidup bersama adik perempuanku yang masih berumur 10 tahun. Kedua orang tuaku meninggal saat perang. Perang antar Whites dan Blacks yang memakan banyak jiwa, terlebih anak-anak dan remaja. Memang konyol kedengarannya, tapi itulah yang sudah terjadi. Perang belum usai. Belum ada yang bisa menenangkan perang antar ras itu. Tempat yang kutinggali termasuk Whites. Jadi ditempat kami tidak boleh ada Blacks. Jika pun ada, orang itu akan di penjara seumur hidup.

"Mama! Lihat itu!"

Aku menoleh ke arah anak kecil itu. Umurnya sekitar 6 tahunan, bersama ibunya yang sudah agak tua.

"Tidak, kau tidak boleh memakan permen itu."

Aku menatap mereka. Anak itu nurut dengan ibunya. Dia menganggukan kepala kecilnya-tanpa senyuman.Ibunya menggenggam tangan kecilnya dan kembali berjalan menyusuri pasar malam ini. Suasana dipenuhi oleh suara teriakkan para pengunjung yang tengah bermain roler coaster. Pengunjung muda. Sedangkan pengunjung yang lansia tengah asyik di tengah danau menikmati sinar bulan yang indah.

Tatapanku kembali ke anak perempuan tadi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu dia melepaskan pegangan ibunya dan berlari. Aku terkejut, hendak mengejar anak itu. Dan sepertinya ibu itu tidak mengetahuinya. Akhirnya aku bangkit dan berlari mengikuti gadis kecil itu. Aku melihatnya sedang berlari ke arah danau. Saat tubuh kecilnya hampir mencapai tepi danau dan hampir terpeleset, aku mengambil lengannya, dan dia menoleh terkejut.

"Apa yang kau lakukan, gadis kecil?"

"Siapa kau?" tanyanya.

Aku hanya tersenyum dan kembali menuntunnya. Pasti ibunya sedang mencari anak ini. Aku menggenggam tangan kecilnya, berjalan menuju ibunya. Dia hanya diam, mungkin dia merasa aneh di genggam oleh orang asing bertubuh kotor dan compang-camping sepertiku.

Saat aku menemukan ibunya, aku mulai berjalan cepat dan gadis ini juga mempercepat langkahnya.

"Permisi, nyonya?"

Dia menoleh, wajahnya penuh kecemasan.

"Ini anakmu, tadi dia hampir terpeleset di danau."

Dia menoleh ke bawah, dan langsung menggendong anaknya itu. Dia tersenyum-lebih terlihat senyuman paksa. Lalu dia pergi.

Beginikah sikap semua orang? Tidak tau terima kasih. Ayahku selalu mengajarkanku untuk selalu bersikap sopan di depan orang. Menolong kalau ada yang membutuhkan, dan berterima kasih kalau merasa sudah tertolong. Aku merindukan orang tuaku.

Aku kembali terduduk di pinggir. Aku melihat wahana roler coaster yang tidak pernah sepi. Setelah lewat jam 1 pagi, pengunjung mulai menyepi. Saatnya aku dan yang lain bekerja. Aku bertugas membersihkan sampah-sampah. Inilah pekerjaanku. Adikku juga bekerja, dia memaksa untuk bekerja. Akhirnya dia bekerja sebagai kurir koran setiap pagi. Melempar koran di halaman rumah orang-orang dengan berjalan kaki. Ya, jalan kaki. Aku merasa kasihan padanya, berjalan jauh dan hanya diupah hampir sama sepertiku. Tapi bisa dibilang, pekerjaan adikku jauh lebih terhormat daripadaku. Aku hanya gadis berumur 16 tahun dengan pekerjaan tukang mengumpulkan sampah yang terkadang tidak diupah.

***

Aku berjalan menuju tempat tinggalku dan adikku. Dia pasti senang sekali aku sudah membawakannya oleh-oleh. Makanan kecil yang sering dia makan dulu.

The MissionWhere stories live. Discover now