Penyesalan

3.1K 271 24
                                    

Aku berusaha sekuat tenaga untuk membangunkannya, membuat matanya terbuka kembali, membuat jantungnya berdetak lagi, dan membuat paru-parunya bernafas lagi. Tapi apa yang ku dapat? Mataku hanya bisa melihat kelopak matanya yang tertutup rapat. Seluruh wajah dan tubuhnya pucat pasi, putih, seputih gaunnya. Aku meneriakkan dan memanggil namanya berkali-kali. Aku tak mempedulikan semua manusia yang bergerombol mengitari kami.

Ken segera menghampiri kami dan mengecek pergelangan tangan Cecil. Ekspresi yang terucap dari Ken membuatku tak ingin melihatnya. Tanganku perlahan meletakkan kepalanya di pahaku. Aku menepuk-nepuk pipinya yang terkena noda merah itu. Noda merah yang paling ku benci di dunia ini. Darah.

"Nona Rene, maafkan saya menyampaikan berita ini. Tapi Nona Cecil—"

"TIDAK, KEN! CECIL MASIH HIDUP!! Tidak! Jangan bercanda, Cecil! Aku tahu kau hanya melakukan sebuah peran. Tidak! Kau tidak mungkin mati! Kau tidak mungkin meninggalkanku sendirian disini, Cecil!" Suaraku bergetar lirih.

"Nona, Nona. Saya tahu apa yang Anda rasakan, tapi—"

"TIDAK! Aku takkan pergi sebelum ia bangun! Aku takkan meninggalkannya! Aku takkan pernah meninggalkannya lagi! Ia berjanji akan selalu menemaniku, Ken! Cecil takkan mengingkari janjinya!"

Tiba-tiba mataku merasakan kilatan yang membuat mataku otomatis menutup. Kilatan-kilatan itu semakin banyak. Aku tahu bahwa itu adalah kilatan dari lampu kamera. Ya, tentu saja. Para wartawan segera mengambil gambar dari moment ini. Keparat.

"PERGI KALIAN! TINGGALKAN KAMI!" bentakku pada semua manusia bajingan itu. Satu per satu dari mereka meninggalkan kami.

"Cecil, ayo bangun dan pulang. Malam ini aku akan memperbolehkanmu tidur bersamaku. Kita selalu melakukan itu bukan? Seperti saat kita kecil. Aku akan menyanyikan lagu sebelum tidur. Aku akan membacakan dongeng untukmu, Cecil. Dongeng kesukaanmu. Apa itu? Hmm.. Ah! Hansel and Greetel. Itu kesukaanmu bukan? Aku akan bercerita padamu. Aku akan selalu di sampingmu mulai saat ini hingga seterusnya. Lalu selamanya. Kita sudah berjanji bukan? Akan membuat kenangan yang indah bersama," ucapku sambil tersenyum dan mengusap rambut hitamnya. Tanganku dipenuhi oleh noda kemerahan. Tapi aku tidak mempedulikannya.

"Nona... Maafkan saya. Tapi Anda harus kembali. Anda tidak boleh seperti ini. Anda—"

"Ken, apa kau ingat? Cecil sangat sayang padamu. Ia selalu memuji masakanmu, bukan? Bagaimana jika sepulang dari sini kita adakan pesta barbeque? Ia sungguh menyukainya. Ia selalu memintaku untuk memasakkan barbeque padahal aku tidak bisa memasak sama sekali. Ia bahkan berbohong tentang rasanya. Cecil selalu berkata Ia sangat menyukai masakanku yang bahkan tidak layak dikonsumsi. Ia adik yang bodoh bukan?"

"Nona Rene..." Ken mulai menangis terisak. Di ruangan itu sudah tidak ada siapapun kecuali kami bertiga.

"Ah, aku masih ingat di hari kelahirannya. Ia sungguh manis dan cantik. Tangisannya memenuhi rumah setiap malam. Aku sangat membencinya waktu itu. Tapi setelah melihatnya tumbuh, rasa benciku perlahan menghilang dan berganti dengan rasa bahagia. Duniaku yang dulunya kelam dan sendiri, kini berwarna dan aku memiliki seorang teman. Aku selalu mencoba menyingkirkannya dariku tapi ia selalu kembali sambil tersenyum begitu lebarnya. Berkata bahwa aku kakak yang terhebat yang pernah ia punya. Ia bersyukur aku adalah kakaknya." Sekelebat bayangan wajahnya yang tersenyum manis terlintas dalam otakku.

"Ia punya ruangan sendiri. Namun setiap malam ia datang ke kamarku dan tidur di sampingku. Ia sangat takut dengan hantu dan kegelapan. Aku terpaksa harus memeluknya. Bahkan jika ia mendengar petir ia bergidik ngeri dan melompat memelukku. Sungguh gadis cilik yang penakut. Berbeda 180 derajat denganku bukan? Aku harusnya melihatnya sebagai sebuah makhluk lemah yang hanya akan menambah satu lagi beban hidupku. Tapi satu senyumannya bisa membuang seribu masalah dan bebanku. Ia seperti matahari bagiku yang selalu bersinar cerah. Hingga akhirnya aku bersumpah untuk menjaganya seumur hidupku," lanjutku sambil menerawang jauh ke masa lalu.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang