Menghentikan Waktuku

3.5K 300 32
                                    

"Jangan membakarnya!" tanganku dengan cepat meraih buku yang sedang terbakar itu.

"Tapi—"

"Jangan membantahku. Aku tuanmu" balasku dingin. Aku meletakkan buku itu di lantai dan segera menutupnya dengan taplak meja yang kebetulan sedang ada disana saat itu. Aku sadar Iru menatapku dengan tatapan tidak suka, namun tidak bisa membantahku. Api di buku itu telah padam. Aku mengambilnya dan coba membersihkannya dari sisa-sisa pembakaran.

"Ada apa disi—Nona? Mengapa Anda berada di kamar Iru?" tiba-tiba Ken membuka pintu kamar itu dan segera memberikan tatapan bingung kepadaki dan Iru.

"Tidak. Tidak ada apa-apa" aku mengarahkan pandanganku sejenak pada Iru yang sepertinya masih marah dan tidak mau menatapku. Aku tidak mempedulikannya dan segera pergi dari ruangan itu.

"Apa aku keterlaluan? Aku merebut benda ini darinya secara paksa. Bahkan ia sampai membakar buku ini. Aku merasa ini begitu rahasia hingga jika ada seseorang yang membukanya ia terpaksa memusnahkannya" pertanyaan itu mulai muncul dalam benakku seiring dengan langkahku.

"Tapi aku tuannya. Aku membelinya, bukan mempekerjakannya. Jadi Iru secara resmi adalah budakku, bukan? Aku bisa memperlakukannya sesuka hatiku. Bahkan perlakuanku padanya saat ini terlampau baik.

"Ah, tidak-tidak. Kau bodoh, Rene Fixlrein. Kau merendahkan dirimu sendiri. Tentu kau masih punya rasa kemanusiaan. Walaupun kau tuannya kau takkan mengganggu privasinya hingga sejauh itu" langkahku terhenti.

"Iru mengatakan ini bukan miliknya. Lalu buku ini milik siapa? Aku yakin ini diary masa lalu Iru. Bukan. Tapi diary masa lalunya. Seorang lelaki tak bernama" aku memandang lagi sosok buku yang sudah separuh terbakar oleh api dari pemantik Iru tadi. Mataku menatap buku itu lekat. Seketika isi buku itu berdengung kembali di telingaku.

"Iru, siapa kau sebenarnya? Tulisan di buku itu.. apa itu masa lalumu?" aku menggelengkan kepalaku dan melanjutkan langkahku.

::::::::::::::::::::::::::::

"RENE!!!!" seruan keras itu seketika membuatku terpelonjak dari tidur pulasku.

"Sialan, Nessa. Tak bisakah kau membangunkanku dengan sedikit pelan?" aku mendengus kesal.

"Maafkan aku. Aku hanya terlalu bersemangat untuk school trip kita besok!" Nessa menampakkan senyumnya yang lebar. Aku bisa merasakan ia memancarkan aura api yang sedang membara bersamanya.

Ya, hari berlalu dengan cepat. Sejak kejadian itu, aku tidak terlalu banyak bicara dengan Iru. Aku selalu menghindarinya, entah mengapa. Mungkin merasa bersalah, atau mungkin karena aku masih marah padanya. Mengenai buku itu. Ahh.. aku menyimpannya di dalam laciku. Aku belum menyentuhnya lagi sama sekali.

"—ne? Rene?" suara Nessa membangunkanku dari lamunanku.

"hm—ah—iya? Ada apa? Apa yang kau bilang tadi?" aku menatap mata bulatnya kikuk. Ia memanyunkan bibirnya.

"Kau jahat, Rene! Selalu mengabaikanku! Yang aku bilang.. aku sudah memesan segalanya pada ketua kelas! Aku akan selalu berada di sampingmu saat school trip nanti. Saat di bus kita akan duduk bersebelahan. Di kereta api kita juga akan duduk bersebelahan. Lalu di villa nanti kita juga akan sekamar. Selain itu—"

"Oh, school trip kali ini terdengar membosankan. Mungkin aku tidak jadi ikut"

"Ehh?!?! Jahat!" Nessa terdengar benar-benar kecewa. Aku tersenyum. Mungkin aku akan menggodanya kali ini.

"Ahh.. bus, kereta, villa, semuanya bersamamu. Aku pasti akan sangat bosan denganmu" aku mengatakannya dengan nada malas.

"Aku tahu! Kau ingin melalui school trip ini bersama Iru, bukan?! Kau pasti ingin bermesra-mesraan dengannya! Kau melupakan sahabatmu karena kekasihmu, Rene! Dasar nenek sihir!" Nessa mengatakannya dengan cepat dan bersungut-sungut. Aku tidak tahu ia benar-benar marah atau sedang balik menggodaku. Jika ia sedang balik menggoda, selamat, ia berhasil membuat perhatian seluruh kelas tertuju padaku.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang