Merah

3.4K 257 19
                                    

Keheningan menyelimuti suasana di dalam mobil yang melaju di jalan sepi itu. Aku tidak tahu apa yang ku rasakan saat ini. Semuanya bercampur menjadi satu. Rasa bersalah, kecewa dengan diriku sendiri, dan marah dengan apa yang ku ucapkan. Jadi pada dasarnya aku mengutuk diriku sendiri. Tapi siapa yang menyuruhnya menyadarkanku dengan cara seperti itu? Ah, menjijikkan! Kau melempar kesalahanmu pada orang lain, Rene.

"Kau masih marah padaku?" ucap Iru memecah keheningan tanpa melirikku sedikit pun.

"Tidak," jawabku singkat.

"Lalu mengapa kau diam?"

"Karena aku tidak tahu apa yang harus dibicarakan." Aku tidak suka suasana seperti ini.

"Mengapa kau menyelinap masuk ke pesta tadi?"

"Bukan urusanmu."

"Kau mengkhawatirkan Cecil," ucap Iru mengutarakan asumsinya.

"Aku mengkhawatirkanmu, bodoh." Aku tidak tahu apa yang ku pikirkan hingga mengucapkan kalimat kontroversial itu.

Seketika mobil yang ku naiki berhenti mendadak membuat tubuhku sedikit terdorong ke depan.

"Apa maksudmu?! Mengemudilah dengan benar!" umpatku sambil mengelus dahiku yang tidak sengaja terbentur dashboard mobil.

"Kau mengkhawatirkanku?" tanyanya sambil menatapku dalam. Aku hanya mengerutkan dahiku dan tidak menjawabnya.

"Katakan saja kau mencintaiku. Tapi mengapa tadi kau menolakku saat aku sedang 'mencoba' one night stand denganmu? Atau mungkin perasaanmu benar-benar tulus dan tidak berniat melakukan hal seperti itu denganku?"

"Percaya dirimu sungguh tinggi. Bahkan setelah aku menyuruhmu mati dan mengataimu biadab," ucapku sinis. Kemudian ia tersenyum penuh arti.

"Aku hanya akan memperingatkanmu untuk hati-hati, Rene. Semua hal tidak selalu berjalan seperti kemauanmu." Ia menekan kembali pedal gas mobil itu.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::

"NONA!! Maafkan saya! Saya tidak bermaksud-"

"Hentikan, Ken. Aku benar-benar tidak ingin mendengar alasanmu. Meninggalkanku seperti itu saat kau sudah berjanji akan selalu berada di dekatku. Bahkan kau membiarkanku ditampar oleh lelaki durian itu. Kau pikir itu lucu?" ucapku sambil terus berjalan setelah menuruni mobil.

Ken menunjukkan rasa bersalah yang teramat sangat. "Ya, saya tahu saya sangat-"

"Ah, itu bukan salahmu. Itu salahku. Kesalahanku karena mengikuti rencana bodohmu. Tapi untung saja identitasku tidak sampai terbongkar. Dimana Cecil? Kau mengantarnya pulang bukan? Atau jangan-jangan kau meninggalkannya di pesta seperti kau meninggalkanku?"

"Nona, hentikan. Anda membuat saya semakin merasa bersalah."

"Oh, kau merasa seperti itu? Baguslah. Karena memang itu yang sedang coba ku lakukan," jawabku sinis. Entah mengapa aku sangat merasa muak dengan mereka semua. Termasuk diriku sendiri.

"Nona Cecil sudah berada di kamarnya. Mungkin ia tertidur dengan mata sembab karena menangisi Iru yang meninggalkannya tepat setelah Anda pergi." Aku menoleh ke arah Iru yang sedari tadi hanya diam di belakangku.

"Mengapa kau meninggalkannya?" tanyaku dingin.

"Karena aku mencegah seorang gadis bodoh yang minum di club sendirian untuk melakukan one night stand dengan pria hidung belang atau bahkan dengan om-om." Dahiku berkerut mendengar alasan konyolnya.

"Kau hanya ingin bersenang-senang dan meninggalkan tanggung jawabmu. Lebih parah kau mengatakan bersenang-senang itu adalah 'pertolongan' untukku. Kalian semua sama saja," ucapku dingin sambil berlalu.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang