"Got it." Airi bangkit dari kursi sambil menarik bagian bawah sweater warna pinknya.
Setelah melambai tangan ke temannya, Airi melangkah ke lift untuk menuju lantai dua, tempat kantin berada.
Hari ini Singapura gerimis dari pagi, dan membuat udara lebih sejuk. Maka dari itu Airi memilih memakai sweater ketimbang kaus saja.
Beberapa pegawai tampak ingin ke kantin juga. Jam rawan—kalau istilah Indonesianya. Waktu ketika badan dan mata ingin diistirahatkan sebentar.
Kantin perusahaan Stld benar-benar seperti kantin impian para pegawai. Semua makanan ada. Dari snack ringan sampai makanan berat.
Apalagi ketika makan siang, biasanya seluruh meja dan kursi penuh dengan orang.
Makanan berat tidak semua gratis. Tapi ada hari spesial semua makanan akan di gratiskan. Biasanya setiap hari kamis dan jumat. Kamis untuk sarapan, dan jumat untuk makan siang.
Untuk makanan ringan semua gratis. Cokelat bar, permen, keripik, bisa diambil secukupnya.
Minuman di kulkas dan kopi kaleng bisa diambil sendiri. Ada juga mesin kopi dengan kopi kapsul yang bisa dioperasikan sendiri.
Tentu yang pertama kali dituju Airi adalah konter kopi. Sebelumnya, dia mengambil dua gelas plastik yang berisi es batu, untuknya dan Vivienne.
Lalu membuatkan sesuai keinginan Vivienne dengan 3 shots espresso. Karena banyak espresso yang harus dibuat, dan mesin hanya dapat membuatkan satu per satu. Airi cukup lama berdiri di depan mesin kopi.
Ketika menunggu espresso ke tiga jadi, di belakangnya berdiri seseorang yang menunggu giliran membuat kopi juga.
Kepala Airi bergerak ke belakang. Seorang pria, melayu, sepertinya seusia dengannya atau lebih tua beberapa tahun.
Pria ini menyunggingkan senyum ketika Airi menoleh tadi. Dan dibalas Airi dengan anggukan kepala saja.
"Um...Sorry. I still need one more," ujar Airi dengan senyum canggung.
"It's alright," balas pria ini dengan logat London yang kental. Dia menarik ujung bibirnya ke atas agar Airi tidak merasa sungkan lagi.
Tapi tetap saja Airi merasa tidak enak karena memonopoli alat pembuat kopi akibat pesanan temannya.
Pria tinggi dengan rambut ikal sekarang menyebelahi Airi dengan cangkir yang menampilkan nama kampus terkenal di Inggris.
"You're new here, yeah?" Dia mengajak Airi bicara.
Airi mengangguk singkat.
Lalu kembali fokus menuang espresso yang baru keluar. Tidak lupa menambahkan air biasa ke dalam gelas plastik.
Kurang satu lagi, untuk kopi miliknya. Dengan cekatan, Airi memasukkan kapsul kopi ke mesin untuk keempat kalinya.
Mulut pria itu terbuka sedikit. Kepalanya mengangguk-angguk. "Ah I see." Lalu tangannya terulur ke arah Airi. "I am from the seventh floor, Fildza."
Mata Airi mengerjap sambil melihat tangan yang menunggu dijabat. Dengan ragu, tangan Airi menyambut demi kesopanan saja.
"Airi, from the fifth."
"Fifth? With Daniel? SA?"
Kepala Airi bergerak mengiyakan. "Yeah, he's my boss."
Untung saja kopinya sudah jadi semua. "Duluan..." Airi tersenyum miring dengan dua gelas kopi di tangan.
Fildza mengangkat mugnya ke atas. "Silakan..."
Airi pergi dari kantin di lantai 2 tanpa menoleh-noleh lagi. Karena tangannya sudah kedinginan karena dua es kopi miliknya dan Vivienne.
YOU ARE READING
Touchpoints
ChickLitEnemy turns into friend? Or maybe a lover? Siapa yang bisa menebak? Hari-hari Airi, F30, sebagai PM (Project Manager) salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan oleh perusahaan plat merah sudah cukup meriah. Dengan deadline, source code, bug error...
Part 57 - String Point
Start from the beginning
