Part 48 - Hub Point

4.6K 572 163
                                        

Kok udah part 48 aja :")))

------------------------

"Kok Mama ndredeg, yo?" Ujar Mama sambil merapikan jilbab dan mengaca di cermin dekat kamar mandi.

Airi yang sedang menyandar di sofa hanya menggeleng. Padahal jantungnya sendiri juga seperti berlari.

Karena sebentar lagi keluarga Ranu akan datang ke rumah. Diundang makan siang sebelum pergi ke bandara untuk kembali ke Jakarta.

Rumah yang kemarin berantakan saat acara pengajian, sekarang sudah rapi seperti sedia kala. Salah satu kelebihan mengadakan acara akad dan resepsi di hotel atau venue lain; rumah tidak terlalu berantakan setelahnya.

Tapi sekarang, acara selanjutnya adalah kunjungan keluarga Ranu dari Bogor.

Mama memesan masakan ke teman pengajian. Karena tentu saja tidak ada waktu untuk memasak dengan acara pernikahan di hari sebelumnya.

Di meja makan sudah ada rawon daging dengan telur asin, tauge, tempe goreng, dan kerupuk udang sebagai pelengkap.

Untuk minuman, Mama memesan es sinom yang segar. Cocok untuk udara panas Surabaya yang entah kenapa lebih terasa membaranya akhir-akhir ini.

Isa dan Bintang juga ada di rumah. Mereka sengaja datang pagi-pagi dari hotel yang diinapi semalam. Tentu saja setelah acara resepsi, keduanya tidak pulang ke rumah masing-masing.

Kemarin masa untuk Isa, hari ini sepertinya waktu untuk Airi sudah datang. Karena dari tadi anak perempuan pertama ini diam saja dengan ponsel di tangan. Seperti sedang menunggu sesuatu terjadi.

"Aca wes sampe mana, Mbak?" Tanya Papa sambil duduk di sofa.

Airi melihat kembali ponsel. Pesan terakhir dari Ranu Acacala datang lima belas menit lalu ketika memberi tahu jika sudah di jalan.

"Sepuluh menit lagi paleng," jawab Airi datar.

Airi berusaha bersikap biasa saja. Karena atmosfer di rumah sangat tegang. Berbeda ketika dulu keluarga besar Bintang yang berkunjung. Semua tidak se-stres ini.

Lalu Isa duduk di samping Airi bersama suami barunya. Keduanya tampak mengantuk. Entah karena terlalu lelah acara atau karena hal yang lain.

"Mbak, acara opo seh iki? (acara apa sih ini?)" Tanya Isa pelan, takut terdengar Mama.

Airi melirik dengan bingung. "Acara opo? Mangan biasa. Kan nggak tau rene (Acara apa? Makan biasa. Kan nggak pernah ke sini)."

"Oh—" Isa memutar mata ke samping. "Tak kiro ada sesuatu—"

"Sesuatu opo?" Airi menegakkan badan dan menghadap adiknya.

Tangan Isa mengibas pelan. "Gak gak! Salah aku mikir e." Ujung bibirnya naik perlahan ke atas. "Soale kok atek ndredeg kabeh (Soalnya kok pakai deg-degan semua)."

"Sopo? Aku gak!" Airi menghempaskan punggungnya ke sofa lagi.

Isa dan Bintang saling melirik penuh arti. Tapi sengaja tidak bertanya lagi dari pada kakaknya makin ditekuk wajahnya.

Beberapa kali Airi menoleh ke arah luar. Mungkin satu menit sekali, menunggu sebuah kendaraan berhenti di depan rumah.

Mama menyibukkan diri dengan memanaskan rawon di kompor. Katanya lebih enak jika disajikan hangat-hangat ketika keluarga dari Bogor sudah tiba.

Kaki Airi sudah bergerak-gerak tanpa disuruh. Tangannya menggulirkan ponsel tidak jelas sambil menggigit bibir.

Entah kenapa hari ini terasa lebih gerah bagi Airi. Karena blouse babydoll oversized lengan panjang warna biru muda seperti gatal sekali di kulit. Celana jeans abu-abu longgarnya juga dari tadi ditarik ke atas karena semua terasa tidak nyaman.

TouchpointsWo Geschichten leben. Entdecke jetzt