Part 32 - Latency Point

4.6K 555 78
                                        

Sekarang, absen vote sampai 130 yaa :D

Thank youu!

Guys, kalian terganggu sama tulisan panjang gini nggak?  Just asking...

-------------

"Gitu Bang Fauzan kalau dari gue." Airi mengakhiri update di rapat bersama para Project Manager dan Fauzan yang selalu dilakukan setiap minggu.

Hari ini Airi mendapat kesempatan terakhir lagi karena Fauzan butuh memberitahu hasil diskusi tentang fitur terbaru yang akan dibuat oleh tim Airi.

"Minggu lalu gue udah ngobrol sama Pak Juna tentang ide lu, Ri." Fauzan memajukan kursi ke depan. "Katanya itu ide bagus. Bisa dilakukan. Cuma memang akan ribet karena harus bikin perjanjian ina inu sama klinik rekanan."

"Bener," sambung Airi singkat.

"Butuh integrasi lagi." Fauzan tersenyum hambar.

"Kemarin anak-anak udah tanya ke klinik. Mereka sudah punya sistem buat antrean. Agak tricky-nya pas di format data, regulasi, sama security-nya," jawab Airi mantap. Karena hidup mati anak buahnya tergantung fitur terbaru.

"Kalau negosiasinya aman, tinggal sambungin aja, ya?" Sambung Dama.

Airi mengangguk. "Bener."

Fauzan memundurkan badan ke belakang. "Coba bikinin pitch-nya deh, Ri. Yang jelas semua. Data dari klinik juga sertakan. Nanti lo sama siapa di tim lo, ikut gue presentasi ke Pak Juna sama yang lain."

Bibir Airi otomatis mengerucut ke depan. Dia selalu tidak suka diminta membuat slide. Tapi ini sudah perintah atasan. "Siap Bang..."

"Makasih ya, Ri." Fauzan mengetuk meja dengan jari. "Sekarang gue mau update tentang pegawai."

Hati Airi mencelos. Matanya melihat ke teman-temannya yang juga memucat wajahnya. Tidak ada yang suka dengan pembahasan tentang siapa yang bertahan, siapa yang dibuang.

"List-nya belum gue kasih ke Pak Juna. Karena masih butuh di ulik lagi persebarannya. Biar nggak terlalu banyak yang dikeluarin." Fauzan membuka laptopnya sekarang.

Dama, PM website internal kantor untuk request testing kalibrasi, fokus melihat daftar nama anak buahnya di laptop.

Fauzan memperlihatkan layar ke timnya. Airi sampai harus mendekatkan kursi ke Eki karena layar Fauzan terlalu jauh.

"Nah ini semua outsource yang ada di bawah gue. Udah gue ranking sesuai penilaian aja. Pure yang kalian kasih." Suara Fauzan serius. Airi saja tidak akan berani kurang ajar ke atasannya, untuk hari ini.

"Kalau bener 50 persen yang harus hilang, berarti urutan 20 ke bawah pasti di cut semua," lanjut Fauzan.

Airi dan yang lain menatap nanar. Di tim Airi, nama Eina dan Alex yang masuk terbawah. Bukan karena mereka tidak cakap, tapi jika di-ranking seperti ini jelas kalah telak dengan yang lain.

"Tapi di gue mau ada yang diganti urutannya, Bang." Airi bersuara. "Tama. Dia dapet kerjaan di luar. Jadi sepertinya bakal resign."

Fauzan menelengkan kepala. "Oh ya? Dapet di mana?"

"Perusahaan marketplace," jawab Airi. "Tinggal nunggu offering."

Kepala Fauzan mengangguk-angguk. "Oke, bisa menyelamatkan satu orang dari urutan bawah."

Airi setuju. Dalam hati berterima kasih kepada Ranu yang memberi ide agar semua mencari pekerjaan lain. Karena bisa menyelamatkan orang di ranking terbawah.

TouchpointsWhere stories live. Discover now