Ini muncul nggak notifnya?
Kalau belum muncul mau aku publish ulang duluu.
-------------------------
"Mbak..." Nabil mengedikkan dagu ke belakang Airi.
Kepala Airi berpaling ke kirinya. Seorang pria datang mendekat dengan satu tali ransel yang disampirkan saja di pundak.
Ranu datang ke meja kerja Airi, padahal tidak ada yang menyuruh. Sepertinya dia juga tidak lagi peduli dengan pandangan sekitar. Apalagi Airi juga tidak akan kembali ke sini keesokan harinya.
Tadi, Ranu menunggu Airi selama setengah jam di lobi. Sampai dia bisa menyelesaikan satu rapat Zoom dengan ponsel.
Sekarang, Ranu sengaja mendatangi lantai 3 untuk menjemput teman perempuannya. Jadwal setelah ini adalah makan dengan keluarga besar di GI.
Airi mengangkat tangan untuk menyapa. Separuh wajahnya sudah ditutup masker, untuk menutup wajah sembab terlalu banyak menangis.
Tim Dev juga masih lengkap di meja panjang. Semua masih enggan cepat pulang. Karena berarti perpisahan itu semakin nyata.
Selain surat, tim Dev aplikasi kesehatan juga memberikan kado untuk Airi. Sebuah tas ransel warna biru muda yang lebih besar daripada miliknya sekarang.
Sedangkan Airi memberi masing-masing tumbler stainless steel berbeda-beda warna untuk masing-masing anak buah.
Untuk Fauzan dan tim PM lain diberikan bantal kursi yang membuat duduk lama lebih nyaman. Adit juga dapat. Daripada iri dengan Fauzan yang diberikan hadiah perpisahan.
Tadi Airi sudah berpamitan dengan Adit. Sengaja mendatangi lantai tempat Manager DA tapi tanpa membawa donat.
"Udah?" Tanya Ranu ketika sampai di samping Airi yang sudah memalingkan wajah.
Airi mengangguk sambil ikut bangkit. Dia menarik napas yang bergetar lalu membereskan barang di meja. Laptop, TWS, dan tumbler minum dimasukkan satu per satu ke dalam tas ransel.
Ola dan Eina yang duduk di sekitar Airi ikut berdiri, menunggu mantan Project Manager-nya selesai membereskan semua dengan gerakan yang seakan disengaja lambat.
Airi memandang mejanya yang kosong. Meja yang menjadi tempatnya selama dua tahun ini. Tempat di mana dia memperhatikan anak buahnya bekerja dan mengobrol random hal apa pun.
Air matanya naik lagi. Airi segera mengerjap dengan cepat dan menelan ludah agar perasaannya biasa lagi.
"Duluan ya..." Suara Airi pelan, tidak seperti biasanya.
Ola maju sambil mengalungkan tangan ke Airi untuk memeluk, meskipun bukan untuk terakhir kali. "Mbak besok kita ke bandara."
Helaan napas panjang dikeluarkan oleh Airi. Separuh tidak ingin makin sedih, separuh karena tidak mau diketahui jika akan ada keluarga Ranu juga.
"Nggak usah nggak apa lho." Airi memicingkan mata. Rautnya tidak terlalu terlihat karena tertutup masker warna putih.
Eina menggeleng sambil meminta Ola minggir. "Pengen anter Mbak Airi."
Tangan Airi mendekap anak buah perempuan dari Bandung ini. "Iya deh..."
Eina dan Ola berdiri berdampingan dengan senyum di wajah yang sembab. Mereka sama seperti Airi. Terlalu banyak menangis.
Anak buah laki-laki juga ikut mendekat. Ranu berdiri sedikit menjauh sekarang. Ingin memberi ruang bagi tim Dev aplikasi kesehatan untuk mengucap selamat tinggal kepada Airi di tempat mereka bekerja.
"Jam delapan udah di sana kayaknya, Mbak." Nabil yang bilang dulu. "Sama Bang Fauzan dibolehin sampe jam istirahat. Pokoknya jam 1 udah di kantor lagi."
YOU ARE READING
Touchpoints
ChickLitEnemy turns into friend? Or maybe a lover? Siapa yang bisa menebak? Hari-hari Airi, F30, sebagai PM (Project Manager) salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan oleh perusahaan plat merah sudah cukup meriah. Dengan deadline, source code, bug error...
