Part 43 - Nested Point

Start from the beginning
                                        

"Mahal-mahal, ya?"

Wajah Airi berubah sedih sekali. Karena Ranu benar. Harga sewa satu bulan apartemen setara gaji dua bulan di Jakarta.

"Meskipun gaji naik 4x lipat, tapi harga sewa setengah gaji, ya tetep nangis gue!" Kepala Airi menunduk, dorongan trolinya melambat. "Tetep bisa nabung nggak nih?"

Ranu tertawa pelan. "Namanya Singapur, mahal banget emang tempat tinggalnya." Dia mengembalikan ponsel Airi dan kembali yang bertugas mendorong.

"Gue nggak tau deh, tapi katanya ke Geylang banyak yang murah. Tapi kan red district, ya?"

"Jangan lah! Yang laen aja," tolak Ranu cepat. "Pokoknya yang aman, Ay. Lo bakal tinggal sendiri dulu."

Suara pengumuman dari speaker yang memberitahu promo hari ini membuat suasana supermarket menjadi lebih meriah.

Sambil memasukkan dua bungkusan besar makanan ringan rasa keju, Airi melirik sekilas ke Ranu yang menyandarkan lengan di pegangan troli.

"Lo mau ciki apa?" Tanya Airi.

"Yang rasa seaweed."

Kepala Airi mengangguk, tangannya mengambil dua snack ringan yang diinginkan Ranu tadi. Lalu mereka berpindah ke lorong sebelah.

"Ay, jangan terlalu murah juga. Pokoknya cari yang  paling deket sama kantor."

Anggukan kepala Airi sedikit gamang. "Kalau terlalu mahal tuh, sayang nggak sih?" Matanya menatap ke barisan biskuit dan wafer. Kemudian memilih wafer cokelat dan vanila untuk dibawa besok.

Airi menoleh ke Ranu perlahan, wajahnya tiba-tiba berubah warna. "Kayak—abis ini bakal ada lo. Kalau terlalu mahal, terus gue harus pindah apart lagi—kan eman (sayang)..."

Ujung bibir Ranu naik secara perlahan mendengar kegusaran teman perempuannya. Airi sudah memikirkan masa depan mereka di sana.

Tangan Ranu mencengkeram pegangan troli untuk menahan diri untuk tidak menerjang Airi yang sedang mengambil biskuit stick kesukaannya.

"Ay..."

Airi menoleh dengan sisa warna muka merona gara-gara kalimatnya sendiri tadi.

"Stop bikin gue gemes!"

Sekarang Airi yang tertawa geli. "Apa sih, Ca?" Tiga biskuit di tangannya dilempar ke troli. "Tapi bener, kan?"

Ranu menarik napas panjang. "Iya lo bener kok." Lalu dihembuskan perlahan. "Emang lo udah mikirin sampai mana?"

Tanpa menoleh ke belakang, Airi menggeleng kuat. Jelas tidak mau menjawab pertanyaan Ranu.

"Ay, gue nanya doang." Ranu menahan tawa agar tidak membuat teman perempuannya kabur dari supermarket.

Kepala Airi menoleh sekilas sambil tangannya mengambil kacang-kacangan dan jeli dan dimasukkan ke troli.

"Kenapa sih Ay? Selalu nggak mau jawab kalau gue tanya tentang masalah ini?"

Decakan kesal terdengar dari perempuan yang memakai atasan sweater warna biru dengan celana katun warna hitam.

"Soalnya lo selalu ketawa."

Akhirnya Airi menghadap teman prianya yang hari ini memakai polo shirt lengan panjang warna putih dengan celana jeans biru terang.

"Masa? Enggak kok," jawab Ranu dengan mengangkat bahu.

Airi menahan troli agar tidak maju dulu. Lalu disingkirkan ke pinggir, agar pengunjung lain bisa melewat mereka.

Untung saja lorong berisi biskuit berbagai macam hanya ada mereka berdua, setelah pengunjung tadi pergi.

TouchpointsWhere stories live. Discover now