Part 41 - Commit Point

Comenzar desde el principio
                                        

Kali ini tidak ada bertemu jauh dari gedung kantor. Keduanya mulai tidak peduli dengan omongan yang lain. 

Karena semua sudah tahu jika Airi dan Ranu sedang dekat. Mereka bertemu di parkiran seperti orang normal pada umumnya.

Airi melihat ke samping sambil memasang helm. Ke warung tahu campur dan tahu telor sepertinya tidak cocok untuk mengobrol dari hati ke hati.

"Bakso GBK mau nggak? Depan lapangan softball?" Tawar Airi.

"Yang ngemper di bawah?"

Kepala Airi bergerak ke atas dan bawah. "Santai sih soalnya. Lagi nggak hujan."

"Lo sukanya piknik kayak gitu, ya?" Mata Ranu menyipit di balik helm full face-nya.

Airi mengangkat masker menutupi wajah, alisnya naik ke atas. "Seru tau!"

"Iya Ay..." Ranu meletakkan tas di depan badan. Kepalanya mengedik ke belakang. "Naik."

Tanpa disuruh dua kali, Airi memegang lengan Ranu yang sudah diulurkan untuk naik ke boncengan di belakang. Dan meletakkan tangannya sendiri ke pundak teman prianya.

Setelah semua yakin siap, Ranu melajukan motor ke pintu gerbang GBK terdekat. Jakarta masih macet, tapi tidak mendung. Dan lapangan softball mulai dipenuhi warga muda yang ingin menghabiskan waktu malam di sana.

Setelah magrib di dekat sana, Airi yang mengantre bakso dan Ranu membeli minuman untuk mereka berdua.

"Di rumput-rumput samping lapangan aja, ya? Biar bisa selonjor," pesan Airi kepada Ranu sebelum berpisah.

Ranu hanya mengangguk, menyentuh kepala Airi dulu baru pergi ke coffee shop terdekat yang terdapat antrean orang-orang yang berpikiran sama dengan mereka.

Warga kota memang tidak butuh mall atau gedung ber AC. Mereka lebih butuh ruang terbuka yang bisa digunakan hanya untuk sekedar melepas penat dari seharian berkutat dengan kehidupan.

Airi membawa dua mangkuk bakso malang dan segera mencari posisi terenak untuk mengobrol berdua. Kepalanya dijulurkan ke atas, pandangannya berhenti di satu area dekat dengan pagar pembatas sebelah kiri.

"Ay..." Ternyata Ranu juga sudah selesai membeli dua es kopi dan air mineral untuk mereka.

"Tuh, sebelah sana tuh!" Kata Airi menunjuk dengan dagu ke tempat yang dilihat tadi.

Sambil melangkah beriringan, Airi dan Ranu masih belum bersuara lagi. Menunggu agar semua sudah duduk dan santai baru membahas email yang diterima Airi tadi siang.

Email yang menentukan bagaimana melanjutkan hubungan yang belum jelas sama sekali dari kemarin. Email yang membuat Airi merasa bersalah dan membuat pikiran Ranu kusut seharian.

Airi meletakkan dua mangkuk styrofoam di bawah. Ranu juga. Es kopi milik Airi diletakkan di samping paha teman perempuannya. Dan dirinya sedang menyesap es kopi hitam sambil memandang ke depan, ke arah pemain-pemain softball di lapangan.

Kaki Airi diluruskan. Dia menyendok kuah bakso hangat sambil mengikuti arah pandang teman prianya.

Keduanya masih belum ingin memulai pembahasan. Padahal sampai sengaja tidak ikut badminton, agar bisa cepat membicarakan masa depan hubungan mereka. Tapi ketika sudah ada momennya, seperti sengaja ditunda-tunda.

Suara gumaman orang bicara di sekitar mereka bercampur dengan teriakan dari dalam lapangan dan bunyi klakson kendaraan di luar GBK. Airi hampir menghabiskan baksonya ketika Ranu sudah menandaskan isi mangkuknya.

"Laper, Bang?" Tanya Airi ketika melihat teman prianya meletakkan styrofoam kosong di samping.

Ranu hanya membuang napas lalu meneguk air putih.

TouchpointsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora