Mereka masuk ke dalam restoran yang ternyata cukup ramai dengan pengunjung. Musik mengalun lembut sebagai backsound. Warna kuning dari lampu membuat suasana lebih hangat.
Furnitur kayu berwarna toska tersebar di seluruh ruangan. Meja, kursi, lemari, sampai rak, berwarna toska dengan ukiran khas peranakan. Vas dan guci cina juga diletakkan di beberapa titik dengan bunga berwarna pink dan kuning.
Ranu memilih tempat dekat jendela lebar berbahan kayu. Meja untuk 2 orang dengan vas bunga mini di tengahnya. Sebelum duduk, Airi menyentuh dulu bunga krisan yang berwarna lembut.
"Bagus tempatnya," ujar Airi masih memainkan kelopak bunga sambil duduk.
"Iya..." Ranu ikut memperhatikan, bukan ke bunga. Tapi ke orang yang sedang memandangi bunganya.
Waiters menyerahkan buku menu kepada mereka. Dan Airi berhenti melihat bunga dan beralih ke makanan yang harus dipilih karena dia lapar sekali.
Ranu memesan kaya toast untuk berdua, hot plate tofu dan es kopi. Sedangkan Airi memesan misoa kuah dan teh melati hangat.
Kepala Airi masih berputar berkeliling melihat suasana. Ranu bersandar di kursi, dengan tangan terlipat, matanya masih fokus ke depannya.
"Tadi mau ngasih tau apa?" Ranu memajukan kursi.
Airi membetulkan letak maskernya dulu. "Tadi gue kan iseng tanya di grup angkatan, ada loker nggak di luar negeri. Ada yang ngejapri, katanya tempatnya suka cari. Terus minta CV gue."
Alis Ranu terangkat. Tidak menyangka ternyata Airi sudah mencari pekerjaan lain dari sekarang. "Terus?"
"Ya belom gue kirim. Cover letter-nya belom buat soalnya."
"Perusahaan apa?"
"Sltd."
Wajah Ranu berubah tertarik. "Bagus tuh!"
Waiters memotong pembicaraan mereka untuk mengantar minuman. Baru Ranu melanjutkan kalimatnya. "Temen lo siapa namanya? Di angkatan gue juga ada 3 orang di sana."
"Oh ya?" Airi mengeluarkan ponsel dan membuka chat dari Dimas tadi. "Namanya Adimas, panggilannya Dimas. Dia Senior App Engineer kalau nggak salah. Tadi gue liat Linkedin." Airi menuangkan teh ke cangkir kecil sambil menyerahkan ponselnya ke Ranu.
Kepala Ranu mengangguk-angguk ketika membaca pesan dari Dimas kepada Airi. "Kirim aja. Kali aja ada yang masuk." Ranu mengembalikan ponsel Airi tanpa melihat hal-hal lain.
"Siap!" Airi menyeruput teh yang menghangatkan tenggorokan dan badan sekaligus. "Gue kabur duluan, padahal belom ngerangking anak-anak. Belom bilang juga ke mereka."
"Satu-satu..." Ranu menyesap lagi es kopinya. "Udah bilang ke Mama Papa?"
Airi menoleh ke belakang untuk batuk lagi. "Udah."
"Boleh?"
"Ya— Gitu lah. Tapi tetep gas aja." Airi tersenyum terpaksa. "Mama yang 'adoh e! Malah lali nikah' bla bla bla..." katanya sambil mengikuti gaya Mamanya kemarin ketika mengomel.
Senyum Ranu terlalu lebar. Karena bisa membayangkan Tante Lily. Gaya mengomel Ibu dan Anak ini sebenarnya hampir sama.
"Papa?"
"Katanya kalau ada yang nyantol, nggak apa-apa," ujar Airi sambil minum tehnya, karena tenggorokan makin gatal. "Gue lupa bawa aer putih, ih. Pesen lagi aja deh."
Airi mencari waitress yang bertemu mata dengannya. Dia memanggil dengan sopan dan segera memesan 2 botol air mineral tidak dingin. Satu untuknya, satu lagi untuk temannya.
YOU ARE READING
Touchpoints
ChickLitEnemy turns into friend? Or maybe a lover? Siapa yang bisa menebak? Hari-hari Airi, F30, sebagai PM (Project Manager) salah satu aplikasi yang sedang dikembangkan oleh perusahaan plat merah sudah cukup meriah. Dengan deadline, source code, bug error...
Part 18 - Trigger Point
Start from the beginning
