“Ya.”

          “Dia adalah kerabat dekatku. Dia menyamar sebagai penjaga gedung itu disana. Setiap hari dia mengecheck mobil-mobil yang mengangkut tubuh-tubuh Blacks.”

          Aku terus memandang Thesa. Sekarang kepalaku dibayang-bayangi, aku menghancurkan gedung yang mungkin sangat besar itu. Aku menjadi takut.

          “Ikutlah denganku, akan kutunjukkan kau sesuatu.”

 ***

          Thesa membuka sebuah pintu besar. Seperti pintu depan, pintu itu terdapat keamanan yang sangat ketat. Sidik jari, nomor kode dan lensa mata, lalu terbukalah pintu yang terbuat dari besi itu. Aku menganga melihat tempat ini. Tempatnya luas. Lebih luas dari ruang tamu itu, tidak ada jendela dan lubang apapun, hanya dinding kedap udara yang bernuansa putih polos dengan layar yang sangat lebar di salah satu dinding. Dan ruangan ini di kelilingi oleh meja yang terdapat banyak sekali tombol-tombol yang berkedap-kedip.

          Ruang ini sangat memukauku.

          Hanya barang-barang canggih yang terdapat disini. Thesa duduk di kursi di depan layar yang memenuhi dinding itu. Muncullah wajah lelaki yang berumur sekitar 40 tahunan.

          “Hello, Mrs. Thesa.”

          “Hallo, Mr. Nellist. Seperti yang sudah aku katakan, aku sudah mendapatkan orangnya.”

          Thesa menoleh padaku, dan tersenyum padaku. Aku kembali melihat layar itu, dan pria—Mr. Nellist tersenyum padaku.

          “Aku Hannah. Senang bertemu denganmu, Sir.”

          Mr. Nellist tersenyum menampilkan sederetan gigi putihnya, tapi ada satu gigi emas di graham atasnya. Terlihat karena sangat mengkilap dan mencolok.

          “Hallo, Hannah. Senang bertemu denganmu juga.”

          Thesa menggeser sedikit mikrofon yang berada di depannya. Dan menoleh padaku.

          “Dia sedang mendapat shift bekerja. Jadi dia bisa berkomunikasi lewat alat ini juga.”

          Itu artinya, rumah Mr. Nellist juga pasti sebesar rumah Thesa. Besar dan banyak alat-alat canggih yang belum pernah kulihat.

          “Jadi, Mr. Nellist. Kapan kita akan melaksanakan misi kita?”

          “Bagaimana kalau kita perbincangankan ini besok saja? Dirumahku.”

          “Baiklah, sampai jumpa besok.”

          Alat itu mati, dan kini hanya tinggal dinding putih polos itu. Aku terus memerhatikan ruangan ini. Apa kegunaan ini semua? Ruangan ini seperti ruang mata-mata yang canggih.

          “Besok kita akan ke rumah Nellist. Sekarang, anggap saja ini sebagai rumahmu sendiri. Jangan pernah kau memasuki ruangan ini tanpa seizinku.”

          Aku hanya mengangguk. Sepertinya tempat ini sangat rahasia untuk Thesa. Kalau ini rahasia, mengapa dia mengajakku kesini?

          “Aku telah mempercayaimu.”

 ***

        Thesa dan aku sudah berada di rumah yang tidak kalah besarnya dengan rumah milik Thesa. Yang hebat dari rumah ini, terdapat besement dan diatapnya terdapat atap kaca yang besar. Entah apa itu, tapi itu sangat memukauku. Darimana orang-orang memiliki uang sebanyak ini setelah perang? Rumahku saja sudah hancur lebur rata dengan tanah.

The MissionWhere stories live. Discover now