Part 1

4.1K 27 5
                                    

Hari minggu yang cerah. Sinar mentari pagi bersinar dengan cerahnya menyambut hari ini. Seakan menyemangati semua makhluk yang ada di belahan bumi ini untuk menikmati, merasakan setiap pancarannya yang begitu menghangatkan. Dan seolah mengatakan setiap hari yang silih berganti adalah sebuah pengharapan yang terus berjalan.

Hal itu pula yang sering dilakukan oleh seorang gadis di balkon apartemennya. Menyambut datangnya pagi dan menikmati pemandangan sekitar apartemennya yang terletak di sudut kota Seoul sambil sesekali menyesap teh hangat yang ada dalam genggamannya. Meski hari minggu sekalipun, hal itu tidak mengubah kebiasaan yang selalu dilakukannya setiap hari.

Sifara Kusumawardhani yang biasa dipanggil Fara. Itulah nama sang gadis itu. Sosok gadis manis, berambut lurus, panjang dengan warna hitam alami bak rambut sang model iklan sampo yang sering nongol dilayar televisi. Dengan warna kulit yang menurut orang bule, dikatakan ‘exotic’, dan perawakan tubuh yang boleh dibilang mungil dibanding dengan ukuran orang dewasa seumurannya.

Fara, gadis itu sebenarnya berasal dari Indonesia, lebih tepatnya di kota kecil di kawasan propinsi Jawa timur. Bagaimana bisa dia terdampar di kota Seoul, tempat bintang Hallyu itu berada?

Pekerjaannyalah yang membawanya hingga ke negeri ginseng ini. Pada mulanya dia bekerja di sebuah perusahaan elektronik yang berada di Jakarta. Karena keahlian dan kecakapan yang dia miliki di bidang quality control, dia dikirim ke kantor pusat yang terdapat di kota Seoul.

2 tahun sudah dia berada di kota ini. 2 tahun berada di negeri orang memang penuh perjuangan bagi dirinya. Selain bahasa yang berbeda, yang memaksanya untuk mempelajarinya, mau tidak mau ya harus mau kalau tidak mau dikatakan sebagai makhluk planet dari negara lain, dia juga telah lumayan mengenal bagaimana keseharian, etos kerja dan segala hal yang ada di kota ini, dimana hal itu tentu sangat jauh berbeda dari negara tercintanya.

Banyak hal yang telah dia lalui seorang diri tanpa sanak saudara yang mendampingi, namun demikian hal tersebut tidak juga mematahkan semangatnya untuk terus berjuang dan melalui hari di negeri orang tempatnya berada sekarang.

---------

Tanpa terasa sudah 2 jam dia melakukan rutinitas hariannya di balkon apartemennya itu. Dan selama itu pula dia seperti tidak bosan memandangi apa yang telah disuguhkan Sang Penciptanya.

Seolah pemandangan-pemandangan itu mampu mengusir segala beban pikiran, kepenatan yang mendera dari pekerjaannya setiap hari. Seolah bersyukur atas apa yang telah dia lalui selama ini dan berharap apa yang akan dihadapinya dikemudian hari juga bisa dia lalui sebaik atau lebih baik dari hari-hari sebelumnya.

Fara masih dengan keasyikannya sendiri saat suara ponselnya mengalun dari dalam ruangan apartemennya. Dengan cepat-cepat dia menghampiri dan menekan tombol hijau dilayar ponsel touch screen-nya.

“Yoboseyo (hallo)”

Oh Haneul-ah. Waeyo (oh Haneul, ada apa) ?”, jawab Fara pada seseorang yang berada diseberang sana yang ternyata bernama Haneul, teman satu kantornya namun berbeda divisi dengannya. Karena mereka seumuran dan terbilang dekat, yang bahkan Haneul sendiri telah mengklaim Fara adalah sahabatnya dan sebaliknya, jadi mereka menggunakan bahasa informal dalam keseharian mereka.

True LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang