Bab 9

2 0 0
                                    

Tidak ada yang lebih menyebalkan dari yang Erish rasakan saat ini. Dipaksa untuk menikmati makan malam bersama dengan mama—Zera—dan Arfan, sang kekasih dari Zera. Yes, papanya Leroy! Ceritanya, mereka sedang merayakan anniversary yang ke-7 bulan dengan menyelenggarakan acara dinner keluarga kecil-kecilan.

"Harusnya kamu ajak Leroy juga, Mas, biar makin lengkap." Celetuk Zera.

"Ya, Mas janji, di perayaan kita yang ke-8 bulan, Mas akan bawa Leroy bersama-sama." Arfan segera mengiyakan sembari tersenyum cerah.

Erish yang sudah tidak tahan, akhirnya menyerah. Ia letakkan sendok dan garpunya dengan kasar di atas meja makan hingga menimbulkan suara yang mampu menghentikan senyum cerah kedua sejoli menyebalkan itu.

"Kenapa, Rish?" tanya Zera.

"Kalian tau nggak? Leroy pernah nganiaya aku. Aku juga pernah balas nganiaya dia." Setelah sekian lama menyembunyikan fakta ini dari kedua orang itu, akhirnya Erish memutuskan untuk memberitahukannya.

Sontak, kedua orang itu terkejut bukan main. "Maksud kamu?" Arfan segera bertanya.

"Nggak ada maksud apa-apa. Cuma dengan niat kalian ngumpulin aku bareng sama Leroy, artinya kalian mau aku sama dia bunuh-bunuhan di depan kalian?" Setelah mengucapkan kalimat itu, Erish segera pergi meninggalkan ruang makan.

Erish sudah kehilangan segala cara untuk membuat mereka berdua berpisah. Yang ada, dengan segala usaha yang pernah ia coba, justru malah makin membuat mereka mendekat. Sampai pernah, Erish berada di titik, apakah ia harus menerima Arfan sebagai ayah barunya?

*

"Hah? Dinner bareng?" sahut Hunter cepat setelah mendengar kabar langsung dari mulut Leroy tentang apa yang sedang terjadi saat ini di rumah Erish.

"Lo nggak ikut?" tanya Aias.

Kahlil terkekeh, "Nanti bukannya dinner, malah jadi ajang gladiator."

Leroy langsung berdecak kesal.

"Terus, Erish ikut?" sahut Hunter lagi.

"Mana gue tau? Mana gue peduli? Bodo amat!"

"Tapi tunggu deh. Kalo denger dari cerita lo, kayaknya hubungan bokap lo sama nyokapnya Erish udah sedeket itu. Apakah sebentar lagi lo bakal resmi sodaraan sama Erish?" Kahlil menerka-nerka kemungkinan yang terjadi di masa depan.

"NAJIS! AMIT-AMIT!" Leroy langsung berseru dengan kencang dan keras.

"Kalo gue sih nggak masalah." Kahlil menyahut dengan kalem.

"YA ELO YANG NGGAK NGERASAIN, OKE-OKE AJA!"

"Makanya, gue bilang nggak masalah, Le."

Ponsel Leroy yang tergeletak di meja bergetar. Memperlihatkan panggilan telepon dari Arfan. Sebelum menerima panggilan telepon itu, Leroy mengumpat lebih dulu.

"Cepat pulang sekarang juga!" perintah Arfan di seberang.

*

Sudah seperti setrikaan, ke kanan dan ke kiri, bolak-balik, ngalor-ngidul. Seperti itulah yang Leroy lakukan selama kurang lebih 3 menit tanpa henti. Beberapa teman sekelas sebenarnya sudah me-notice ada sesuatu yang pastinya sedang Leroy pikir dan mungkin membuatnya bimbang. Namun tak ada yang berani menegurnya sampai Hunter muncul di kelas 12-3.

"Ngapain lo? Lagi kurang kerjaan?"

Leroy langsung berhenti mondar-mandir. Sambil memperhatikan Hunter, ia memikirkan sebuah ide. "Ter,"

"Apa?"

"Lo harus tolongin gue."

Satu alis Hunter terangkat, "Sejak kapan gue punya kewajiban nolongin lo?"

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: May 14 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

Here To YouOnde as histórias ganham vida. Descobre agora