Bab 2

13 5 2
                                    

Kemunculan Erish di kelas 12-1 sontak menjadi sorotan teman-teman sekelasnya yang belum semuanya ia kenal setelah satu minggu ia resmi menjadi murid SMA Lavida. Ujung bibir kirinya terdapat luka yang mengering, di pelipisnya ditempel plester bening. Penampilannya jelas berbeda dari yang terakhir teman-temannya lihat kemarin.

"Rish, wajah lo kenapa?" Sanju segera mendekati Erish yang baru sampai di bangkunya. Berbeda dari anak-anak lain yang tampaknya hanya penasaran dengan luka yang didapat Erish, Sanju terlihat mengkhawatirkan keadaan Erish.

Erish menggelengkan kepala. "Nggak papa."

"Nggak papa gimana? Wajah lo terluka, Rish. Pasti sakit banget itu."

"Udah nggak sakit kok." Erish berkelit sambil mempersibuk diri dengan cara mengeluarkan buku-buku pelajarannya dari ransel.

"Udah diobatin belum?" Sanju masih tidak menyerah.

"Udah."

Nabila yang duduk tak jauh dari tempat mereka, yang sejak tadi memperhatikan interaksi antara Sanju dan Erish dibuat berdecak. Sedikit kesal ia melihat reaksi Erish yang terkesan cuek, padahal Sanju jelas-jelas menunjukkan afeksinya. "Ju, udah deh. Mending lo nyiapin buat pelajaran pertama aja."

Sanju segera menoleh pada Nabila yang wajahnya judes. Lalu dengan berat hati, ia pun kembali ke tempat duduknya membiarkan Erish sendiri di tempat duduknya.

Bel masuk berbunyi. Kelas 12-1 yang semula berisik segera tenang saat guru Bahasa Indonesia masuk dan memulai untuk mengajar. Dua jam pelajaran Bahasa Indonesia, kelas mereka lanjut untuk pelajaran Matematika selama tiga jam pelajaran. Baru setelahnya, para siswa diperbolehkan untuk istirahat selama 20 menit.

"Rish, kantin yuk!" dengan ramah, Sanju mengajak Erish begitu bel istirahat berbunyi.

Erish menggelengkan kepala tanpa suara.

"Lo bawa bekal?" tebak Sanju.

"Nggak laper."

Lagi-lagi Nabila menjadi saksi atas sikap cuek Erish pada Sanju yang baik hati. Nabila pun ikut menghampiri meja Erish. Lalu ia menepuk bahu Sanju, "Yuk, ah. Cepetan. Mungkin dia lagi diet."

Keduanya pun pergi dari hadapan Erish. Begitu pula teman-teman sekelas lainnya. Di saat kelas sudah sepi inilah, Erish tak bisa lagi menyembunyikan rasa sakit yang masih terasa pada luka di wajahnya. Ia segera mengeluarkan salep obat yang ia dapat dari apotek, lalu ia mengoleskannya ke luka di ujung bibir dengan bantuan layar monitor ponsel yang gelap tapi cukup ampuh untuk difungsikan sebagai cermin.

Setelah selesai dioleskan, Erish merasa lebih baik. Rasa sakitnya sedikit berkurang. Tapi tidak dengan rasa tidak nyaman yang mendadak ia rasakan sejak pertemuannya dengan Leroy kemarin. Sangat tidak terduga, ia dan anak pacar mamanya berada di satu sekolah yang sama! Entah beruntung atau tidak, kejadian kemarin terjadi setelah pelajaran usai lebih cepat karena para guru harus mengadakan rapat pleno. Sehingga hanya segelintir siswa yang tau. Dirinya, Leroy dan teman-temannya.

*

"Lo ngapain sih, baik-baikin tuh anak terus? Lo nggak liat apa, gimana caranya ngerespon kebaikan lo?" di kantin, Nabila mengungkapkan keheranannya sekaligus ketidaksukaannya pada Sanju yang menurutnya terlalu baik dalam memperlakukan Erish.

"Tuh anak siapa, Bil?"

"Lo nggak selemot itu buat nyari tau siapa tuh anak yang gue maksud." Saking tidak sukanya, Nabila sampai malas menyebut nama Erish.

Sanju pun menghembuskan nafasnya pelan. "Dia itu temen kita, Bil."

"Hah? Kita?" wajah Nabila kaget, tidak percaya.

Here To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang