Adik ke delapan; Chapter 7.

86 6 12
                                    

Chapter 7; Murka.
Happy reading!


"Dia.. ngapain sih? gapeduli lah."

.
.
.

"Assalamualaikum, Kami pulang." Salam Solar dan Thorn memasuki rumah mereka, Tidak ada jawaban.

"Belum pada pulang kah?" batin Solar

DORR!!

Solar terkejut mendengar suara tembakan pistol tepat disampingnya dimana Thorn berada. Dia cepat-cepat melihat ke sampingnya, terlihat Thorn yang sudah tertembak. Darah segar mengalir di bagian lengan tangan. "Thorn!?" Solar terkejut.

"S-Solar.."

"Thorn! bertahan lah! aku akan memanggil ambulans!" Solar pun mengambil handphone-Nya dari sakunya, jarinya bergerak untuk menelfon ambulans.

"Ck! Cepatlah!!" Keluh Solar yang masih menghubungi ambulans

"Maaf.. sengaja, pfft."


.


.
.

"Bagaimana keadaan Thorn!?" Halilintar menghampiri Solar di Rumah Sakit.

"Gak tau, Dokter belum keluar." jawab Solar

"Bagaimana kejadiannya?" Tanya Halilintar

Solar menjelaskan kejadiannya dengan singkat dan gampang di mengerti. Tiba-tiba Dokter keluar dari ruangannya Thorn.

"Pasien sudah membaik, ada kemungkinan hidup dan ada kemungkinan dia akan meninggal. Sekarang, dia hanya perlu beristirahat dengan cukup." ucap Dokter

"Apa, kami bisa menjengukya sekarang?" tanya Solar yang di jawab dengan gelengan kepala dokter.

"Tidak, tidak bisa sekarang."

"Ah.. Baiklah.." Dokter itu pun pergi meninggalkan Hali dan Solar di sana.

"Lo lihat siapa yang nembak Thorn?" tanya Halilintar

"Engga, gue ga lihat sama sekali." jawab Solar

"Oh."

Solar melihat Lunar yang berjalan ke suatu ruangan pasien. Melihat itu, dia langsung menyapanya. "Hei Lun!" sapa Solar

Lunar menghampiri Solar dan Hali. "Hai Kak! dan.. ehmm.."

"Ah.. kenalin, ini abangku. Kamu ngapain disini?" tanya Solar

"Ah, aku.. hanya menjenguk sepupu ku. Kamu?" tanya Lunar

"Ah.. Thorn masuk rumah sakit karna di tembak." jawab Solar

"Aku Minta maaf, moga kak Thorn cepat keluar, ya!"  ucap Lunar

"Iya, makasih!" jawab Solar

"Ah, aku pergi dulu ya kak, dadah!" Lunar Melambaikan tangannya dan memasuki ruangan pasien itu.

"Itu.. temen baru lo? gua ga pernah lihat di sekolah lo. Murid baru?" tanya Hali kepada Solar

"Iya, Dia murid baru, juga adik kelas." jawab Solar

"Dia kelas 7 kah?" Tanya Hali lagi

"Dia kelas 8. Tapi iya juga ya, dia kek anak kelas 6"

"Oh, lagian pendek amat."

.
.
.

"Assalamualaikum, Glacier! gimana keadaan mu? avv rindu dehh" Lunar duduk di kursi dekat kasur itu.

"Wa'alaikumsalam.. aku udah mulai membaik kok. jangan kayak gitu, kek ga pernah ketemu 1 abad aja." jawab Glacier.

"Lah? kan kita emang ga pernah ketemu 1 tahunan tau!" ucap Lunar

"Iya deh.. btw, aku dengar kamu berkerja sama dia ya? gimana ceritanya?" tanya Glacier

Lunar terdiam. Bingung mau menjawab apa, mau bohong takut ketahuan, jelasin yang sebenarnya takut di bilang ga masuk akal. Dia melamun, memikiran harus melakukan apa.

"Kamu gamau cerita? gapapa kok, aku ga maksa. Aku bakal tunggu sampai kamu mengasih tahu dirimu ke saudaramu. Kalo kamu capek, cerita aja ke aku. Aku akan dengerin semua ceritamu. Kamu bisa menyandar. Gausah takut saat melihat dia melakukan hal yang tidak manusiawi. Semangat, ya?" Glacier berhasil membuat Lunar merasa lega, senang, bahkan terharu. Air mata mulai mengalir dari matanya Lunar, Dia memeluk Glacier dengan erat sebagai tanda terimakasih.

"Glacier.. makasih ya.. kamu itu sepupu yang paling baik!.. makasih banyak.." ucap Lunar sambil memeluk Glacier dengan erat.

"Gapapa Lun.." Glacier membalas pelukan itu.

.
.
.

To be continued..

Adik ke delapan. Where stories live. Discover now