Periuk Api Kota Tua #3

0 0 0
                                    

Dua bulan berlalu, dan kebakaran hutan di taman kota usai. Sejumlah pohon berhasil diselamatkan. Terutama spesies dengan usia tertua dan terbesar di negeri ini. Belum ada ketenangan di antara orang-orang pemerintahan. Sampai empat dari mereka mengetuk pintu rumah dan menjemput paksa Are. Katanya, ada jejak-jejak DNA Are tersebar di sepenjuru permukaan tanah dan kulit-kulit pohon yang berhasil selamat dari kebakaran.

Susah payah aku mencoba mencegah mereka. Namun, seluruh bukti mengarah kepada Are. Aku memang tahu betul, pasti Are penyebabnya. Walau demikian, kalau urusannya sudah sampai di tangan pemerintah, akan jadi bahaya. Terlebih, api penyebab kebakaran itu bukanlah berasal dari sumber pada umumnya. Jika pemerintah sampai tahu siapa Are sebenarnya dan apa yang sanggup diperbuat olehnya ... sungguh, satu-satunya yang sanggup aku bayangkan hanyalah segala bentuk kemungkinan negatif.

Hampir dua tahun kemudian aku baru memberanikan diri mengunjungi Are di Pusat Rehabilitasi Taman Hutan Kota. Aku mencarinya seharian penuh, tetapi dia tak ada di sana. Petugas yang bertanggung jawab menjaga anak itu bahkan kebingungan mencarinya. Ada di mana bocah api ini, pikirku. Kebakaran semakin menggila tahun ini.

Menjelang tengah malam kutemukan dia tersimpuh di tepi hutan yang masih berasap. "Are!" kupanggil dia, tetapi keheninganlah jawabannya. Saat aku berjongkok di depannya, wajahnya memerah. Bukan memerah sebab malu, tersipu, atau bahagia. Namun, merah sungguh-sungguh merah. Membara laiknya segenggam bara api. Aku khawatir, geramnya ia akan berakibat fatal menguarkan gejolak kemarahan tak terduga terhadap para pembakar hutan. Aku bisa menjamin, sangat mudah baginya menemukan siapa saja pembakar hutan ini –terlepas dari api-api yang bersumber dari dirinya sendiri.

"Aku tahu siapa pelaku kebakaran di sepenjuru kota ini, Nick!! Aku tahu ... Aku sungguh-sungguh tahu sekarang!" Napasnya terengah-engah. Setengah mati dia menahan gejolak panas dari dalam tubuh. Bahkan baju dan celananya terbakar. Saking panas suhu tubuhnya.

"Kau sembunyikan fakta ini sejak kebakaran di gedung itu kan??"

Aku tak sanggup menenangkannya. Jujur, aku sendiri takut tiba-tiba dia akan meledak dan membakar udara di sekitarnya. Termasuk aku.

"Alasan mengapa empat orang dari pemerintahan itu mendapat identitasku di permukaan tanah dan di kulit-kulit pohon, sebab api yang membakar hutan di kota ini adalah bagian dari diriku sendiri. Darahku mendidih, kulitku menguap, rambut-rambutku melepaskan lidah-lidah api. Semakin aku tenggelam di dalam api ini, semakin besar kobaran api yang sanggup aku lepaskan. Bahkan udara pun bisa terbakar. Dosa besar aku, Nick!! Hutan yang aku perjuangkan susah payah terbakar oleh api yang tercipta dari dalam tubuhku sendiri!

"Sekarang, menurutmu kenapa aku bisa sampai sebegini mengerikannya!?"

Tewaslah sudah mentalku di tempat itu juga.

"Menurut rumor yang beredar, kota ini pernah melanggar batasnya delapan puluh lima tahun lalu. Sebuah kutukan ditimpakan, tepatnya pada hutan di Taman Kota ini, oleh seorang anak istimewa dari satu-satunya suku asli di wilayah daratan tenggara benua terbesar di Bumi.

"Legenda Haka, pelindung hutan dari Suku Kayu yang mengambil kembali Tama-tone, benih cipta ulang hutan dan memecahnya jadi enam keping. Sementara inti dari benih itu dibawanya ke dasar negeri ini, entah di mana."

"Jadi apa hubungannya denganku??"

"Dia bilang, bahwa suatu saat akan ada seorang anak istimewa yang bertamu dan menetap di kota ini. Tetapi, sekaligus akan jadi awal mula bahaya bagi hutan di sini."

"Jadi anak itu adalah aku??"

Kayu-kayu bergemeretak. Asap masih menggulung. Udaranya betul-betul menyesakkan. Aku bawa alat bantu pernapasan dari rumah. Minimnya oksigen di tempat ini berhasil menyesakkan tubuh panas Are, menahan api menyala stabil, lebih-lebih memadamkannya.

MANSHEVIORA: Semesta AlternatifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang