Periuk Api Kota Tua #1

0 0 0
                                    

Panas terasa menyengat, Rabu pagi di pinggiran sebuah wilayah Kota Tua, Ibu kota salah satu provinsi dari pulau terluas ketiga di Nusantara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Panas terasa menyengat, Rabu pagi di pinggiran sebuah wilayah Kota Tua, Ibu kota salah satu provinsi dari pulau terluas ketiga di Nusantara. Orang-orang suka menyebutnya demikian lantaran bukan hanya merupakan kota yang berisi bangunan-bangunan tua. Pohon-pohon di sepenjuru jalanannya telah mencapai ratusan tahun pula. Bagi sebagian masyarakatnya, Kota Tua itu dipercaya juga punya nyawa. Semacam ruh, atau arwah penjaga yang mengepung seluruh kota. Mirip seperti sebuah kubah. Atau, bisa juga berupa kotak. Setidaknya begitulah bayangan pemikiran seorang bocah laki-laki berkulit putih di seberang Tempat Pemotongan Kayu.

Ada serumpun hutan lebat berisi ratusan pohon tua seluas lebih dari enam puluh delapan hektare, menutup sisi timur Kota Tua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada serumpun hutan lebat berisi ratusan pohon tua seluas lebih dari enam puluh delapan hektare, menutup sisi timur Kota Tua. Dua puluh delapan hektare sebelah baratnya telah beralih fungsi menjadi Tampat Pemotongan Kayu –sebab kayu dari pohon-pohon tua di sana memiliki kualitas terbaik di seluruh provinsi, bahkan satu negeri. Salah satu jenis di antara kawanan pepohonan tua paling diminati di sini, ialah Ulin. Jika saja pemegang tampuk kepemimpinan tertinggi di provinsi itu tidak lekas bertindak, hutan tua di sana pasti sudah sejak setahun lalu gundul dan tandus sama sekali. Sekarang malah sudah ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam. Satu-satunya hutan terluas yang berada tepat di pusat kota.

Seorang bocah laki-laki serupa dengan yang saat ini berdiri di seberang Tempat Pemotongan Kayu itulah penyebabnya. Dengan rambut pendek hitamnya yang meruncing ke atas, tulang rahang tegas, mata kecilnya tampak lebih tajam dan bengis selama ia memicingkannya. Ia tahu betapa gigih upaya orang-orang luar memburu dan membabat pohon-pohon tua. Dan sekarang nyaris semuanya terbakar, melalap lahan-lahan produktif hutan hujan tropis, hutan lindung, hutan kota, perkebunan buah dan pertanian, termasuk lahan gambut ribuan hektare. Yang tersisa tak lebih dari separuh total seluruh penyedia oksigen itu. Lahan gambutlah paling parah.

"Are!!" Aku memanggilnya begitu saja sejak pertemuan pertama kami, dua tahun lalu. Dia masih berusia lima tahun waktu itu. Menjadi satu-satunya korban selamat dari musibah kebakaran di salah satu gedung pencakar langit di kota lain. Dia tak punya sanak saudara lagi, sedang aku sudah cukup tua untuk mencari-cari ke mana perginya semua saudaraku –semenjak Kakek-buyut tutup usia 95 tahun silam. Semenjak aku memutuskan untuk masuk menjadi salah satu anggota pemadam kebakaran, tidak ada yang mendukungku. Semuanya menjauh. Bahkan hingga aku sudah pensiun dua tahun lalu, mereka masih saja bersikap tak acuh.

MANSHEVIORA: Semesta AlternatifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang