|| 67 | Mungkinkah Ini Akhir? ||

880 33 0
                                    

Kalandra menatap penuh khawatir kearah Zendaya yang terbaring lemah di atas brankar. Di sebelahnya ada Raja yang juga ikut mendorong brankar menuju ruang ICU.

Keduanya berhenti saat dokter mengatakan hanya pihak medis yang boleh masuk. Kalandra mengusap wajahnya kasar sembari menghela nafas lelah.

Tatapannya kosong saat menatap pintu ruang ICU yang tertutup rapat.

"Lo apain adek gue?"

Kalandra hanya melirik sebentar, enggan memperdulikan apapun yang Raja katakan. Pemuda itu menutup matanya saat Raja menarik kerah bajunya dengan cengkeraman erat.

"Lo apain adek gue, sialan?!" tanya Raja dengan wajah memerah menahan amarah, "apa belum cukup luka yang lo kasih selama ini?! JAWAB GUE!"

Kalandra hanya menatap sahabatnya itu sendu, Raja tidak akan pernah mempercayainya lagi. Jadi, untuk apa Kalandra terus berusaha membela diri?

"Harusnya dari dulu gue nggak pernah dukung lo, Kal!" tegas Raja seraya mengeratkan cengkeramannya. Pemuda itu menatap Kalandra dengan mata yang mulai berkaca-kaca, "harusnya gue nggak pernah percaya sama omongan busuk lo!"

"Raja."

Pemuda itu menghempaskan Kalandra saat terdengar suara Nava yang memanggil namanya. Raja langsung melangkah menghampiri wanita itu dan memeluknya erat.

"Aya kenapa lagi, Ja?" tanya Nava di sela tangisnya. Wanita itu juga menatap Kalandra penuh tanda tanya.

Raja menggeleng, "Raja nggak tau, Tan, tapi Aya pasti baik-baik aja, Aya kita nggak lemah, Tan."

"Tante takut, Tante takut, Ja," balas Nava sembari mengeratkan pelukan mereka.

Kalandra yang melihat hal itu lantas menunduk, pikirannya berkecamuk memikirkan apa yang terjadi kepada istrinya itu. Kalandra menyandarkan tubuhnya ke dinding dengan mata terpejam erat.

Raja membawa Nava untuk duduk di kursi tunggu, pemuda itu berlutut kemudian menghapus air mata Nava, "Raja nggak akan biarin Aya kenapa-napa, Tan, Raja pernah janji kan sama Tante? Raja bakal singkirin semua hal yang buat Aya sakit."

Saat mengatakan itu, Raja menatap penuh dendam kearah Kalandra yang masih menunduk.

Derap langkah kaki yang mendekat membuat Kalandra mendongak. Terlihat kedua orang tuanya dengan Lana menangis dengan wajah khawatir.

"A-Aya."

Richard menangkap sang istri yang hampir terjatuh saat berlari, pria itu menuntun Lana untuk ikut duduk di sebelah Nava.

"Kenapa lagi, Kalan?" tanya Lana lemah, usapan lembut di sebelahnya membuat Lana menoleh. Wanita itu kembali terisak saat bertatapan dengan mata sendu Nava, keduanya lantas saling memeluk erat.

Sejujurnya ada ketakutan yang teramat besar di dalam hati Lana. Hanya saja dirinya terlalu takut untuk mengatakan hal itu di situasi genting seperti ini.

"Kenapa Aya bisa kaya gini?"

Kalandra menoleh kearah sang ayah dengan tatapan getir, "Kalan nggak tau, Pa. Kalan cuma ajarin Aya buat jalan, tapi tiba-tiba dia pingsan dan mimisan banyak banget. A-Aya juga pucet banget, tapi dia nggak ngeluh sakit apapun. Kalan juga bingung, Pa, Kalan juga khawatir."

"Mana Kean?" tanya Kalandra kepada kedua orang tuanya.

Lana mengusap air matanya, "Sama Bibi, Mama nggak tega bawa Kean ke sini."

Raja yang sejak tadi masih berlutut di hadapan Nava mengedarkan pandangannya. Pemuda itu tersenyum miris saat sama sekali tidak melihat batang hidung Dero di tempat ini. 

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now