|| 24 | Apa Aku Boleh Percaya? ||

696 39 0
                                    

Kalandra menata kulkas dengan pikiran bercabang kemana-mana. Pemuda itu memikirkan ucapan Raja tadi.

Raja sangat benar, Kalandra tidak boleh menyerah sekarang. Jika memang masih ada cinta di hati Zendaya maka masih ada kesempatan untuk Kalandra.

...

Kalandra menyiapkan makan malam yang agak berbeda dari biasanya. Malam ini entah mengapa suasana di tata menjadi romantis.

Pemuda itu tersenyum lebar ketika semuanya siap lalu melangkah menuju kamar untuk memanggil Zendaya.

Mengetuk beberapa kali barulah Kalandra membuka pintu itu, walau masih tidur terpisah, Kalandra membiasakan diri untuk berada di kamar ini tanpa canggung.

"Hey, ayo makan malam," ajak Kalandra kepada Zendaya yang duduk di sisi ranjang sambil membaca buku.

Zendaya mendongak lalu mengangguk, perlahan wanita itu bangkit dan melangkah kearah Kalandra. Tangan Kalandra terulur untuk menggenggam jemari istrinya yang terasa sangat dingin.

"Tangan lo dingin, sakit?"

Zendaya menggeleng pelan, tatapannya tertuju pada genggaman hangat yang melingkupi jari-jarinya.

Atensi wanita itu teralihkan ketika melihat ruang makan yang tertata lebih rapi dari biasanya. Vas bunga berisi mawar pun tertata rapi di atas meja makan.

"Gimana? Suka ngga?" tanya Kalandra sambil menuntun Zendaya untuk duduk di kursi.

Kalandra berbalik dan ikut duduk di hadapan Zendaya dengan senyuman yang tidak luntur. Tatapannya menyendu ketika melihat Zendaya yang masih asik memandangi ruang makan.

"Cantik," gumam Zendaya yang masih bisa di dengar oleh Kalandra sehingga membuat pemuda itu tersenyum bangga.

"Buat apa?"

Kalandra tersenyum seraya kembali menggenggam jemari istrinya, "Buat lo."

"Gue tau lo masih ragu, Ay. Gue bakal berusaha buat lo yakin sampai ngga akan ada perasaan ragu yang tersisa lagi," ungkap Kalandra lalu memberikan kecupan di kedua punggung tangan Zendaya.

Kalandra menyandarkan kepalanya di genggaman mereka, "Sebisa mungkin gue bakal jadi apapun yang lo mau, Ay."

Zendaya hanya diam tanpa reaksi apapun, tapi hatinya tidak bisa berbohong untuk tidak bahagia. Desiran yang masih sering Zendaya rasakan sekarang semakin terasa.

"Tolong kasih gue kesempatan sekali lagi, Ay. Gue bener-bener butuh kesempatan itu," pinta Kalandra tanpa mengangkat kepalanya.

Mata Zendaya berkaca-kaca, apa boleh dirinya memberi kesempatan sekali lagi? Katakan saja ini yang terakhir.

"G-gue takut, Kal," ucap Zendaya dengan suara lirih.

Pandangan mereka bertemu, keduanya sama-sama menahan tangis malam ini. Kalandra kembali mengecup punggung tangan Zendaya.

Kalandra bangkit, bejalan kearah Zendaya. Pemuda itu memutar kursi Zendaya lalu berlutut di hadapan istrinya.

"Dengan kesempatan itu gue bakal buang semua rasa takut lo, Ay. Gue janji ngga akan ada rasa takut setelah ini," sambung Kalandra dengan menatap kearah Zendaya yang sudah menangis.

Tangan Zendaya terulur untuk mengelus wajah suaminya. Isakkan tertahan itu semakin terdengar, kepalanya tertunduk dalam dengan mata terpejam.

Zendaya berpikir jika dirinya sangat bodoh karena selalu merasa lemah jika Kalandra sudah menunjukkan cintanya.

Zendaya terlalu lemah untuk mengatakan tidak. Zendaya memang ingin kembali mencintai Kalandra tapi hatinya sungguh merasa takut.

Takut jika semesta kembali mempermainkan dirinya.

AMBIVALEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang