Andra masih Ingat Segalanya

2.7K 58 0
                                    

Tiba-tiba saja secarik senyum tipis terukir di bibir Andra. Melihat betapa cantik dan manisnya wajah itu meski dalam keadaan polos dan tanpa balutan make-up.

“Wajah bantalmu ternyata masih secantik dulu. Dan aku selalu senang memandanginya,” Andra bergumam tanpa sadar. Matanya sempurna menatap pada Alana, masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

Andra berkata dengan sedikit berbisik.  

“Kulitmu juga sangat halus, Alana. Dulu aku selalu senang mengecupmu di sini,” Andra menunduk dan mendaratkan bibirnya di kening Alana. Mengecupnya dengan pelan agar gerakannya tak membangunkan wanita itu.

“Matamu yang bulat.  Selalu terlihat indah. Dan aku suka memandanginya,” Andra melarikan telunjuknya, mengusap-usap pelan kedua kelopak mata Alana yang tertutup itu secara bergantian.

“Lalu bibirmu.. rasa manis di bibirmu sejak dulu selalu membuatku candu. Aku yakin kamu pasti masih ingat saat kita masih menikah dulu, aku sering menciumi bibir ini sebelum tidur dan sebelum berangkat ke pabrik,” kenang Andra meraba bibir bawah Alana yang tampak merah merekah karena semalaman mendapat serangan darinya.

Puas memandangi bibir Alana, kini bola mata Andra berlari ke bagian hidung wanita itu yang begitu bangir dan pas dengan wajah Alana.

“Hidung ini,” Andra bergumam lalu terkekeh pelan. Seketika ia teringat dengan apa yang biasa ia lakukan pada Alana, jika Andra yang lebih dulu bangun tidur daripada wanita itu.

 “Aku yakin kamu juga pasti masih ingat, Alana. Dengan apa yang sering ku lakukan pada hidungmu ini. Jika aku yang bangun tidur lebih dulu, maka aku selalu memencet hidungmu seperti ini..” baru saja tangan Andra hendak memencet hidung bangir milik Alana. 

Namun seketika gerakannya terhenti di udara. Andra urung melakukannya saat benaknya berusaha menyadarkannya bahwa tak seharusnya Andra melakukan itu.

Mengapa Andra sibuk memuja wajah dan kecantikan wanita itu? Bukankah Alana adalah sosok wanita yang sangat ia benci dalam hidupnya? Bukankah wanita ini yang sudah memporak porandakan hatinya di masa lalu?

Tidak! Andra tidak  boleh sedikitpun menyanjung Alana. Atau Andra sendiri yang akan berakhir dalam jeratan wanita itu!

“Heh! Untung apa aku membuang-buang waktu dengan memandangi wajahnya?” dengkus Andra yang mengubah tangannya yang tadinya hendak memencet hidung mancung Alana, kini justru terkepal hingga urat-uratnya bertonjolan.

“Wanita ini yang sudah membuatku luka. Lebih baik sekarang juga aku pergi dari sini dan segera membersihkan tubuhku!” Andra menyibak selimut yang membalut tubuhnya. 

Sambil berdecih menatap pada wajah pulas Alana di tempat tidur, Andra menghembuskan napas kasarnya sebelum kemudian ia berlalu pergi ke luar kamar.

KLEK!

Seperginya Andra, kedua kelopak mata Alana terbuka dengan sempurna.  Kini Alana tak ingin memandangi ke  arah pintu. Alana tahu jika Andra pasti sudah pergi ke luar dan laki-laki itu kembali ke kamar hotelnya.

Bibir Alana mengukir senyum saat ia mengingat gumaman Andra tadi.

“Jadi kamu masih mengingatnya, Ndra? Kamu masih mengingat masa-masa indah saat kita masih terikat dalam sebuah pernikahan. Bahkan kamu juga ingat dengan kebiasaan yang sering kamu lakukan saat kita bangun tidur,” ucap Alana dengan wajah senangnya. 

Binar matanya menandakan bahagia. Sebab ternyata lelaki yang membencinya itu masih menyimpan rasa cinta dan mungkin juga rindu yang dalam untuknya.

Hanya saja, hati Andra yang sekarang masih terlalu batu untuk berani mengakui itu.

“Aku bahagia, Ndra.  Sangat sangat bahagia. Terimakasih karena kamu masih mau mengingatnya dengan baik.” senyum di bibir Alana kian melengkung semakin manis. 

Kata-kata Andra yang tadi terdengar lembut begitu mendesau di telinganya.  Membuat hati Alana melambung tinggi. Meski pada akhirnya Andra kembali mengelak dan memilih segera pergi. Tapi setidaknya ada sesuatu yang bisa Alana simpulkan.

Nyatanya Andra membangun sebuah tembok kokoh untuk berusaha menyembunyikan rasa cintanya yang masih tersisa. 

“Meski berkali-kali kamu mengatakan benci padaku. Tapi sekarang aku takkan sepenuhnya percaya. Rasa itu masih ada di hatimu, Ndra. Kamu masih mencintaiku. Hanya saja kamu tak ingin mengakuinya. Baiklah. Aku akan mengikuti sampai mana kamu sanggup menyakitiku. Hingga akhirnya waktu yang akan menunjukan dengan sendirinya, kalau aku tetap milikmu,” lanjut Alana lalu menatap lurus pada langit-langit kamar hotelnya sembari menyunggingkan senyum simpul.

***

Masuk ke dalam kamar hotelnya, Andra segera meraih handuk yang ada di dalam lemari. 

“Aku harus mandi sekarang. Sisa-sisa tubuh Alana pasti masih melekat di tubuhku,” ucap Andra. Lantas  tak menunggu lama lagi ia bergegas menghilang di balik pintu kamar mandi.

Satu per satu Andra melepas pakaian yang melekat di tubuhnya. Lalu kemudian melemparkannya ke dalam keranjang cucian. Kini tubuh tegap yang polo situ sudah berdiri menjulang di bawah guyuran shower.

Andra benar-benar menggosok badannya dengan kasar. Seolah ia tak ingin menyisakan sedikitpun aroma dari tubuh Alana yang menempel di tubuhnya.

Namun sialnya saat Andra memejamkan mata, bayangan wajah Alana justru melintas di benaknya.       

“Hhh.. sebenarnya apa maumu, Alana? Bisakah kamu  enyah dari pikiranku sekarang?!” Andra menggeram. Memutuskan untuk mematikan showernya dan langsung mengenakan handuk.

Tadinya Andra ingin berlama-lama membersihkan dirinya. Akan tetapi setiap kali ia menutup matanya di bawah guyuran shower itu, bayangan Alana kerap kali muncul dan mengganggu pikirannya.

Dreett.. Dreettt..

Andra  baru saja keluar dari kamar mandi sambil menggosok  rambutnya, saat ia melihat ponselnya berbunyi di atas nakas.

“Ck! Mama. Pasti dia mau menceramahiku lagi soal Sherly!” Andra berdecak mendapati nama Nita terpampang di layar ponselnya. Andra tahu sekali apa yang akan Nita bahas.   

Tetapi Andra tetap mengangkat telpon itu.

“Hallo, Ma.” 

‘Andra! Kenapa Sherly bilang kalau kamu pergi ke bali bersama Alana? Harusnya yang kamu ajak ke bali itu Sherly, bukan wanita murahan itu!’ serobot Nita yang membuat Andra memutar bola matanya.  

Benar dugaannya bukan? Sherly pasti lagi-lagi mengadu pada ibunya itu.

“Aku pergi dengan Alana ke bali untuk urusan bisnis. Bukan untuk  bulan madu. Jadi Mama tidak perlu mempermasalahkan hal itu. Lagipula Alana itu adalah sekretarisku. Aku membutuhkannya untuk menemaniku bertemu dengan klien penting di sini.” 

‘Tapi Sherly juga bisa melakukan itu. Kamu lupa kalau dia juga menguasai dunia bisnis. Sherly pasti bisa membantu pekerjaan kamu dan membuat klien tertarik untuk membangun kerja sama dengan perusahaan kita. Tidak perlu mengajak wanita itu segala!’ ucap Nita masih dengan nada kesalnya.

Andra melangkah menuju sofa yang berada di dalam kamarnya. Lantas ia mendudukan dirinya di sana.

“Maaf, Ma. Tapi sekretarisku saat ini adalah Alana. Bukan Sherly. Jadi Alana lah yang sudah seharusnya ada di sini bersamaku.”

‘Kenapa kamu sepertinya lebih membela Alana. Apa jangan-jangan di sana kalian sudah berbuat sesuatu?’ suara Nita terdengar panik kali  ini.

“Berbuat apa?” tanya Andra mengerutkan keningnya.

‘Kalian tidak melakukan hubungan suami istri di sana, ‘kan? Ingat Andra. Wanita itu sudah bukan lagi  istri kamu. Dia sudah pernah menghianati kamu. Mama tidak rela kalau kamu masih sudi untuk menyentuh tubuhnya yang kotor!’

Mantan Istri CEO TampanWhere stories live. Discover now