Demi Balas Dendam

4K 96 0
                                    

Alana mengusap kepala anaknya dengan lembut.

'Iya, Rehan. Ayah juga kangen kamu. Kangen Mama Alana juga. Nanti kalau ada waktu luang, Ayah pasti akan langsung menyempatkan mengunjungi kalian ke jakarta,' sahut Danu yang membuat Alana menghelakan napas.
Alana meraih ponsel dari tangan Rehan, kemudian ia menempelkan di telinganya.

"Danu! Kamu tidak usah pikirkan Rehan dan semua rengekannya. Dia cuma anak kecil. Kamu tetap fokuslah bekerja dan penuhi tanggung jawabmu sebagai dokter."

Alana hanya tidak ingin mengganggu Danu dan merepotkan laki-laki itu.
Alana juga tidak ingin Danu terbebani oleh permintaan-permintaan Rehan padanya.

'Kamu ini bicara apa, Alana? Rehan itu anakku juga. Aku tetap akan menyempatkan waktu untuk mengunjungi kalian di sana. Aku merindukan Rehan, Alana. Dan aku juga merindukanmu...'

Bibir Alana tersenyum hambar mendengar kalimat terakhir yang Danu ucapkan. 

Danu juga menegaskan kalau Rehan adalah anaknya.

Ya. Rehan memang sudah seperti anak sendiri bagi Danu.

'Sudah dulu, ya. Sampaikan salamku pada ibumu. Bilang pada Rehan, tunggu Ayahnya datang,' tutup Danu yang kemudian memutuskan sambungan telpon mereka.

"Telponnya sudah mati, Ma?" tanya Rehan.

Alana menoleh lalu mengangguk.
"Iya, sayang. Kata Ayah Danu. Rehan harus jadi anak yang baik, dan tunggu Ayah Danu datang." Alana menyentuh pundak Rehan.

Wajah bocah itu kembali ceria mendengar Danu akan datang ke jakarta.

"Iya, Ma. Aku akan jadi anak yang baik. Aku juga akan makan yang banyak. Ayo, Ma kita makan! Biar Ayah cepat datang ke sini!"

Alana tersenyum lembut seraya menganggukan kepala. Ia membiarkan Rehan menarik tangannya untuk keluar dari kamar.

***

Andra baru saja pulang ke rumah, tetapi ia menghela napas ketika disambut dengan senyum masam di wajah ibunya. Nita sudah berdiri di ruang tamu dengan berpangku tangan menatapnya penuh kesal.

"Andra! Kenapa kamu tidak pernah bilang sama Mama, kalau kamu sudah bertemu lagi dengan wanita murahan itu?" desak Nita dengan intonasi suara yang tinggi.

Andra tidak perlu bertanya tentang siapa wanita murahan yang Nita maksud. Sudah pasti Alana.

"Iya, Ma. Andra memang sudah bertemu lagi dengan dia."

"Dan kamu malah seenaknya memberikan dia pekerjaan? Sebagai sekretaris kamu, lagi. Ingat, Ndra. Dia itu wanita ular! Dia wanita penghianat. Dia yang sudah meninggalkan kamu saat kamu sedang berjuang untuk kembali berjalan. Kenapa kamu malah memperkerjakan dia di perusahaan?"
Andra tak langsung menjawab pertanyaan Nita yang bertubi-tubi.

Mengingat Alana, membuat Andra menjadi gerah. Ia butuh minum untuk sejenak membasahi tenggorokannya.

"Andra! Kamu mau ke mana? Mama belum selesai bicara!" Nita berdecak gemas saat Andra berjalan melewatinya begitu saja.

"Mama gak terima ya, Ndra. Kamu pekerjakan wanita ular itu di perusahaan kita. Bisa-bisa dia menjebak kamu dan menggerus  semua kekayaan perusahaan!" Nita masih mengoceh, sementara kakinya mengekori Andra yang melangkah lebar di depannya.

Andra berhenti di meja makan. Tangannya menuangkan air putih ke dalam gelas, lalu meneguknya seperti seorang musafir yang kehausan.

Dan Nita yang sejak tadi tidak mendapat gubrisan dari Andra, kini makin gemas.

"Andra! Kamu dengar Mama gak, sih?"

Mantan Istri CEO TampanWhere stories live. Discover now