Kencan yang Membosankan

2.7K 64 1
                                    

“Kamu mandilah, Alana.  Biarkan Rehan istirahat.  Ibu mau pergi ke dapur dulu untuk menyiapkan makan malam,” ucap Winarti yang hanya dibalas dengan anggukan pelan oleh Alana.

Kemudian wanita paruh baya itu kini berlalu keluar dari kamar. Menyisakan Alana yang memandangi wajah pulas Rehan. Tangan Alana terulur untuk mengusap  pelan rambut yang hitam legam itu. Wajah Rehan sungguh tampan meski matanya sedang tertutup sekalipun. 

Dia benar-benar potongan Andra. Mungkin saat Andra masih seusia Rehan, wajah Andra pun juga persis seperti ini. 

Ah! Kenapa tiba-tiba Alana jadi memikirkan lelaki itu.

Dengan cepat Alana menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir bayangan Andra yang membias di benaknya.

Tapi saat itu mata Rehan mengerjap dan terbuka perlahan.

“Mama? Mama sudah pulang ya?” gumam Rehan bertanya seraya mengucek matanya.

Alana tersenyum.  “Iya, sayang. Mama sudah pulang. Dan Mama khawatir sekali melihat kening kamu terluka seperti ini. Apa rasanya sangat sakit?” tanya Alana.

Rehan beringsut mengubah posisinya menjadi duduk di depan Alana. Lalu kepalanya menggeleng pelan sambil  menguap.

“Tidak, Ma. Luka di  kening Rehan udah nggak sakit kok. Rehan ‘kan jagoan seperti Mama. Kemarin lutut Mama juga terluka tapi sekarang sudah sembuh. Luka Rehan juga udah sembuh kok Ma.”  Rehan menunjuk-nunjuk keningnya yang terbalut plester pada Alana.

Padahal rasanya masih agak sakit.  Tapi bocah kecil itu tampaknya tak ingin membuat sang ibu semakin khawatir.

Alana mengangguk.  Menggenggam sebelah tangan Rehan dan mengusapnya pelan.

“Kenapa kamu bisa sampai tertabrak begitu? Apa orang yang punya mobilnya sudah berkendara sembarangan?” Alana bertanya lagi.

“Bukan, Ma. Om itu tidak salah.  Rehan yang salah. Rehan yang nyebrang sembarangan karena mau kejar kucing.”

“Om?”  Alana menaikan sebelah alisnya menatap Rehan.

Rehan mengangguk.

“Iya, Ma. Orang yang punya mobil itu Om-Om. Tapi masih ganteng dan badannya tinggi putih, terus hidungnya mancung. Dan warna matanya sama seperti punya Rehan. Sampai dokternya pikir kalau Rehan dan Om itu ayah dan anak. Padahal ‘kan kami tidak  kenal.” Rehan menceritakan pada Alana dengan wajah antusias.

Tampak sekali Rehan sangat senang setelah bertemu dengan lelaki dewasa yang ia panggil dengan sebutan ‘Om’ itu. Hingga membuat kening Alana berkerut heran. 

Alana pun bertanya-tanya dalam hatinya. Ia pun ikut penasaran dengan wajah si pemilik mobil itu. Semirip apa ia dengan Rehan?

“Memangnya, siapa nama Om itu?” tanya Alana dan Rehan langsung menepuk keningnya.

“Aduh, iya. Rehan lupa mau tanya siapa namanya. Om itu baik sekali Ma.  Dia ramah dan sering tersenyum sama Rehan. Kalau Mama ketemu sama Om itu pasti Mama juga akan senang deh. Semoga nanti Rehan bisa ketemu lagi sama Om baik itu,” celoteh Rehan masih dengan senyum lebar yang mengembang di bibirnya.

Alana terkekeh lalu menggelengkan kepala. 

“Sudah. Kita tutup pembicaraan mengenai Om itu. Sekarang, Rehan habiskan dulu susu hangatnya ya.  Setelah itu Mama akan mandi, dan kita akan makan malam bersama nenek.” tangan Alana meraih segelas susu hangat yang berada di atas nakas. Lalu ia mengangsurkannya pada Rehan.

“Iya, Ma.” Rehan meraih susunya dan langsung meminumnya dengan penuh semangat.

Membuat Alana tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Alana lalu bangkit berdiri dan bergerak pergi keluar kamar. 

Alana meninggalkan kamar Rehan dengan benak yang masih penasaran tentang seperti apa sosok Om baik itu? 

*** 

Malam  ini, Andra merasa sangat kesal sekali. Sebab Nita dan Darma terus saja mendesaknya agar menemani Sherly makan malam di luar. 

Dan saat ini, Andra hanya duduk kaku di depan Sherly yang tengah sibuk memilih-milih makanan di menu. Mereka sedang berada di sebuah restoran mewah yang ada di Jakarta. 

“Aku mau pesen menu diet yang paling bagus di sini.  Dan minumnya jus orange, ya.”  Sherly mengatakan pesananya pada seorang pelayan lelaki yang sudah berdiri sambil mencatat.

Lalu matanya berlari kearah Andra yang hanya diam membisu.

“Kamu mau makan apa sayang?” Sherly bertanya dengan nada sok mesra. Membuat kuping Andra rasanya langsung berdengung tak suka. 

“Apa saja. Aku pemakan segala,” jawab Andra malas. Tak nampak sedikit senyum pun di sana. 

Tetapi anehnya Sherly sama sekali tak mengerti kalau Andra begitu malah duduk berdua dengannya. Wanita yang malam  ini mengenakan pakaian seksi itu hanya tersenyum senang.

“Buatkan steak dan orange jus saja untuk pacarku!” kata Sherly pada si pelayan yang langsung mengangguk dan mencatat pesanan mereka.

Setelahnya, pelayan itu langsung pergi meninggalkan Andra dan Sherly berdua. Andra merasa bosan sekali, di atas rooftop restoran hanya ada dirinya dan Sherly duduk di sebuah meja yang khusus. Hanya pelanggan yang berani merogoh kocek tak sedikit saja yang bisa makan di bagian atas restoran mewah ini.

“Ndra, kamu kok diam saja sih sayang?” tanya Sherly menyentuh punggung tangan Andra yang ada di atas meja. Lalu mengelusnya dengan gerakan seringan bulu.

Andra mendengus. “Terus aku harus apa? Joget-joget atau berlari-larian di sini seperti orang gila?!” Andra bertanya ketus. Membuat bibir Sherly mengerucut sesaat. Tapi kemudian Sherly kembali menampilkan senyum terbaiknya di depan lelaki yang begitu ia gilai itu.

“Ya, setidaknya kamu bisa mengatakan sesuatu yang romatis di malam yang special kita ini. Kamu bahkan sejak tadi tidak mengomentari apapun tentang penampilanku, Ndra. Padahal aku sudah berdandan secantik mungkin buat kamu.” 

Andra mengedikkan bahunya. Ia menatap Sherly sekilas, kemudian meraih gelas minum yang sudah terhidang di atas meja.

“Aku tidak pernah menyuruhmu melakukan itu!” kata Andra lalu meneguk airnya tanpa peduli dengan wajah Sherly yang berdecak kesal. 

Sia-sia saja ia dandan cantik seperti ini kalau si lelaki yang hendak digodanya justru tidak merasa tergoda sama sekali.

Untung saja Andra tampan dan Sherly cinta pada lelaki itu.  Jadi mau seketus apapun Andra. Sherly tidak akan pernah menyerah untuk menggodanya.

“Aku hanya ingin membuatmu terkesan, sayang. Kita jarang sekali dinner romantis seperti ini. Kamu tahu, Ndra. Aku sangat cinta sama kamu. Dan aku membayangkan suatu saat nanti aku akan jadi istri kamu. Kita menikah dan punya anak..”

“Hemm..” Andra membalasnya dengan dehaman malas. Kemudian menggosok-gosok kupingnya dengan telapak tangan.

Aduh! Rasanya Andra ingin lari saja dari sini. Mendengar celotehan Sherly membuatnya begitu muak.

“Kapan acara pertunangan kita itu akan digelar, Ndra?”  kali ini  Sherly bertanya dengan serius. Tapi wajahnya masih mencoba menggoda Andra.

“Emh, nanti saja,” jawab Andra sekenanya. Membuat kening Sherly berkerut.

“Maksud kamu?”

Andra berdeham dan bangkit berdiri dari kursinya. “Nanti saja kita bicara lagi. Aku ingin ke kamar kecil sebentar,”  lanjut Andra yang kemudian berlalu dari hadapan Sherly.

Tampak wanita bertubuh seksi itu mencebikan bibirnya seraya menopang dagu dengan sebelah tangan.

“Huh! Selalu saja begini. Setiap lagi romantis-romantisnya, dia selalu meninggalkanku sendirian!”  kesal Sherly menatap punggung Andra yang kekar. Lelaki itu berjalan menuruni tangga untuk pergi ke kamar kecil yang ada di lantai bawah.

Mantan Istri CEO TampanWhere stories live. Discover now