01 ☠ The King of Street Basketball

40 11 6
                                    

•••

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.



Pagi itu langit begitu cerah. Seorang laki-laki dengan jersey biru andalannya tampak sudah siap dengan bola besar orange di tangannya.

"Ma! Davin berangkat ke lapangan dulu, ya!"

"Iya! Hati-hati!"

Ya, laki-laki itu bernama Davin.

Abryan Davin Darendra.

Pagi ini, Davin dan kawan-kawan ada latih tanding basket di komplek sebelah. Laki-laki yang merupakan rajanya basket jalanan itu jelas sangat antusias. Apalagi ketika melihat sosok Louis—tetangga sekaligus juga teman satu timnya—membuka pagar rumah dan juga tampak sudah siap dengan jersey olahraganya.

"Widihh! Udah siap aja lo, Bang!" Louis terkekeh sembari mendaratkan satu kepalan tangannya pada lengan atas Davin, dan hanya dibalas dengan seringai khas laki-laki itu.

"Yoi. Kayak nggak tau gue aja lo."

Kedua laki-laki yang usianya berbeda satu tahun itu tertawa, sebelum bersama-sama berjalan kaki menuju komplek perumahan sebelah. Tempat di mana latih tanding basket itu diadakan. Hari ini adalah Minggu. Jadi mereka bebas dari semua jadwal kuliah, dan kini saatnya untuk bersenang-senang dengan olahraga.

Bermain basket adalah cara paling ampuh bagi kedua laki-laki itu untuk sejenak saja melupakan masalah yang terjadi dalam hidup masing-masing. Entah itu karena masalah di rumah atau masalah di tempat kuliah, tapi yang jelas ... basket adalah jiwa mereka.

"Lo udah tau belum, Bang? Katanya ada pendatang baru yang bakal ikut latih tanding sama kita."

Davin mengernyit. Laki-laki dengan bandana kain di keningnya itu menoleh ke arah sang adik tingkat dengan satu alis terangkat. "Siapa? Kok nggak ada yang bilang ke gue sebelumnya?"

Louis mengangkat kedua bahunya, tak tahu-menahu. "Gue aja baru dikabarin barusan. Kayaknya emang di luar dugaan, sih."

Mendengar penjelasan Louis, jelas saja Davin dibuat penasaran oleh 'si pendatang baru' yang dimaksud. Akan tetapi, begitu sampai di lokasi pertandingan, Davin justru malah tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya saat tahu siapa pendatang baru itu.

Kennant?

"Yo, Bang Davin!"

Gregorius Kennant.

Davin mengenalnya saat mereka masih sama-sama belajar teknik dasar dari permainan bola basket di Inggris. Tidak disangka-sangka kalau ia akan bertemu Kennant di sini, di Indonesia.

"Apa kabar?" tanya Kennant dengan logat Inggrisnya yang cukup kental. Masih dengan senyuman lebar, Kennant mendekat ke arah Davin, memberikan salam dengan kepalan tangan ala mereka, lalu tertawa bersama.

Sementara Louis sendiri malah dibuat cengo di tempat setelah melihat keakraban keduanya.

"Aku baik. Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di Indonesia?" Davin balik bertanya tanpa melunturkan senyuman tipis itu dari bibirnya. Seolah bertemu dengan sahabat lama, Davin bahkan sudah mengajak Kennant untuk duduk di tepi lapangan outdoor tersebut sembari terus berbincang akrab. Menanyakan kabar keluarga Kennant dan sebagainya.

NEXT PSYCHOOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz